Nusantarakini.com, Jakarta – Pernahkah kita mengalami suatu penyesalan karena menyia-nyiakan kesempatan?
Pasti pernah. Manusia mana pun tidak ada yang luput dari kekeliruan dan kekhilafan.
Misalnya, ketika anak-anak kita masih kecil dan badan masih muda, kadang kita merasa santai saja menghabiskan umur. Tiba-tiba anak-anak kita sudah remaja, sedang beban domestik makin membesar, padahal badan makin rapuh, di saat semacam itu, acapkali timbul rasa penyesalan yang dalam: mengapa tidak waktu itu saya mati-matian mengumpulkan bekal untuk hari sekarang?
Penyesalan semacam itu kadang begitu emosional dan terasa betapa naif dan bodohnya kita melewatkan waktu terbaik tersebut. Bahkan kadang kita mengutuk diri, oh betapa bodohnya saya.
Demikian pun yang akan kita rasakan ketika nyawa telah terpisah dari raga. Kemudian hari pengadilan tiba. Kita akan mengutuk diri sendiri, mengapa selama di dunia, amal tidak ditumpuk sebesar-besarnya untuk bekal di hari akhir. Oh…betapa jahilnya saya.
Suasana jiwa manusia semacam itu di akhirat kelak dengan baik sekali digambarkan berkali-kali oleh Allah di dalam Al-Qur’an.
Salah satu ungkapan terkenal dari jeritan hati manusia yang menyesalkan berlalunya hidup di dunia tanpa amal yang memadai yaitu “ya laitani kuntu turoba”. Duhai, sekiranya aku dulu tanah dan tidak jadi manusia.
Ini adalah ungkapan penyesalan atas perbuatan menyia-nyiakan kesempatan dan tidak mempergunakan kemanusiaan untuk menghadapi hari berbangkit.
Tentu jika manusia dalam keadaan wujud material tanah, dia tidak akan dituntut pertanggungjawaban atas perbuatannya. Itulah yang disesalkan oleh manusia.
Tapi apa lagi gunanya. Penyesalan tinggal penyesalan. (sed)