Nusantarakini.com, Jakarta-
Dalam pikiran warga DKI Jakarta nampaknya sudah terbenam persepsi bahwa gubernur mereka Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok telah menerapkan kebijakan diskriminatif dan dzolim. Pengurus Forum Kemitraan RT/RW seluruh Jakarta membongkar fakta yang dilakukan Ahok. Mereka mengatakan telah menjadi ‘bulan-bulanan’ oleh Sang Gubernur. Bahkan ada yang namanya dikeluarkan dari Kartu Keluarga (KK).
Presidium RT-RW yang berasal dari Kecamatan Pademangan, Jakarta Utara, Andi Pane mengatakan, semakin hari Ahok semakin arogan dan zalim. Menurutnya, mereka terus-menerus dizalimi. Gubernur juga menggunakan para lurah untuk menekan dan mengintimidasi RT/RW yang tergabung dalam Forum RT/RW.
“Ancamannya, kalau masih terus bertahan akan dipecat. Lurah yang tidak mau mecat kami, juga akan dipecat.
Kami ke sini untuk untuk melapor dan minta arahan Bang Rizal Ramli,” kata Andi Pane, saat bertandang ke kediaman Rizal Ramli di bilangan Tebet, Senin (22/8).
Agus Iskandar, Ketua RW 012 Kelurahan Kebon Melati juga menyampaikan hal yang senada dengan Andi. Agus menyampaikan namanya sudah dihapus dari data KK. Jadi, dalam KK baru yang diterbitkan pihak kelurahan, yang menjadi kepala keluarga adalah istrinya.
“Penghapusan nama saya dari daftar KK, menyulitkan saya mengurus berbagai keperluan kependudukan. Termasuk tidak bisa mengurus sekolah anak saya. Saya sampai harus membuat surat pernyataan bahwa saya masih hidup di atas materai, agar anak saya bisa melanjutkan sekolah,” ungkapnya.
Delegasi Forum RT/RW yang lain, Haji Maming, mengeluhkan adanya peraturan Gubernur yang meniadakan peran RT dan RW dalam pengurusan surat-surat, baik urusan perizinan maupun keperluan kependudukan. Dengan peraturan ini, membuat KTP tidak perlu lagi pengantar bisa langsung ke Kelurahan. Data yang ada menyebutkan, saat ini ada 2 juta warga DKI yang belum memperoleh e-KTP.
“Saya menduga ini bagian dari rencana Ahok untuk memenangi Pilkada. Nanti para pendatang China yang sekarang membanjiri Indonesia dan khususnya Jakarta bisa mengurus KTP supaya bisa ikut mencoblos. Bayangkan, dengan cara ini dia bisa dapat tambahan jutaan suara. Biasanya, kecurangan Pilkada atau Pileg/Pilpres terjadi sejam sebelum penutupan. Saat itu siapa saja boleh mencoblos asal bawa KTP,” katanya seperti dilansir Beritaislam24h.com. (*mc)