Jakarta – Ketika wahyu diturunkan kepada Nabi Muhammad Saw, pola, struktur, dan kebudayaan masyarakat di Mekkah dan Madinah masih sederhana. Termasuk di dunia pada umumnya. Belum muncul pabrik dan industri serta peranan kapital yang perkasa seperti dewasa ini. Pengelompokan masyarakat masih bersifat tradisional, belum sekompleks sekarang ini.
Namun bukan tidak ada ada masalah yang muncul dari relasi buruh dan majikan. Hubungan buruh dan majikan masih bersifat sederhana dan langsung, belum semekanistik zaman sekarang.
Karena itu kapitalisme yang muncul dan dirumuskan di Eropa oleh para ilmuan sosial seperti Karl Marx, Weber dan Durkheim benar-benar baru dari segi struktur masyarakat yang dibentuk oleh cara produksi baru berdasarkan peranan mesin dan kapital.
Sebab itu dapat dipahami, wacana kapitalisme tidak terekam dalam literatur awal Islam secara eksplisit, termasuk dalam Al-Qur’an dan Hadist Nabi. Padahal kita tahu kapitalisme merupakan problem besar dalam perkembangan umat manusia. Lazimnya, setiap masalah besar, akan senantiasa mendapat sorotan, baik sepintas maupun intensif, di dalam Al-Qur’an. Misalnya peristiwa penindasan Bani israel oleh Fir’aun maupun keblingeran Abu Lahab. Pertanyaannya kenapa? Apakah Al-Qur’an yang sarat muatan eskatologis itu tidak memiliki prediksi akan datangnya suatu zaman dahsyat bernama kapitalisme?
Sebenarnya akan kelirulah kita jika satu sisi membaca gejala kapitalisme dari sudut ilmu sosial yang dirumuskan baru beberapa abad belakangan ini dengan membandingkannya dari sorotan Al-Qur’an yang diturunkan hampir 1500 tahun yang lalu.
Al-Qur’an sebagai wahyu dari Sang Pencipta melihat kapitalisme dari segi hakikatnya, tetap bukan barang baru bagi perjalanan umat manusia di dunia. Jika kita ekstraksikan apa sebetulnya hakikat kapitalisme itu, bertemulah kita bahwa ternyata Al-Qur’an sudah memberi tanggapan dan catatan atas hal tersebut.
Lalu apakah sebenarnya kapitalisme itu dari sudut Al-Qur’an berdasarkan realitas dan hakikat kapitalisme itu sendiri? Hakikat kapitalisme hanyalah cara pandang dan paham manusia yang menganggap hidup hanya ada didunia dan keunggulan material masing-masing di dunia inilah yang jadi ukuran segalanya.
Realitas hari akhir itu tidak ada.Yang ada hanya di dunia ini, sekarang dan di sini. Semua pada akhirnya ditentukan oleh masa. Karena itu, masa amat bernilai bagi hidup manusia. Present value merupan konsep ukuran waktu yang populer dalam menjalankan bisnis.
Hakikat alam pikiran kapitalisme seperti yang diuraikan di atas, bukan barang baru. Kapitalisme tak ubahnya syariat bagi penyembah dunia dan harta.
Firman berikut dapat menggambarkan hakikat kapitalisme yang menjadi syariat manusia-manusia hari ini.
“Maka pernahkah kamu melihat orang yang menjadikan hawa nafsunya msebagai Tuhannya dan Allah membiarkannya berdasarkan ilmu, dan Allah telah mengunci mati pendengaran dan hatinya dan meletakkan tutupan atas penglihatannya? Maka siapakah yang akan memberinya petunjuk sesudah Allah (membiarkannya sesat). Maka mengapa kamu tidak mengambil pelajaran?”
“Dan mereka berkata.”Kehidupan ini tidak lain hanyalah kehidupan di dunia saja, kita mati dan kita hidup dan tidak ada yang membinasakan kita selain masa.” dan mereka sekali-kali tidak mempunyai pengetahuan tentang itu, mereka tidak lain hanyalah menduga-duga saja. (Al- Qur’an Surah Al-Jatsiyah : 23-24)
Abu Kuraib bercerita, dari Az-Zuhri, dari Sa’id ibnul Musayyab, dari Abu Hurairah r.a, dari Nabi Saw bersabda: bahwa dahulu orang-orang Jahiliah mengatakan, “Sesungguhnya yang membinasakan kami adalah malam dan siang hari, masalah yang membinasakan, mematikan, dan menghidupkan kami.” Maka Allah Swt menurunkan firman-Nya: Dan mereka berkata, “Kehidupan ini tidak lain hanyalah kehidupan di dunia saja, kita mati dan kita hidup, dan tidak ada yang membinasakan kita selain masa.” Mereka mencaci maki masa (zaman), maka Allah Swt. berfirman, “Anak Adam menyakiti-Ku; dia mencaci masa, padahal Akulah (yang menciptakan) masa. Di tangan kekuasaan-Kulah urusan itu, Akulah yang menggilirkan malam dan siang hari.”