Nusantarakini.com, Jakarta. Soekarno memberikan nasehat kepada pemimpin Cuba saat berkunjung ke Jakarta. Di Kuba nasehat Itu dijakankan, sedang di Indonesia, nasehat penting itu dibuang ke “tong sampah”. Bahkan oleh Jokowi yang mendaku pengagum Soekarno. Hasilnya adalah Indonesia sekarang, sebuah negara yang menjadi mangsa eksploitasi negara-negara asing. Alamnya kaya, penduduk usia mudanya melimpah, tapi hanya bernasib sebagai penyumbang kekayaan bagi negara seperti Singapura, Amerika, Jepang dan sekarang China.
Cerita bermula. Di tahun 1960 datanglah Soekarno ke Kuba. Ia dibawa ke Istana dan ditempat khusus, Fidel minta diajari konsep-konsep revolusi. “Tuan Soekarno, negara ini memiliki semangat tersendiri dalam mewujudkan perubahan, kami berdiri disini sendirian dikelilingi negara-negara perkebunan tinggalan Spanyol dan Portugal, kami juga berdekatan dengan rajanya Kapitalis dunia Amerika Serikat, tiap waktu kami berjaga agar jangan sampai rudal Amerika menimpa kota kami, dan kami terpaksa bersekutu dengan Sovjet Uni agar kami aman. Memang Mao meminta kami agar bersama-sama membangun persekutuan politik, tapi karena Sovjet Uni menolak bila Mao ikut campur maka kami terpaksa melepaskan Mao, walau itu menyakitinya. Padahal kami merasa kami harus mandiri, tidak bergantung kepada negara lain seperti negara Tuan, Indonesia…”
“Begini, Yang Mulia Castro….. Sebuah negara pertama-tama harus mandiri. Itu persyaratan terbesar sebuah revolusi. Ia tidak boleh bergantung kepada siapa-siapa, kekuatan dirinya sendiri yang menjadi ukuran. Sebuah negara harus memiliki kemandiriannya, karena kemandirian ia akan mendapatkan tiga hal: Kehormatan, Kemanusiaannya dan Kepandaiannya. Nah, untuk mencapai ini kita harus tegar menghadapi badai godaan. Saya sendiri akan melawan bila negara saya dikelilingi koloni-koloni yang kemudian akan berkembang sebagai sebuah ancaman”
Lalu Fidel bertanya lagi. “Jadi apa yang harus dilakukan Kuba”. Soekarno menjawab “Yang harus dilakukan adalah pertama-tama Yang Mulia harus menganalisa kekuatan modal yang mulia, apa yang bisa dijadikan alat untuk mandiri, lalu gunakan modal itu 100% untuk kesejahteraan umum. Bagi saya kesejahteraan umum itu sumber kebahagiaan rakyat, negara tidak boleh menjadi tempat bagi penggarong atas nama kapital, atas nama komoditi”
Ajaran Soekarno ini kemudian benar-benar dipegang Kuba. Setelah kunjungan Soekarno, Castro memerintahkan UU Kesejahteraan Umum. Rumah Sakit, Sekolah, Sarana Publik dibuat sebaik mungkin demi kesejahteraan rakyat banyak. Sampai saat ini fasilitas kesehatan publik Kuba merupakan yang terbaik sedunia, rakyat mendapatkan hak-hak kesehatannya. Sekolah didirikan dengan gratis dan dibiayai negara. Sarana Publik amatlah rapi.
Sementara Soekarno harus mati dalam kandang sempit yang tak layak bagi orang sebesar dia. Soekarno mati, semua ide-nya mati. Lalu di Indonesia terjadi penggarongan luar biasa, Freeport dirampok, Newmont dirampok, ladang-ladang gas bukan lagi untuk kesejahteraan umum, ladang-ladang minyak, lahan kelapa sawit. Semuanya digarong tanpa sedikitpun mengalir ke sarana kesejahteraan umum. Rakyat dibiarkan hidup melarat.
Sekarang, lepas dari Amerika, Indonesia di bawah Jokowi bagaikan menggadaikan kekayaan negeri ini ke China. Mungkin di pikiran mereka berkata, dengan begitu akan terjadi keseimbangan pengaruh antara China dan Amerika di Indonesia. Lalu Indonesia bisa mengendurkan ketergantungannya yang sudah berkarat kepada Amerika. Tapi betulkah demikian?
Seperti yang diucapkan Bung Karno, syarat suatu perubahan besar adalah kemandirian, maka dengan mengalihkan kiblat dari Amerika ke China, maka yang ada adalah ketergantungan pula. Ibarat kata, Indonesia hanya berganti tuan semata. (sed)