Nusantarakini.com, Jakarta – Dalam satu bulan terakhir ini saya setiap hari tersenyum simpul, tertawa geli ketika saya membaca tingkah polah Partai Partai yang telah secara terbuka memberi dukungan pada Ahok yg akan maju menjadi Cagub Independen.
Ada partai yang usianya sudah lebih dari 50 tahun, ada partai yg dipimpin Purnawirawan Jenderal, ada partai yg dipimpin orator ulung dan kaya raya tapi sekarang semua "tersungkur" di depan kumpulan anak muda bernama Teman Ahok. Dan dengan Jumawa nya minggu lalu Teman Ahok katakan "Partai yg mau mendukung Ahok harus mendatangi kami" dua hari lalu Teman Ahok kembali mengeluarkan pernyataan "Partai yg mau mendukung Ahok harus membuat dukungan tertulis di atas Materai".
Gak kebayang orang-orang hebat, pemimpin-pimpinan partai yg punya ratusan anggota DPR dari tingkat II, I dan Pusat, punya menteri di kabinet tiba tiba patuh di dikte berkali kali seolah ketakutan dan kehilangan kepercayaan diri.
Hari ini, Pengalaman politik partai tua, pengalaman tempur sang jenderal dan buku-buku yg di baca sang orator tiba tiba menjadi tak berarti sama sekali. Wibawa partai hilang dihadapkan pada ancaman anak anak muda yg mengklaim sudah punya 1 juta KTP walaupun kenyataannya 1 juta KTP itu belum diverifikasi.
Tak terbayangkan semua kerja keras partai, semua uang yg di habiskan partai, semua power partai di Parlemen dan Kabinet seolah menjadi tak berarti. Kerja keras pengorganisasian, Kaderisasi ratusan kali dan bertahap dari tingkat kelurahan, kecamatan hingga Propinsi dan Pusat dari Rapat 10 orang hingga rapat akbar puluhan ribu kader sepertinya jadi tak bernilai. Ambulance, Pengobatan Gratis, Klinik, Santunan anak Yatim dan puluhan kerja kerakyatan saat ini menyerah tak berdaya dihadapan proganda dari dunia maya yg belum teruji.
Kerja politik puluhan tahun menguap dihajar propaganda 12 bulan via Facebook, Tweeter, Youtube serta media massa melalui 10 atau 20 kali konfrensi pers.
Partai terkapar, menghiba hiba, mengemis minta dilibatkan walau cuma jadi pendukung, walau cuma jadi suporter atau sekedar cheerleaders….. sedih tapi itu Fakta yg sedang bergulir dalam minggu minggu terakhir ini. Mungkin kalau Teman Ahok meminta para pejabat Partai itu mencuci piring dan gelas bekas rapat Teman Ahok, bisa jadi pejabat partai yg hebat itu akan berlomba mengambil sabun dan ember untuk menunjukan "kesetiaan" yg penting tetap diijinkan mendukung Ahok.
Aneh tapi nyata, partai partai itu ketakutan pada hantu. Hantu dunia maya yg menjadi besar karena cerita cerita walaupun belum satupun cerita itu teruji. Ada cerita 1 juta KTP tp belum ada verifikasi 1 KTP pun. Ada cerita dukungan publik maha luas padahal konser Ahok saja hanya dihadiri tidak lebih dari 3.000 orang, itu pun sudah dipancing artis artis ibu kota. Mungkin tanpa artis ibu kota, yg datang ke acara itu hanya panitia saja.
Coba tanya kader-kader partai yg sekian banyak jumlahnya, apakah mereka rela menyerakan "kedaulatannya" pada Relawan yg pasti bubar 10 hari setelah penghitungan suara selesai.
Entah apa yg dipikirkan partai-partai itu tak sanggup nalar mencerna nya. Dulu banyak pihak khawatir Relawan Jokowi berubah menjadi Partai tapi ternyata kenyataan hari ini berlawanan dgn kekhawatiran itu, hari ini di proses menuju Pilkada DKI, Partai lah yg berubah menjadi relawan.
Menjadi calon Independen seperti Aceng Fikri adalah hak. Partai mendukung calon independen juga adalah hak. Kedua hak itu sama sama harus dilindungi dan di jaga seperti hak kita untuk menertawakan partai partai itu juga harus dilindungi dan dijaga. (Anonim)