Nusantarakini.com, Jakarta-
Gerakan Pemuda Islam Indonesia (GPII) merayakan milad yang ke-71 di kantor PP GPII Jl. Menteng Raya 58 Jakarta Pusat. Menurut Ketua Umum Pimpinan Pusat GPII, Karman BM, milad GPII pada hakikatnya merupakan momentum peringatan dan perenungan untuk kita semua. Bahwa, gegap gempita perjuangan pendiri GPII dan para founding fathers dalam mengawal proses kemerdekaan agama dan negara dari tangan para penjajah sebelum dan sesudah kemerdekaan adalah sesuatu yang sangat tidak mudah.
“Acara puncak milad GPII ke-71 ini, bukanlah acara serimonial sebagai ajang yang nyaris tak bermakna, namun di momen ini, kami mengajak terkhusus bagi kader GPII, kepada siapapun yang telah bersumbangsih untuk GPII dan seluruh komponen masyarakat yang telah menghabiskan energi dalam mengawal agama dan negara, agar dapat menangkap setitik hikmah untuk direnungi, dan dihayati sepenuh hati, bahwa jejak hayat perjuangan para pendahulu adalah sebuah keharusan untuk di sadari guna melanjutkan dan mempertahankan misi perjuangan,” kata Karman dalam sambutannya.
Lebih lanjut Karman menerangkan, GPII merupakan organisasi kepemudaan Islam yang didirikan oleh beberapa tokoh Islam dan tokoh bangsa di antaranya yaitu; M. Natsir, Anwar Tjokroaminoto dan K.H. Wahid Hasjim pada 2 oktober 1945, dua bulan setelah proklamasi kemerdekaan RI.
Sebagai laboratorium kepemiminan politik dengan penanaman nila-nilai keislaman dan kebangsaan, dan sebagai wadah yang menampung generasi Islam dalam memperjuangkan serta mempertahankan kemerdekaan agama dan negara. Namun demikian, kata Karman, bagi kader-kader GPII maksud dan tujuan pendiriannya itu harus dikontekstualisasikan dengan kondisi zamannya.
Krisis nilai keislaman dan nilai kebangsaan di kalangan pemuda sebagai tampuk pimpinan umat dan bangsa kedepan, lanjut Karman, kini telah menipis seiring dengan globalisasi dan terjadinya revolusi ICT; yang telah menghancutkan batas-batas kewilayahan satu negara.
“Bahkan tidak hanya itu, karena bisa mengancurkan batas-batasan ideologi suatu bangsa,” tegas Karman.
Karman merasa prihatin dengan semakin terkikisnya nilai-nilai keislaman dan kebangsaan. Hal ini, kata Karman, ditandai dengan berbagai persoalan yang menimpa pemuda, masyarakat dan negara pada umumnya seperti banyaknya kasus narkoba, banyaknya pemuda mudah berkecimpung dalam kelompok terorisme, pergaulan bebas dan lain-lain yang dipicu oleh paham individualism, liberalism dan kapitalisme tentunya merusak masa depan anak bangsa.
“Di situlah GPII harus hadir di tengah-tengah ummat. Membentengi dan memfilter ummat dan bangsa ini dari penjajahan gaya baru, yaitu paham-paham dan nilai nilai yang bertentangan denan nilai-nilai ke Islaman dan kebangsaan kita,” jelasnya.
Apa yang mesti kita lakukan? Menjawab pertanyaan itu, Karman mengutip intisari dari pikiran-pikiran Ibnu Khaldun, yaitu:
- Sebagai kader ummat, yang pertama kita lakukan adalah memperkuat bangunan organisasi kita dengan konsolidasi internal, perkuat pemahaman nilai-nilai keislaman dan juga perkuat jaringan dan solidaritas dengan sesama anak bangsa lainnya.
- Sebagai kader bangsa, kita harus lebih mengutakan pemahaman kebangsaan kita, dan membangun jaringan-jaringan sinergi dengan elemen bangsa lainnya. Solidaritas sosial kita tingkatkan. Kita turut membangun ukhuwah wathaniah.
“Kalau tidak demikian, maka GPII kita akan hanya tinggal nama dan NKRI kita hancur lebur. Naudzubillah,” kata Karman sambil berkaca-kaca.
“Secara internal GPII mengajak dan mendorong kader seluruh Indonesia agar tetap menyadari sepenuhnya bahwa eksistensi internal sejatinya perlu diperkuatkan dengan nalar keislaman dan kebangsaan sebagai persiapan dan kesiapan diri dalam menghadapi tantangan zaman yang terus berkembang,” tambahnya.
“Kader-kader GPII juga harus mengambil peran dan mengisi krisis juga kekosongan yang terjadi dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara dengan kesadaran Membela Agama dan Membela Negara – Islam Yes NKRI Yes,” pungkas Karman. (*mc)