Nusantarakini.com, Jakarta – Menggelembungnya utang korporasi di China bakal memicu krisis besar finansial jika pemerintah gagal untuk mengatasi hal itu, Dana Moneter Internasional (IMF) memperingatkan, baru-baru ini.
Gelembung utang China yang naik ke rekor 237 persen dari PDB negeri panda itu pada kuartal pertama 2016, kini membayangi ancaman serius. “Utang Perusahaan makin serius – dan terus berkembang – sebagai masalah [di China] yang harus segera diatasi dan dengan komitmen untuk reformasi secara serius,” kata David Lipton, pejabat IMF.
Menggelembungnya utang korporasi negeri itu dapat memicu krisis finansial berikutnya setelah 2008 Amerika Serikat tumbang dihantam krisis. Tanda-tandanya memang sudah nyata dengan angka pertumbuhan China yang turun belakangan ini.
Yang sial adalah negara-negara yang dibanjiri utang oleh RRC. Negara-ngara debitor RRC tersebut secara otomatis akan terimbas jika krisis benar-benar meledak di China. Indonesia di era Jokowi yang getol memgutang kepada China, harus siap-siap menghadapi segala kemungkinan yang akan terjadi.
Tiga Bank plat merah yaitu Bank Mandiri, BNI dan BRI yang diguyur hutang sebanyak Rp 42 triliun oleh China dan sebagian dengan ketentuan pembayaran mata uang negara tersebut, akan menghadapi ancaman terseret krisis.
Sudah lazim, jika negara besar yang menerapkan sistem pasar yang satu sama lain terintegrasi dan terkoneksi, rontoknya satu bagian akan berdampak pada bagian lainnya.
Berbicara di Shenzhen, Mr Lipton juga menunjukkan potensi risikonya bagi perekonomian global. Risiko itu akan semakin nyata jika masalah itu tidak ditangani dengan cepat, dan bisa tumbuh menjadi krisis besar.
“Masalah utang perusahaan saat ini dapat menjadi masalah utang sistemik besok hari,” kata Lipton lagi. Dan “masalah utang sistemik dapat menyebabkan pertumbuhan ekonomi yang jauh lebih rendah, atau krisis perbankan. Atau keduanya.” Sebagaimana dikutip oleh Financial Times. (sed)