Oleh: Anshori
Media punya kekuatan luar biasa dalam mengarahkan opini masyarakat. Pada dasarnya berita dari media itu dituntut untuk adil dan akurat, agar memperoleh kepercayaan publik. Media besar seperti kompas menggambarkan dirinya kredibel, independen dan mengungkap dari kedua sisi, atau berimbang.
Kode Etik Jurnalistik juga mendorong media untuk memberitakan kejadian secara berimbang. Pasal 3 menyatakan bahwa “Wartawan Indonesia selalu menguji informasi, memberitakan secara berimbang, tidak mencampurkan fakta dan opini yang menghakimi serta menerapkan azas praduga tidak bersalah”. Berimbang (balance/cover both side) diartikan memberikan ruang atau waktu pemberitaan kepada masing-masing pihak secara proporsional.
Pertanyaannya, apakah kompas seperti apa yang dia klaim? Tulisan ini akan menyelidiki bias-bias kompas dalam pemberitaan kompas pada kasus mirna. Mengapa kompas? Karena bias kompas tidak kentara, karena itu lebih menantang. Jika kita bisa menyelidiki bias kompas, akan lebih mudah menyelidiki media yang sangat kentara biasnya. Mengapa kasus mirna? karena pada kasus ini kita tahu beberapa pihak-pihak yang bersaing berebut pengaruh opini hakim dan masyarakat.
Artikel ini akan terlebih dahulu memperlihatkan keberhasilan kompas dalam mencapai keberimbangan dalam pemberitaan Mirna itu, kemudian memperlihatkan bias atau sisi yang memihak.
- Dalam catatan indeks google, terdapat 25.900 judul berita sianida mirna pada web kompas. Sedangkan judul berita tentang salim kancil hanya 863 saja pada web kompas. Ini menunjukkan kompas memberi perhatian besar pada kasus ini, karena ruang yang diberikan kepada kasus ini sangat besar.
- Kalau kita membaca satu berita mirna, kebanyakan tidak berimbang. Kalau baca banyak berita tentang mirna di kompas, lain lagi. Pada satu berita, kita belum tentu mendapatkan sudut pandang dari pihak-pihak yang bersaing, yaitu pihak ayah mirna dan jessica. Sering berita itu satu sisi, kadang memberatkan jessica kadang meringankan jessica. ada berita yang menonjolkan sudut pandang ayah mirna (555 judul), pengacara jessica (749 judul). Kalau kita baca satu berita, kita sering menyimpulkan beritanya tidak seimbang, tetapi kalau melihat banyak berita, kita akan memperoleh berita dari sudut pandang kedua belah pihak. Dengan demikian, kompas memberitakan kasus ini baik dari sumber ayah mirna, maupun pihak pengacara jessica. Dari segi sumber, kompas berimbang dalam memberi kesempatan kepada narasumber yang bertentangan kepentingan ini.
- Memberi kesempatan yang sama pada narasumber dari kedua belah pihak saja, tidak cukup untuk disebut pemberitaan yang berimbang. Walaupun kedua pihak narasumber dihadirkan dalam pemberitaan, tetapi ada proses seleksi pembicaraan yang cenderung menguntungkan salah satu pihak dan merugikan pihak lain, itu namanya tidak berimbang. Kompas mengutip pendapat Prof. Sarlito sebagai ahli psikologi. Pendapat Sarlito Wirawan Sarwono tentang kasus ini ada yang memberatkan Jessica, ada yang meringankan Jessica. Namun, kompas hanya mengutip pendapat Pak Sarlito yang memberatkan Jessica. Sedangkan yang meringankan Jessica, tidak diberitakan. Kompas mengutip pendapat Prof. Sarlito yang membandingkan antara reaksi Jessica saat Mirna tergeletak, dengan reaksi suami yang menjauh dari korban. Ini pendapat Pak Sarlito yang memberatkan Jessica. Pendapat ini diberitakan oleh kompas. Ada yang kompas tutupi, entah sengaja atau tidak, yaitu pendapat Prof Sarlito, bahwa kalau dia awam, dia akan menyimpulkan Jessica yang meracuni Mirna, tapi sebagai ahli bukti-bukti tidak mencukupi untuk menyimpulkan Jessica pembunuhnya, seorang ahli harus terbuka dengan berbagai kemungkinan. Pendapat Pak Sarlito yang meringankan ini tidak diberitakan kompas.
- Kompas tidak mengadili, tapi menggiring. Berita kompas tidak meyimpulkan bahwa Jessica itu membunuh ataupun tidak membunuh. Kompas mengikuti perkembangan yang terjadi di pengadilan, dan mengutarakan pendapat dari kedua bela pihak. Kompas tidak mengadili suatu kasus hukum lewat korannya. Kompas membubuhkan paragraf berikut pada banyak berita tentang kasus ini. Paragraf itu adalah : Mirna meninggal setelah meminum es kopi vietnam yang dipesan oleh Jessica di Kafe Olivier, Grand Indonesia, Rabu (6/1/2016). Jessica menjadi terdakwa kasus tersebut. JPU memberikan dakwaan tunggal terhadap Jessica yakni Pasal 340 KUHP tentang Pembunuhan Berencana.” Berdasarkan paragraf tersebut, orang yang belajar logika, tidak akan menyimpulkan mirna meninggal karena minum es kopi vietnam yang dipesan oleh Jessica. Karena setelah A itu B, itu tidak berarti karena A, maka B. Akan tetapi pembaca awam sering menyimpulkan bahwa jika mirna meninggal setelah minum kopi, berarti mirna meninggal karena minum kopi. Dengan demikian, kompas menggiring pembaca awam, akan tetapi tidak bisa digugat karena dia secara logika tidak mengadili.
- Bias sering berbentuk pemberian pelabelan pada seseorang. Apakah kompas melakukan pelabelan? Kompas tidak melakukan pelabelan pada Jessica maupun pada ayah Mirna. Tapi dia melakukan pelabelan pada saksi ahli. Ada saksi ahli yang disebut ahli, ada saksi ahli yang disebut ahli pihak Jessica. Mengapa ahli yang dihadirkan Jaksa, polisi, maupun ayah Mirna disebut ahli tanpa embel-embel keberpihakannya, sedangkan saksi ahli dari pihak Jessica, disebut ahli dari pihak Jessica. Kompas memberi pelabelan yang lebih bagus kepada saksi ahli dari jaksa daripada saksi ahli dari pihak Jessica. Lihat judul berita 15 agustus 16: ahli: tak tampak upaya jessica menolong mirna berdasarkan rekaman cctv. Tanpa diimbuhi siapa yang menghadirkan, saksi ahli ini dikesankan netral dan objektif. Bandingkan dengan berita tentang saksi ahli yang meringankan Mirna: Ahli pihak Jessica: CCTV Olivier yang diekstraksi tak bisa jadi materi untuk dianalisis. Dengan diimbuhi siapa yang menghadirkan, yaitu pihak Jessica, saksi ahli ini dikesankan oleh kompas tidak netral dan tidak objektif. Padahal kedua saksi ahli itu sama-sama tidak netral.