Nusantarakini.com, Jakarta – Terdapat pernyataan Kapolri yang agak menarik untuk dikaji. Dia bilang, jika bukan karena faktor Pilkada, aksi massa Islam tentu tidak akan sehebat ini. Kalau cuma semata-mata motifnya bela Islam, tentu tidak sebesar ini.
Betulkah pernyataan Kapolri tersebut? Tulisan ini tidak dalam tujuan untuk membantah, tapi mencoba mendalaminya kemudian menganalisanya.
Tidak bisa disangkal bahwa aksi umat Islam saat ini memang ditujukan untuk membawa Ahok ke meja hijau. Bahwa kemudian implikasinya secara otomatis akan menghentikan langkahnya untuk meraih kursi Gubernur lewat ajang Pilkada DKI, tidak terlalu menjadi concern mayoritas umat Islam yang tersulut untuk melawan. Bahwa ada yang mengkalkulasikan politik hingga ke tahap tersebut, tentu tidak dibantah.
Maka jika itu terjadi, tentu yang akan diuntungkan salah satunya adalah SBY yang putranya tengah berebut kursi Gubernur dengan Ahok dan Anies Baswedan saat ini. Tumbangnya Ahok di tengah jalan tentu meringankan beban kompetisi bagi putra SBY. Dan putra SBY hakikatnya adalah SBY dan kelompoknya.
Ada petunjuk soal keterlibatan SBY dalam mempush aksi massa umat Islam dewasa ini yaitu gelagat yang ditunjukkan oleh Jokowi dengan keaktifannya untuk mengucilkan SBY dari konstelasi politik elit nasional. Setelah secara maraton membangun komunikasi dengan elit-elit sipil Islam yaitu kalangan ormas-ormas terkemuka dari Islam, kemudian dilanjutkan dengan komunikasi kepada setiap unit militer dan polisi, sekarang Jokowi melancarkan komunikasi dengan elit-elit politik nasional, mulai dari Prabowo Gerindra Megawati PDIP, Surya Paloh Nasdem, Romy PPP hingga Setya Novanto Golkar. Pesannya jelas, semua jalur dan simpul akan dipegang, SBY silakan terkucil sendirian.
Reaksi politik Jokowi nyata sekali sasarannya adalah SBY kendati pun implikasinya bisa bercabang-cabang, salah satunya menguntungkan Ahok dan menghadap-hadapkan pemerintah dengan aksi massa umat Islam. Di lain pihak, hal ini akan menempatkan aksi massa umat Islam dalam sudut yang sama dengan SBY dan kepentingan politiknya, vis a vis dengan kepentingan pemerintah Jokowi.
Dalam situasi semacam ini, yang paling kikuk adalah JK sebagai elit nasional yang berada dalam pemerintahan namun juga memiliki kepentingan dengan pemenangan Anies Baswedan sebagai penyalur kepentingan politiknya dalam memperebutkan kursi Gubernur DKI.
Sejak semula sudah menimbulkan tanda tanya besar mengapa SBY yang dikenal sebagai jenderal peragu sekonyong-konyong memaksakan putranya maju bertarung meraih kursi Gubernur DKI, padahal masih dalam kondisi aktif sebagai TNI. Peristiwa keputusan politik SBY ini mematahkan imej peraganya selama ini. Tentu kalau bukan oleh suatu kalkulasi politik yang top urgent, keputusan semacam ini tidak akan diambil oleh SBY. Sialnya hingga hari ini belum terungkap dengan jelas apa sebetulnya kalkulasi politik SBY di belakang keputusannya itu.
Kelihatannya jelas bahwa diterjunkannya putranya sendiri ke dalam kancah Pilkada DKI dengan perhitungan harus menang kendatipun dengan cara non biasa. Jika analisa ini benar, maka di tengah timbulnya reaksi umat Islam yang begitu keras dan hebat terhadap penistaan yang dilakukan Ahok, SBY tentu diuntungkan dengan hal itu, diakui olehnya atau tidak. Perkara seberapa dalam pengaruh dan tindakannya terlibat dalam hal aksi massa umat Islam ini, memang agak sulit membuktikannya dengan jelas.
Terlepas dari perkara kepentingan SBY tersebut, faktanya umat Islam telah jauh bergerak membela agamanya dari penistaan oleh Ahok. Hasil yang dicapai menurut hemat saya cukup menggembirakan secara politis dan psikologis dimana umat Islam kini menyadari kemampuannya untuk menekan dan menggoyang “Tembok China Kekuasaan” dan membangun kesadaran persatuan umat.
Dalam ritme yang tidak mudah semacam ini, kepemimpinan umat yang awas terhadap pemain politik yang dapat menyambar di tikungan harus benar-benar dapat diantisipasi. Demikian juga kepentingan sempit dari permainan urusan Pilkada DKI harus dapat dilokalisir tidak masuk mewarnai urusan besar umat Islam yang berusaha meningkatkan kekuatan dan reputasi moral politiknya di hadapan srigala-srigala politik dewasa ini. Hal ini tentu akan diuji dalam perjalanan selanjutnya. Harapannya momentum ini adalah kebangkitan umat Islam di Indonesia, terutama dari segi moral dan psikologisnya. (sed)