Nusantarakini.com, Cikarang –
Syahdan, Singosari, penguasa Jayadwipa dikalahkan oleh Jayakatwang, Raja Kediri. Akibatnya Raden Wijaya menyingkir dan tinggal di sebuah tempat terpencil. Di situ tumbuh pohon maja yamg buahnya pahit. Kelak tempat itu menjelma menjadi pusat kekuasaan baru bernama Majapahit.
Saat bersamaan pasukan Mongol datang menyerbu Jawa akibat marah utusannya diiris kupingnya oleh Raja Singosari. Kedatangan mereka bersamaan dengan kalahnya Singosari oleh Kediri. Kemudian Raden Wijaya atur siasat memanfaatkan pasukan Mongol untuk kalahkah Kediri.
Setelah Jayakatwang dikalahkan oleh pasukan Mongol, Raden Wijaya kembali ke Majapahit, berpura-pura hendak menyiapkan pembayaran upeti untuk Mongol, dan meninggalkan sekutu Mongolnya berpesta merayakan kemenangan mereka. Shi-bi dan Ike Mese mengizinkan Raden Wijaya kembali ke daerahnya untuk menyiapkan upeti serta surat penyerahan diri, namun Gaoxing tidak menyukai hal ini dan dia memperingatkan dua komandan lainnya. Raden Wijaya kemudian meminta sebagian pasukan Yuan untuk datang ke negaranya tanpa membawa senjata.
Akhirnya, dua ratus prajurit Yuan yang tak bersenjata dan dipimpin oleh dua orang perwira dikirim ke negara Raden Wijaya. Akan tetapi Raden Wijaya dengan cepat memobilisasi pasukannya dan menyergap rombongan pasukan Yuan. Setelah itu Raden Wijaya menggerakkan pasukannya menuju kamp utama pasukan Yuan dan melancarkan serangan tiba-tiba. Dia berhasil membunuh banyak prajurit Yuan sedangkan sisanya berlari kembali ke kapal mereka. Pasukan Yuan mundur secara kacau karena angin muson yang dapat membawa mereka pulang akan segera berakhir, sehingga mereka terancam terjebak di pulau Jawa untuk enam bulan berikutnya. Akibat dari serangan itu, pasukan Yuan kehilangan 3.000 prajurit terbaiknya.
Bukan kekalahan Mongol itu poinnya. Poinnya adalah betapa lihainya Raden Wijaya memanfaatkan pasukan Mongol untuk mengalahkan lawan politiknya. Ibaratnya menggunakan tangan orang lain untuk menaklukkan lawan.
Hal ini sama juga dengan yang terjadi pada taktik Jokowi yaitu mengoptimalkan efek Raja Salman untuk mengalahkan tekanan Habib Rizieq dan GNPF terhadap pemerintahannya. Hasilnya sama. Yang menang Jokowi.
Adapun Habib Rizieq dan GNPF, untuk bertemu Raja Salman pun tak ada kesempatan berhubung statusnya adalah tamu negara yang dijaga secara ketat oleh tangan-tangan negara. Ketatnya penjagaan itu menyebabkan tiadanya kesempatan berinteraksi dengan kelompok oposisi seperti GNPF dan FPI. Apalagi Raja Salman sudah menyatakan tidak akan mencampuri urusan dalam negeri sebagai pernyataan posisinya dalam konteks dinamika politik di Indonesia. (sdg)