Nusantarakini.com, Jakarta –
Baru-baru ini, di tengah kecaman dunia terhadap pembantaian di Aleppo oleh pemerintah Suriah yang didukung oleh Iran, Rusia dan China, Jokowi berkunjung ke Taheran. Jelas kunjungannya itu menegaskan ke dunia bahwa pemerintahannya berada di barisan negara-negara pendukung rezim Basyar Asad. Pada saat yang sama, Indonesia tidak masuk dalam koalisi negara-negara Islam yang diprakarsai Arab Saudi.
Ibaratnya sekarang, dimana Cina bertempat, di situ Indonesi-Jokowi ikut. Pertanyaannya, kenapa Indonesia-Jokowi demikian tergantung dengan Cina.
Memahami hubungan Jokowi dengan Cina harus dilihat dari sudut kepentingan simbiosis kedua entitas ini. Jokowi dengan keseluruhan gugusan pendukungnya punya kepentingan pokok agar kekuasaannya benar-benar mantap dan supremasi di tengah kekuatan politik yang ada di Indonesia. Dan itu agaknya dapat dijamin oleh Cina dengan seluruh sumber-sumber kekuatannya.
Sedangkan Cina memiliki kepentingan pokok bagaimana ledakan penduduknya dapat diatasi dengan baik dan menguntungkan bagi perkembangan kapasitas dan supremasi negara Cina tersebut. Masing-masing pokok kepentingan inilah yang ditransaksikan antara Jokowi dengan Cina.
Karena itu timbullah ekspor pendudul Cina ke Indonesia melalui serangkaian kebijakan cover (terselubung). Bagi Jokowi, hal itu tidak masalah apabila dapat menunjang kemantapan cengkeraman kekuasaannya di dalam internal Indonesia.
Bagi Cina, ekspor penduduknya ke Indonesia yang saat ini di atas kertas sudah mencapai 1,3 juta jiwa, dapat menjadi solusi atas persoalan ledakan penduduk, kelangkaan lowongan kerja dan kepentingan memperlebar pengaruh internasional Cina. Sedangkan bagi Jokowi dan antek-anteknya, banjir penduduk Cina itu dapat memberi sokongan untuk memperlancar agenda pokok politiknya agar semakin mantap mencengkeram Indonesia. Selain hal itu dapat dimanfaatkan kepada beragam aksi dukungan politik, juga mempercepat proyek-proyek ekonomi Cina di Indonesia, sehingga semakin dalamlah tangan-tangan ekonomi Cina bercokol di Indonesia.
Sebelum Jokowi dan komplotan politiknya mantap berkuasa di segala lini di Indonesia, maka akan selamanya mereka mengandalkan back up Cina sekalipun dengan konsekwensi yang merugikan bagi masyarakat umum. Inilah salah satu akibat yang tak terelakkan dari sistem pemilu liberal yang diterapkan di Indonesia hari ini.
Yang meresahkan adalah bahwa dalam tahun-tahun ke depan jika persekongkolan Cina dan Jokowi ini terus langgeng, maka keseimbangan sosial dan politik serta ekonomi akan terganggu signifikan. Jokowi tentu tidak peduli dengan hal itu. Lebih jauh dari itu, bukak tidak mungkin, konflik dari dampak impor penduduk Cina tersebut akan berujung konflik yang membahayakan bagi kelangsungan negeri ini.
Karena ini, ambisi untuk memantapkan kekuasaan dengan mengorbankan masa depan Indonesia, penting untuk dipecahkan sejak sekarang, sebelum terlambat. (sed)