Nusantarakini.com, Jakarta–
Kepala Badan Restorasi Gambut (BRG) Indonesia, Nazir Foead menegaskan agar perusahaan pemilik konsesi serius memperlihatkan itikad baiknya dalam upaya merestorasi gambut Indonesia yang rusak dengan tanpa ragu membagi data-datanya kepada BRG. Apalagi data itu akan digunakan oleh negara yang tengah berupaya keras agar bencana kebakaran lahan dan gambut tahun lalu yang kebanyakan terjadi di lahan konsesi, tidak terjadi lagi. Karena itu dia menyesalkan satu perusahaan besar yang harusnya bisa menunjukkan komitmennya kepada bangsa ini, justru tidak memberikan data-datanya. Hal ini diungkapkan Nazir pada kegiatan Konsultasi Publik Kerangka Pengaman Sosial Restorasi Gambut Indonesia, di Jakarta, (7/6).
Satu perusahaan yang tidak menunjukkan itikad baik untuk bekerjasama itu adalah APP (Asia Pulp and Paper), yang dikenal sebagai perusahaan pulp dan kertas terbesar di Indonesia. BRG telah memberikan kesempatan kepada APP sejak Februari untuk menyerahkan data, namun hingga kini tidak diserahkannya.
“Ada satu perusahaan bandel, yaitu APP. Sejak Februari dimintakan data hingga sekarang belum diserahkan. Kami kirimi surat resmi mereka berkata akan menyerahkannya saja ke KLHK (Kementerian Lingkungan Hidup). Tapi begitu kami cek ke LHK, mereka justru diminta menyerahkannya ke BRG. Sementara perusahaan-perusahaan lainnya tidak sesulit ini. Kita kan, harus menjaga untuk tidak bernegoisasi karena data-data pemilik konsesi ini menjadi penting. Data mereka akan kami overlay dengan yang dimiliki pemerintah. Hal ini untuk mendapatkan hasil yang adil,” jelas Nazir seraya menambahkan bahkan, AMAN (Aliansi Masyarakat Adat Nusantara) pun memberikan data-datanya untuk melihat wilayah adat mana yang ternyata masuk kawasan restorasi. J
Nazir berterus terang sangat kaget dengan cara yang diperlihatkan APP kepada BRG. Padahal BRG adalah lembaga negara yang dibentuk Presiden RI, Jokowi secara langsung untuk memastikan 2 juta Hektar lahan gambut yang rusak bisa dipulihkan hingga lima tahun mendatang.
“Saya kaget, karena di sini saya tidak mewakili NGO, dan ini atas nama negara yang tipoksinya jelas, langsung dari Presiden RI. Tapi mereka tidak mau bekerjasama sementara yang lain tidak masalah. Bisa saja kami memetakan tanpa data mereka, yaitu dengan versi pemerintah. Tapi itu akan merugikan perusahaan sendiri, karena perusahaan tidak mau memberikan data kepada kita untuk menjadi bahan pertimbangan,” jelasnya kepada media di Jakarta,
Nazir juga mengingatkan kepada semua pihak agar mementingkan kepentingan bangsa dan negara, dan bukan hanya kepentingan dan keuntungan usaha sendiri saja.
“Ini juga reminder, marilah kita tangani prioritas nasional, dari presiden, wapres, kementerian kita bekerjasama sebaik-baiknya. Niat baik kerjasama itu gampang kok ditunjukkan dengan tindakan. Ayo, ayo, mau bantu, mau bareng tapi tindakan konkretnya itu kok, susahnya minta ampun. Tidak ada manfaatnya bagi mereka bersikap begitu” tandasnya.
Nazir menambahkan sikap yang tidak kooperatif ini akan dikritisi dan juga akan ditindaklanjuti pemerintah, dalam hal ini langsung oleh KemenLHK. Dalam media briefing dilakukan bersama Sekretariat Negara dan BRG pada bulan Maret lalu, Kepala Staf Kepresidenan, Teten Masduki bahkan sudah menegaskan pemerintah meminta kepada semua pihak- dari masyarakat, NGO, pemerintah daerah dan perusahaan harus mau bekerjasama menyerahkan data-datanya. Teten bahkan dengan tegas mengingatkan perusahaan jangan membangkang, tapi mau bekerjasama. Mengingat bencana kebakaran lahan dan gambut harus mendapatkan perhatian serius dan penanganan yang baik oleh semua pihak.
Kerangka Pengaman Sosial Jangan Merugikan Masyarakat
Sementara itu menyinggung kegiatan konsultasi publik yang dilakukan BRG, tentang kerangka pengamanan sosial restorasi gambut Indonesia, Nazir Foead menandaskan harus dilakukan dengan prinsip mengakui, melindungi dan menghormati hak masyarakat yang ada di sekitar dan akan terdampak proyek restorasi. BRG menegaskan bahwa prinsip tersebut wajib ditaati dalam setiap pelaksanaan restorasi. Untuk itulah maka kerangka pengaman sosial (social safeguard) penting dilakukan.
BRG melakukan konsultasi publik terhadap rancangan Pedoman Kerangka Pengaman Sosial di Park Hotel Jakarta pada Selasa, 17/6. Konsultasi ini dibuka oleh Kepala BRG, Bapak Nazir Foead. Dalam sambutannya, Kepala BRG mengatakan: “Kita tidak akan menjalankan restorasi gambut dengan mengorbankan masyarakat yang ada di sekitarnya. Meski restorasi harus berjalan cepat tetapi prinsip kehati-hatian dan penghormatan pada hak masyarakat penting diperhatikan”.
Sementara itu, Deputi Edukasi, Sosialisasi, Partisipasi dan Kemitraan BRG, Myrna A. Safitri, menjelaskan bahwa rancangan pedoman ini telah disiapkan sejak bulan April lalu. Konsutasi publik bertujuan menggali masukan dari para calon pengguna pedoman ini dan publik lebih luas. Kegiatan restorasi gambut di tingkat tapak dilakukan banyak pihak, diantaranya instansi pemerintah daerah, korporasi dan lembaga swadaya masyarakat. “Mereka harus memberikan informasi yang jelas kepada masyarakat, dan memperoleh persetujuan untuk kegiatannya. Jangan sampai misalnya ada korporasi yang membangun sekat kanal hanya untuk kepentingannya sendiri tetapi berpotensi membanjiri lahan pertanian warga”, tegas Myrna.
Konsultasi publik menghadirkan Emil Kleden, pakar kerangka pengaman sosial. Selain itu terhadap rancangan pedoman Kerangka Pengaman Sosial ini juga diperoleh tanggapan dari Jaringan Masyarakat Gambut Riau, KKI Warsi Jambi, Dinas Pekerjaan Umum Kalimantan Tengah, Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia, dan ahli kerangka pengaman sosial dari Bank Dunia. Peserta konsultasi publik menyepakati bahwa restorasi gambut harus berpijak pada partisipasi masyarakat, tidak menghilangkan hak, tidak mengurangi akses, atau tidak merugikan masyarakat yang ada di sekitar proyek restorasi. BRG membuka masukan publik terhadap Rancangan Pedoman ini hingga tanggal 14 Juni 2016. (*mc/photo goriau.com)