Nusantarakini.com, Jakarta-
Sebanyak 23 terdakwa unjuk rasa buruh memprotes Jaksa Penuntut Umum karena menghadirkan saksi yang dianggap tidak layak. Bersama pengacara mereka, para buruh menganggap saksi polisi penangkap, Reinhard Marpaung melakukan penghinaan terhadap pengadilan. Hal ini disampaikan dalam persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada Selasa, 23 Agustus 2016.
Sebanyak 23 buruh, 2 pengacara LBH Jakarta, dan 1 mahasiswa dipidanakan karena terlibat dalam unjuk rasa menolak PP Pengupahan pada 30 Oktober 2016 di depan Istana. Mereka didakwa pasal karet 216 dan 218 tentang melawan aparat.
Saksi Reinhard Marpaung dianggap menghina pengadilan karena terus mengatakan lupa dengan kejadian penangkapan yang terjadi pada Oktober 2015 lalu.
“Pak Hakim, ini adalah saksi kelima yang tidak layak dihadirkan dalam persidangan. Saksi-saksi selalu berbohong dengan mengatakan lupa. Setiap pertanyaan yang kami tanyakan selalu dijawab dengan kalimat lupa. Ini sama saja dengan menghina persidangan,” kata Kuasa hukum dari LBH Jakarta, Arif Maulana.
Sebelumnya pengacara bertanya tentang siapa saja yang ditangkap pada saat kejadian dan dimana penangkapan itu terjadi. Namun, saksi selalu menjawab lupa.
“Saya menangkap 8 orang tapi saya lupa menangkap dimana,” kata saksi Reinhard Marpaung.
Ruang sidang bergemuruh oleh suara-suara buruh saat itu karena saksi selalu mengatakan lupa. Ketika salah satu terdakwa Yuni Wahyuni menanyakan hal yang sama dimana saksi menangkap terdakwa, saksi juga mengatakan lupa.
Padahal di dalam BAP saksi, tertulis soal penangkapan tersebut dengan rincian nama dan lokasi.
“Apakah ini sama saja dengan keterangan BAP palsu ketika saudara selalu mengatakan lupa? lalu siapa yang menangkap saya dan melakukan pelecehan terhadap saya?” teriak aktivis buruh dari Serikat Pekerja Seluruh Indonesia itu.
Pengacara juga menemukan kesaksian lain berbeda dengan keterangan dalam BAP saksi lainnya dari jaksa. “Anda menyatakan menangkap 8 terdakwa dan mendapatkan limpahan dari saksi Gultom. Tetapi nama nama terdakwa yang Anda tangkap dalam BAP sama sekali berbeda dengan yang ditangkap saksi Gultom. Majelis hakim kami ingin kita kembali ke KUHAP di mana saksi telah melakukan kesaksian palsu,” ujar pengacara terdakwa, Asfinawati.
Selain saksi yang tidak kompeten, para pengacara dan terdakwa juga menyatakan keberatan terhadap keterlambatan jam sidang. Persidangan kriminalisasi buruh ini dilakukan sangat terlambat karena molor lebih dari 5 jam. Sidang yang seharusnya dimulai jam 10.00 WIB tetapi baru dimulai kira-kira jam 15.00 WIB.
Ketika menunggu sidang dimulai, dalam ruang sidang para buruh menyanyikan lagu kekecewaan mereka atas keterlambatan yang selalu dilakukan dalam persidangan ini.
“Hakim sesat,pengadilan sesat. Hakim sesat, pengadilan sesat,” seru para buruh sambil bertepuk tangan, meminta hakim agar persidangan segera dimulai.
Jaksa mendakwa 26 aktivis itu dengan pasal karet melawan aparat (214 dan 216 KUHP) terkait aksi unjuk rasa menolak PP Pengupahan. Ini karena 8 ribuan buruh yang tergabung dalam Gerakan Buruh Indonesia berunjukrasa menolak PP Pengupahan menolak membubarkan diri.
Gerakan Buruh Indonesia terdiri dari Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia, Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia, Konfederasi Persatuan Buruh Indonesia, Federasi Serikat Pekerja Aneka Sektor Indonesia, Federasi Sektor Umum Indonesia, Konfederasi Serikat Buruh Sejahtera Indonesia, dan SBSI 1992. (*mc)