Nusantarakini.com, Jakarta-
MUHTADI dan IZFAN
by Zeng Wei Jian
Selepas sholat Jumat, 24 Juni 2016, Damanhuri tidur-tiduran bersama anaknya yang masi balita. Sekitar jam 2 siang, pintu diketuk Izfan (19 tahun). Damanhuri tahu kemarin ada aksi warga menolak kedatangan Ahok meresmikan Ruang Publik Terbuka Ramah Anak (RPTRA) yang berlokasi di RW 16 Kelurahan Penjaringan.
Warga memblokir 3 akses jalan masuk RPTRA. Polisi mengerahkan 500 personil pengamanan, jebol pintu belakang ruko Bandengan Indah. Dari situ Ahok masuk dan keluar lokasi peresmian. Warga dikecoh. Alhasil, mobil Ahok dilempari batu.
Gubernur Ahok hanya 15 menit di lokasi peresmian. Video rekaman prosesi Ahok meninggalkan acara tampak tegang dan tergopoh-gopoh. Ahok bilang dia disambut warga dan anak-anak. Pentolan AMJU (Aliansi Masyarakat Jakarta Utara), Jamran bilang, “Ahok bohong itu, gak ada warga di sana. Itu semua PNS dan anak-anaknya. Warga, ibu-ibu, mereka nolak.” Menurut Jamran, warga melakukan aksi demonstrasi menolak kedatangan Ahok di tiga titik selagi Ahok meresmikan RPTRA.
Damanhuri tidak tau kalau kemarin, anaknya yang bernama Muhtadi (18 tahun) dan Izfan ikut aksi demo Tolak Ahok. Dalam aksi itu, Ahok berhasil diselamatkan dari terjangan hujan batu. Pasukan Huru Hara merilis beberapa tembakan gas air mata. Aksi saling timpuk batu bertahan sampai menjelang magrib.
Izfan bertanya apakah Muhtadi ada di rumah. Muhtadi sedang istirahat di lantai dua. Izfan dan Muhtadi adalah murid kelas 3 SMA PSKD III Pluit, Penjaringan. Sedang libur panjang. Tanggal 18 Juli, mereka akan masuk sekolah lagi.
Setelah ada jawaban, Izfan balik badan, keluar gang kecil. Damanhuri masih berbaring di lantai. Istrinya berteriak memanggil Muhtadi. Ngasi tau kalau ada Izfan.
Tiba-tiba, puluhan lelaki muncul. Beberapa orang di antara mereka merangsak masuk rumah Damanhuri. Tiga orang naik ke lantai dua. Mereka menyeret kerah baju bagian tengkuk Muhtadi.
“Ditenteng gitu,” kata Damanhuri.
Keluarga Damanhuri kaget. Tidak tau ada apa. Perwakilan gerombolan lelaki itu bilang bahwa mereka polisi. Damanhuri menyusul Muhtadi, keluar gang. Tapi dia tidak sempat lagi bicara. Dia hanya melihat Muhtadi dimasukan ke dalam mobil van.
Di Polres Jakarta Utara, Izfan dan Muhtadi dimasukan ke dalam sel tahanan kriminal. Kepala Sel (palkam) minta “uang gaul” sebesar 1 juta rupiah.
Keesokan hari, Ratna Sarumpaet datang ke Polres Jakarta Utara. Meminta polisi agar memisahkan kedua pelajar PSKD itu ke dalam sel tahanan khusus anak. Permintaan Ratna dipenuhi pihak Polres. Sejak itu, Muhtadi dan Izfan tidak lagi ditahan dalam sel kriminal dewasa.
Surat penahanan baru diterima Damanhuri pada hari Senin, 27 Juni.
Malam ini, tanggal 29 Juni, aktifis Lieus Sungkarisma mengirim foto dan surat penahanan kedua pemuda pemberani itu. Dia minta saya datang ke rumah orang tua Muhtadi yang berprofesi sebagai pedagang soto tangkar. Lieus hendak mengundang teman-teman buka puasa bersama di kedai soto Damanhuri, sambil konsolidasi bagaimana menyelamatkan dua pelajar SMA yang studinya terancam putus. Akibat ikut aksi menolak kedatangan Ahok di Kelurahan Penjaringan, Jakarta Utara.
Sayangnya, Damanhuri libur berdagang selama bulan puasa. Lagipula, dia pedagang soto keliling. Tidak punya kedai tetap sejak dua tahun lalu. “Sering diusir Satpol PP,” kata Damanhuri.
Damanhuri adalah warga RW 12 Kelurahan Penjaringan. Sudah puluhan tahun tinggal di sana. Kata Gubernur Ahok, para demonstran tolak Ahok adalah warga Kolong Tol.
Muhtadi dan Izfan dijerat pasal 351 KUHPidana junto pasal 160, 170, 212, 213, 55. Mereka diduga “telah melakukan tindak pidana penganiayaan dan atau mengganggu ketertiban umum dan atau melawan petugas”. Ancamannya maximal 5 tahun penjara.
Hujan turun deras sebelum saya tiba di rumah Damanhuri. Saya terpaksa berteduh di rumah kawan aktivis 98, Wignyo Prasetyo. Kami sempat bincang-bincang seputar soal penangkapan terhadap Muhtadi dan Izfan.
Menurut Wignyo, penahanan mereka adalah upaya untuk membungkam perjuangan rakyat Penjaringan khususnya dan perjuangan seluruh masyarakat korban gusuran pada umunnya. Tetapi tindakan tersebut tidak menyurutkan langkah rakyat. Tindakan represif juatru makin membuat ketidakpuasan dan kekecewaan semakin menumpuk.
“Saat ini, dua anak itu masih dalam tahanan polres. Mereka adalah warga RW 12 Kelurahan Penjaringan, bukan warga kolong tol. Meskipun ada juga warga kolong tol yang ikut terlibat aksi kemarin,” kata Wignyo.
Selain Muhtadi dan Izfan, ada Sugiarto yang kemarin sempat ditahan dan dibebaskan adalah Ketua RT 12 RW 12.
“Saya meminta kepada kepolisian untuk segera membebaskan mereka,” ujar Wignyo.
Sampai hari ini, berarti sudah hampir seminggu, Ibunda Muhtadi masih gemetar bila ingat anak ke-enamnya yang ditahan polisi itu.
“Mukanya pucat. Seperti kurang sehat,” katanya.
Menurut Damanhuri, anaknya tetap puasa selama meringkuk dalam tahanan polisi. “Tapi kalau malam, mereka ngeluh lapar. Ga ada makanan,” kata Damanhuri. Matanya berkaca-kaca saat menceritakan kondisi Muhtadi.
Keluarga Damanhuri memutuskan tidak pulang kampung saat lebaran. “Gimana bisa ninggalin anak yang ditahan polisi,” ujarnya. Saya sedih sekali mendengar kata-kata ini.
Saya bertanya LBH mana yang menjadi kuasa hukum Muhtadi dan Izfan. Keluarga Damanhuri tidak bisa menjawab dengan pasti. Mereka bilang ada bantuan dari Eggy Sudjana, Yusril Izha Mahendra, Yusron, Jamran dan Beni.
Damanhuri meminta saya menyampaikan pesan mereka kepada Mba Ratna Sarumpaet. Mereka bilang: Ribuan Terima Kasih.
THE END