Nusantarakini.com, Jakarta-
GAGAL PAHAM ANTI HEGEMONI CINA
Anti hegemoni Cina raya, jangan disalahartikan sebagai gerakan anti etnis Cina. Anti hegemoni adalah suatu gerakan untuk membendung pengaruh paham, budaya, ekonomi, politik yang sudah demikian eksploitatif sehingga sangat mengancam dan dapat menggeser pandangan hidup (ideologi) yang dianut suatu bangsa.
Paham komunis pernah berjaya di Indonesia sampai menemui ajalnya atas kegagalan pemberontakan G30S PKI 65. Sebagai ideologi komunis tidak pernah mati dan berusaha bangkit lagi. Pada masa rezim Megawati, puncaknya pada rezim Jokowi, paham komunis mendapatkan tempat kembali. Ditandai kemesraan dan kerjasama yang sangat kuat antara pemerintah Indonesia dan pemerintah RRC.
Pemberian hutang, masuknya tenaga kerja ilegal, pembiaran pendirian ormas asing, perlindungan proyek reklamasi dan sebagainya. Dampaknya tentu sangat buruk dan menganggu ideologi dan stabilitas nasional, sama halnya paham liberal barat yang menghegemoni negara Indonesia.
Cuma saja hegemoni komunis raya lebih eksploitatif dan merambah di segala sektor kehdiupan masyarakat, dibandingkan hegemoni liberalisme asing (barat), meskipun kedua-keduanya sangat tidak berkesesuaian dengan Pancasila apalagi ajaran Islam.
Tentang hegemoni komunis Cina raya, persoalan tidak sampai di situ saja. Kaki tangannya, yakni para konglomerat hitam/ kartel keturunan, juga sangat berbahaya karena tidak memliki sikap kesetiaan terhadap NKRI. (Mohon dicatat dengan baik dan digarisbawahi, di sini kami menyatakan Kartel Hitam, bukan etnis Cina keturunan seluruhnya).
Mereka mendapat kekayaan dengan curang antara lain monopoli, eksploitaitasi alam, mengemplang BLBI dengan bekerjasama dengan pengausa korup. Dana yang di kemplang tersebut dibawa kabur bahkan ada mereka investasi di negeri Cina. Mereka tidak memiliki sikap nasionalisme sama sekali, bahkan saking kurang ajar dan tidak tahu dirinya, dapat terlihat dari sikap salah satu dari mereka yakni Sukanto Tanoto yang mengatakan bahwa Cina sebagai bapak kandungnya. Padahal mereka lahir dan kaya dari negeri Indonesia. Ibarat pepatah kacang lupa kulitnya. Air susu dibalas air tuba.
Benar bahwa mereka bisa hidup dari memanfaatkan sistem yang bobrok dimana para pejabat negaranya korup dan rentan disogok. Namun mereka memberi sogokan tidak seberapa, kekayaan digondol. Uang negara dikantong mereka tidak sebanding dengan ATM kecil untuk penguasa-penguasa berengsek tersebut.
Dalam perspektif hukum kenegaraan, mereka telah dikualifikasikan sebagai pengkhianat negara, dan musuh rakyat. Dalam ajaran Islam bahwa mereka sudah digolongkan sebagai kafir harbi (musuh agama), hukumannya wajib dibunuh!
Kesimpulannya, Jadi jangan karena kedhoifan kita mengartikan perjuangan menegakkan marwah agama, bangsa dan negara ‘anti hegemoni komunis Cina raya’ diartikan anti etnis. Jangan kedangkalan nalar dan metodologi perjuangan, kita gagal paham gegara wawasan kita yang terkungkung dalam tempurung.
*Suparman, Panglima Qomando Masyarakat Tertindas (QOMAT)
(*mc)