Nusantarakini.com, Jakarta –
Mungkin sebagian elit-elit Indonesia, masih banyak yang memandang remeh Arab Saudi, terutama pengalaman mereka dalam mengatur aset nasional mereka seperti minyak. Kalian keliru besar.
Jika hari ini publik ribut dengan isu pengambilalihan pemerintah atas saham freeport, maka jelas hal itu suatu langkah yang tidak tepat. Apalagi jika tujuannya untuk memastikan beralihnya kepemilikan freeport ke Indonesia.
Ribut-ribut yang dibiarkan pemerintah merupakan langkah yang berakhir dengan kegagalan.
Arab Saudi punya pengalaman yang bagus soal pengambilalihan aset nasional dari perusahaan Amerika.
Arabian American Oil Corporation (Aramco) dahulunya boleh dikatakan berada dalam kontrol Amerika. Namun oleh kepemimpinan Raja Faisal, pendahulu Raja Salman yang juga sama-sama berkunjung ke Indonesia, berhasil mengambilalih perusahaan minyak nomor satu di dunia itu.
Pada tahun 1980, Arab Saudi mengambilalih sepenuhnya perusahaan tersebut setelah sebelumnya berhasil menaikkan persentase saham pemerintah Arab Saudi lewat mekanisme jalur partisipasi.
Apakah Arab Saudi kuat di hadapan Amerika? Tidak. Tapi yang dilakukan Arab Saudi yaitu tidak ribut-ribut dan hampir tidak banyak yang mengetahui bahwa peralihan kepemilikan itu benar-benar terjadi.
Untuk menjaga kerahasiaan itu, nama perusahaan hingga kini tetap tidak diubah dan hanya ditambah kata Saudi menjadi Saudi Aramco.
Kini, setelah tiga dekade lebih nasionalisasi itu berjalan, Saudi Aramco telah menjalar ke seluruh dunia, termasuk ke Indonesia mulai beberapa tahun yang lalu di masa SBY.
Di bawah kendali putra Raja Salman, perusahaan yang akan IPO pada 2018 ini, akan mencatatkan diri sebagai IPO terbesar sepanjang sejarah.
Barangkali kedatangan Raja Salman ini juga mengundang investor Indonesia untuk membeli saham perusahaan minyak dan petrokimia tersebut.
Tujuan Saudi jelas, untuk menanamkan pengaruh ke seluruh dunia lewat modal yang mereka miliki. “Nantinya tidak akan ada investasi, pergerakan modal, atau pembangunan di kawasan manapun di dunia ini tanpa dana investasi Saudi,” tutur Pangeran Muhammad bin Salman, Presiden Saudi Aramco. (sed)