Nusantarakini.com, Jakarta – Setelah inisiatif Jokowi untuk bertemu Prabowo di Hambalang tersiar luas, kini SBY tidak mau ketinggalan. Dia pun menemui Wiranto, pembantu Presiden Joko Widodo.
Dari kedua peristiwa tersebut, muncul penafsiran di tengah-tengah masyarakat bahwa SBY dan Jokowi sedang bersaing memperebutkan kendali atas gerakan rakyat yang tengah memanas.
Namun sebenarnya mereka hanya mencuri panggung saja di depan rakyat yang marah. Kendatipun mereka bertemu dan bernegosiasi berlusin kali untuk mencoba mengendalikan rakyat yang kini tengah berkobar-kobar marah terhadap elit-elit yang munafik dan kotor, kini tidak ada lagi pengaruhnya bagi rakyat.
Rakyat punya jalan pikiran dan aspirasinya sendiri menuntut Ahok untuk diadili. Sejatinya rakyat menuntut agar kemunafikan dalam penegakan hukum dan ketimpangan ekonomi yang makin parah diakhiri.
Jokowi boleh menerapkan politik belah bambu dengan merangkul elit-elit ormas seperti NU, Muhammadiyah dan MUI yang diundang ke istana serentak dengan mengucilkan tokoh-tokoh yang lebih populer di mata rakyat seperti Habib Rizieq Syihab, Arifin Ilham dan Tengku Zulkarnaen, namun usaha semacam itu hanya akan makin menguatkan penilaian rakyat betapa licik dan munafiknya rezim ini.
4 November 2016 rakyat bergerak mengepung istana tak akan bisa dihalang-halangi. Toh dari berbagai daerah sudah tiba di Jakarta. Ini membuktikan bahwa gerakan rakyat ini bukan kavlingnya orang Jakarta, tapi merupakan nasibnya rakyat Indonesia secara nasional. (sed)