Nusantarakini.com, Jakarta-
Kebijakan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok sebagai nahkoda Pemprov DKI, menuai kecaman keras Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta. Hal ini terkait dengan “ngototnya” Pemprov DKI (baca: Ahok) mengeluarkan Surat Peringatan kedua (SP 2) kepada warga Bukit Duri, Jakarta Selatan, 7 September lalu.
LBH Jakarta mengecam Ahok karena mengeluarkan SP-2 di saat proses gugatan class action warga Bukit Duri sedang berlangsung di PN Jakarta Pusat, terkait rencana penggusuran Pemprov DKI atas proyek normalisasi kali Ciliwung.
Kepala Bidang Advokasi Perkotaan dan Masyarakat Urban LBH Jakarta, Tigor Gendita Hutapea, dalam keterangan tertulisnya kepada Aktual.com, Jumat (9/9) menegaskan, bahwa tindakan Pemprov DKI Jakarta yang dipimpin Ahok merupakan bentuk penghinaan terhadap pengadilan. “Dan menghina proses hukum juga,” kecamnya.
Geramnya LBH Jakarta terhadap Ahok adalah, meskipun sudah jelas diamanatkan juga oleh Ketua Majelis Hakim, Riyono, yang telah meminta Pemprov DKI untuk bisa menahan diri dengan tidak melakukan proses apapun terkait normalisasi Ciliwung, termasuk penggusuran, hingga proses peradilan selesai. Namun kenyataannya, Pemprov DKI mengabaikan perintah pengadilan, dan tetap melanjutkan upaya penggusuran dengan menerbitkan SP-2 kepada warga Bukit Duri.
LBH Jakarta juga mencatat, sikap arogansi yang dipertontonkan pemerintahan Ahok menghina proses pengadilan kali ini bukan yang pertama. Tanggal 12 Januari 2016, Pemprov DKI juga menggusur warga Bukit Duri RW 10, RT 02, RT 11, dan RT 15, di saat gugatan warga sedang berjalan di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN). Warga menggugat surat perintah bongkar yang dikeluarkan Pemprov DKI.
Tigor juga sangat menyayangkan tidak konsistennya Pemprov DKI yang dipunggawai Ahok, yang seharusnya komitmen untuk taat pada konstitusi dan bukan pada konstituen. Ahok juga dinilai sering menggunakan pendekatan kekuasaan dan bukan pada pendekatan hukum.
Nampak sekali apa yang diperlihatkan sekarang justru menunjukkan Pemprov DKI bertentangan dengan konstitusi. “Yang mana seharusnya Pemprov DKI harusnya menjalani proses hukum dulu sebelum melakukan penggusuran,” kata Tigor.
Penerbitan SP-2 di Bukit Duri juga menunjukkan adanya kemunduran demokrasi di Jakarta. LBH Jakarta pun mendesak Pemprov DKI untuk menghormati proses pengadilan terkait dengan gugatan class action yang diajukan oleh warga Bukit Duri.
“Kami mendesak Pemprov DKI tidak melakukan penggusuran terhadap warga Bukit Duri selama proses persidangan berjalan di PN Jakarta Pusat hingga adanya putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap,” pungkas Tigor dalam keterangan tertulisnya. (*mc)