Nusantarakini.com, Jakarta – Rencana demonstrasi besar-besaran pada 4 November 2016, rupanya telah membuat suasana kekuasaan tidak bisa tenang. Soalnya akan banyak dampak dari demonstrasi yang diperkirakan paling dahsyat dan besar sepanjang sejarah Indonesia. Pada 14 Oktober 2016 saja bisa mencapai massa puluhan ribu hingga menutupi sepanjang jalan di gambir, apalagi pada 4 November 2016 nanti.
Bukannya memenuhi tuntutan rakyat yang berdemo untuk tegakkan hukum terhadap Ahok karib dekatnya itu, Jokowi malah menjalankan suatu taktik yang gampang untuk dibaca.
Taktik pertama, dia mulai menjinakkan rival politik terbesarnya yaitu Prabowo. Menjinakkan Prabowo berarti menjinakkan Gerindra sekaligus melemahkan posisi PKS, PAN, PPP Kubu Romy.
Akhirnya dengan memaksakan diri pergilah dia menemui Prabowo. Tidak jelas hasil yang dicapai dari tujuan kunjungannya itu, namun untuk sementara Jokowi telah memastikan untuk mengetahui suasana kebatinan Prabowo terhadap dirinya. Mungkin saja jika membaca karakter Prabowo selama ini yang gampang terenyuh terhadap orang, apalagi di didatangi langsung oleh seorang yang menjabat Presiden, Jokowi telah mendapatkan dukungan atau setidaknya telah melemahkan sikap oposisi Prabowo terhadap kebijakannya. Jadi, jika nanti Jokowi menghantam para pengunjuk rasa pada 4 November 2016, Prabowo sudah agak lunak. Begitu kira-kira.
Setelah berhasil menemui Prabowo, dengan maraton Jokowi mengundang tiga ormas saja, NU, Muhammadiyah, dan MUI. Yang lain nggak dianggap. Artinya, dia tengah menjalankan taktik belah bambu. Belahan yang satu ditarik ke atas, belahan yang lain diinjak.
Rupanya kontan setelah acara pertemuan tiga ormas Islam itu, Muhammadiyah mengeluarkan seruan yang bernada melunak. Inti seruannya adalah Muhammadiyah secara kelembagaan tidak mau terlibat dengan unjuk rasa 4 November nanti. Namun massa Muhammadiyah tidak dicegah untuk ambil bagian. Ini sama saja lepas tanggung jawab dan balik badan.
Senyampang dengan kejadian itu, untuk menekan psikologis kaum Muhammadiyah, pengurus Muhammadiyah di Jawa Tengah telah diintimidasi oleh polisi agar tak ikut-ikutan. Pesannya jelas, yang di pusat sudah dijinakkan, yang di bawah jangan macam-macam. Apakah massa Muhammadiyah gentar dan memgurungkan tekad untuk turun aksi? Wallahua’lam.
Kalau NU secara struktural nggak perlu dibahas. Karena jauh-jauh hari telah menentang tuntutan adili Ahok. Pejabat NU struktural itu rupanya lebih memilih menyayangi Ahok ketimbang perasaan umat yang telah lama geram karena merasa diinjak-injak.
Di tengah langkah Jokowi yang mencoba memainkan taktik penjinakan, pengucilan dan plot penyergapan terhadap massa demo nanti, muncul lagi manuver SBY. Manuver SBY yang menghubungi Wiranto dan JK nggak jelas urusannya apa: apakah untuk melindungi para pendemo nanti atau hanya untuk kepentingan dirinya dan keluarganya.
Dalam situasi seperti ini, hendaknya waspada jangan sampai plot pengucilan, pengurungan dan penyergapan demo umat ini benar-benar diwujudkan oleh penguasa.
Mengingat karakter ideologis penguasa hari ini yang memang menyimpan kebencian terhadap penganjur Islam dan militansi agama, bukan tidak mungkin asumsi analitis ini akan terjadi.
Untuk hal itu, hendaknya dipastikan agar demo sebagai hak konstitusional warga, berjalan damai dan teratur. Antisipasi dan pengetatan keamanan demo oleh pihak pelaksana demo harus ditingkatkan. Komunikasi dengan komandan lapangan baik TNI maupun Polisi hendaknya diintensifkan. Provokator harus ditangani secara cepat jika terlihat bermain. Panduan demo tertib harus disebarluaskan ke khalayak. (sed)