Nusantarakini.com, Jakarta-
Nusantarakini.com, Jakarta – Johny Joshepus Lumintang patut dipertanyakan kepekaan nasionalnya. Meskipun calon jamaah haji asal Indonesia tersebut tersangkut hukum di Filipina, harusnya dia tidak boleh membiarkan jamaah haji ditampung di gereja. Apakah pemerintah Indonesia tidak bisa menolong dengan menempatkan 177 calon jamaah haji yang tertipu tersebut di hotel sederhana yang layak dan bermartabat.
Tidak pantas orang Islam yang hendak ke tanah suci ditempatkan di gereja dengan hanya karena tersangkut hukum yang tidak mereka ketahui.
Memang sejak Johny Lumintang bertindak sebagai dubes banyak sekali peristiwa yang mengesankan penghinaan terhadap Indonesia. Sebelumnya warga Indonesia berkali-kali ditargetkan sebagai sandera pemerasan bagi Abu Sayyaf.
Sudah sepantasnya Johny Lumintang dievaluasi, terutama dengan munculnya kasus calon jamaah haji yang menggunakan kuota Filipina.
Seperti yang terpantau, calon jamaah haji tersebut dalam kondisi pas-pasan yang membuat mereka rela ditampung, meskipun hanya tidur beralaskan lantai ubin yang dingin.
Mereka tak bisa berangkat menunaikan ibadah haji, lantaran dimanfaatkan sindikat penipuan asal Filipina yang menjanjikan mereka bisa ke tanah suci, menggunakan paspor palsu.
Mereka masuk ke Filipina menggunakan paspor wisata yang diurus oleh angota sindikat. Saat ditangkap pada Jumat lalu, mereka dikawan seorang warga Filipina yang bertindak sebagai pembimbing jemaah.
Saat ini, mereka menunggu akan dipulangkan ke tanah air untuk bisa kembali bersama keluarga.
Sebenarnya, kasus jamaah haji Indonesia yang berangkat ke Tanah Suci dengan memanfaatkan kuota negara Filipina bukan hal baru. Selama dua tahun terakhir, mereka sering ditemui di Bandara King Abdul Aziz Jeddah maupun Bandara Pangeran Muhammad bin Abdul Aziz Madinah
“Kemarin (dua hari lalu, Red) saya bertemu dengan tiga jamaah haji Indonesia yang tergabung dalam jamaah haji Filipina di bandara Madinah,” ujar Kepala Daerah Kerja (Daker) Airport Panitia Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) Indonesia di Arab Saudi Nurul Badruttamam. (sed)