Nusantarakini.com, Jakarta –
Ada satu pertanyaan, mengapa masyarakat Indonesia banyak yang terjerumus ke dalam praktik klenik dan perdukunan?
Baru-baru ini kita dihebohkan secara berturut-turut isu yang pekat dengan praktik klenik. Melibatkan orang-orang terkenal dan rasional, namun tidak menjadikan mereka terlepas dari sergapan praktik klenik.
Tersebutlah Reza Artamevia yang tersergap oleh solusi klenik ala Gatot Brajamusti. Demikian juga Marwah Daud Ibrahim yang tersedot oleh klenik Kanjeng Dimas Taat Pribadi. Kedua dukun tersebut sama: menawarkan solusi magis dan instan persoalan kehidupan yang ruwet. Tapi lagi-lagi ternyata palsu dan korup secara moral.
Pertanyaannya kenapa begitu banyak yang terjerumus ke dalam rayuan klenik? Ini terkait dengan frustrasinya masyarkat menghadapi persoalan hidup yang semakin kompleks dan berat. Akibatnya orang tersihir ilusi. Dikira solusi nyata, nyatanya ilusi. Apakah itu ilusi?
Ilusi adalah suatu persepsi panca indra disebabkan adanya rangsang panca indra yang ditafsirkan salah, dengan kata lain adanya penjelasan yang salah dari suatu rangsang panca indra.
Level yang lebih parah dari ilusi ialah halusinasi. Halusinasi adalah persepsi panca indra tanpa rangsang pada reseptor – reseptor panca indra. Jadi halusinasi itu adalah persepsi tanpa objek.
Apa yang terjadi pada Marwah Daud yang mempercayai praktik Kanjeng Dimas dapat dikategorikan sebagai ilusi. Ilusi ini akibat menumpuknya masalah dan obsesi yang ditanggung seseorang. Kita tidak tahu masalah dan obsesi apa yang ditanggung oleh seorang Marwah Daud.
Namun jika mencermati perjalanan pikirannya bahwa yang bersangkutan terobsesi besar dengan suatu nusantara yang kuat dan megah. Kanjeng Dimas menawarkan solusi atas obsesi Marwah Daud tersebut. Sayang, dia kehilangan saring pikiran kritisnya.
Adapun masyarakat umum, sederhana saja. Karena frustrasi, maka ingin solusi praktis dan cespleng. Tentu uang yang dapat berganda secara ajaib, membuat masyarakat umum terjebak dalam pengaruh klenik. (sed)