Nusantarakini.com, Jakarta-
Hari ini, Kamis 26 Mei 2016, Media Berita Satu rilis kabar bahwa Gubernur Ahok mendisposisikan tugas meresmikan Ruang Publik Terpadu Ramah Anak (RPTRA) kepada Wagub Djarot. Ini contoh diskresi yang benar. Bukan “diskresi akal-akalan” seperti di skandal barter proyek reklamasi Teluk Jakarta. Warga Jakarta Utara menolak kehadiran Ahok. Selain ada Aliansi Masyarakat Jakarta Utara (AMJU), di Utara, khususnya di Koja, ada Yusri Isnaeni.
Tanggal 10 Desember 2015, Ahok memaki Yusri sebagai “maling” di gedung DPRD. Berulang kali. Video rekamannya berserakan di youtube. Saya tidak sanggup temukan dokumen historis sejak masa Soekarno sampai SBY ada fenomena serupa. Seorang pejabat setingkat gubernur memaki seorang warganya sebagai “maling”. Verbal abuse itu dilancarkan di depan kamera, in public. Hanya Ahok yang bisa begitu. Ahokers rilis slogan “Ahok memang beda”.
Kemarin malam, saya jumpa Yusri di rumahnya.
Beberapa kali permohonan interview saya gagal. Dikarenakan persoalan waktu. Yusri sering terpaksa memberi layanan jasa ojek sampai malam hari. Saya miris mengetahui hal ini. Dia seorang single mom. Putrinya bernama Anggun, baru kelas 3 SD saat mamanya dimaki sebagai “maling” oleh Gubernur Ahok.
Sebagai single mom, Yusri layak punya KJP (Kartu Jakarta Pintar). Dia memperoleh kartu bantuan itu di bulan September 2015. Termasuk penerima baru. Tapi alas, biasa terjadi di Jakarta, policy bagus tidak selalu mulus di implementasi. Berulang kali Yusri bolak-balik ke toko di Pasar Koja untuk membeli seragam dan perlengkapan sekolah Anggun. “Sampe 5 kali. Tapi toko tetep bilang KJP lagi offline,” tutur Yusri.
Karena itu, selain ingin tau seperti apa gedung DPRD DKI Jakarta, Yusri ditemani Ketua Gerakan Masyarakat Peduli Anti Narkoba (Gemapana), hendak menghadap Komisi E (Bidang Pendidikan). Kebetulan, saat rombongan kecil Yusri (terdiri dari 4 orang) tiba di gedung DPRD, anggota Komisi E sedang mengikuti rapat Banggar. Gubernur Ahok hadir. Rombongan Yusri menunggu di luar ruangan. Wartawan, media, kamera dan lampu-lampu blitz berserakan di sekitar ruang rapat.
Menjelang makan siang, Gubernur Ahok permisi meninggalkan ruang rapat Banggar. Wartawan segera menyemut di sekitar Gubernur yang ‘camera-face’ ini. Setelah caz ciz cuz dengan wartawan, Ahok berjalan pergi. Lampu dan kamera dimatikan. Saat berjalan itu, Abdul menghampiri dan bertegur sapa dengan Sang Gubernur. Abdul menyampaikan kabar soal beberapa kendala tehnis seputar KJP yang sering offline, mengapa struk transaksinya dari Bank BCA dan sebagainya.
Emosi Ahok langsung naik. Kamera dan lampu blitz langsung aktif. Wartawan media memburu. Yusri dipanggil. Beberapa saat kemudian, Ahok langsung memaki “ibu maling, ibu maling.” Ahok menyuruh ajudan menulis data diri Yusri. Dia mau penjarakan Yusri dengan jerat UU Perbankan. Ahok bilang KJP tidak boleh dicairkan. Yusri speechless. Dia kaget, tidak tahu harus bilang apa. Di hadapannya ada seorang gubernur sedang marah-marah.
Menurut Yusri, dia tidak tahu bahwa KJP itu tidak boleh dicairkan. Sewaktu dia mengisi formulir KJP, tidak ada poin ketentuan pelarangan semacam itu. Tidak juga ada sebuah Pergub pelarangan. Mungkin itu sebabnya, Ahok hendak menggunakan UU Perbankan untuk menyeret Yusri ke penjara.
Yusri “mencairkan” KJP di bulan November. Sebulan sebelum dimaki oleh Ahok. Menurut Yusri, banyak pemilik di daerah Koja sudah mencairkan KJP atas anjuran sejumlah oknum di pasar. Anjuran itu diperkuat toko yang menolak transaksi selain dalam bentuk cash. Alasan toko-toko itu adalah Bank DKI sering offline. Itu juga sebab mengapa Yusri bolak-balik ke Pasar Koja.
Di bulan November itu Yusri mencairkan dana sebesar 300 ribu. Setelah dipotong pajak 10%, nominal transaksi KJP-nya menjadi 330 ribu. Dana itu dia gunakan sebagai pembayaran biaya SPP Anggun yang nunggak 5 bulan. Anggun sekolah di SD swasta Al-Hairiyah, Jl. Mindi-Koja. Besaran SPP per bulan adalah 60 ribu rupiah. Jadi pas.
***
Dua hari setelah dimaki, Yusri ditelepon seseorang yang mengaku dari Kantor Gubernur. Namanya Hasanudin Ismail. Anggun mulai diolok-olok tetangga dan teman sekolah. Dia sempat boikot tiga hari tidak mau masuk sekolah. Akibat dibully bahwa “ibunya maling.”
Ismail meminta Yusri tidak memperkarakan Gubernur Ahok. Alasannya, Ahok sedang emosi hadapi banyak masalah. Jadi harap maklum. Permintaan itu direspon Yusri dengan mengajukan gugatan ke Polda Metro Jaya tanggal 16 Desember. Setelah sebelumnya mengadukan caci-maki Ahok ke Komnas Perempuan.
Yusri diterima dua orang staff Komisioner Dwi Ayu Kartika. Mereka memberi saran apa tidak sebaiknya berdamai saja. Yusri bertanya, “Kenapa?”
Staf Komnas Perempuan itu mengingatkan bahwa yang dihadapi Yusri itu Gubernur DKI Jakarta. Sampai tulisan ini dirilis, Yusri tidak pernah bertemu langsung dengan Dwi Ayu Kartika atau Komisioner Komnas Perempuan lain. Jawaban atas pengaduan Yusri ini pun dirilis via media. Hanya sekali saja.
Sejumlah netizen menulis komentar: BUBARKAN KOMNAS PEREMPUAN.
Saat di Polda, Yusri mesti isi formulir pelaporan. Polisi administrasi dengan santai membantu menuliskan formulir. Satu per satu data diisi petugas via tanya-jawab.
Petugas, dengan santai, bertanya siapa yang digugat. Matanya tertuju ke lembar kertas formulir.
Yusri menjawab: BASUKI TJAHAJA PURNAMA.
Si polisi bertanya, “aliasnya?”
“Ahok,” jawab Yusri.
“HAAHH..Ahok? maksudnya Gubernur?” Si polisi baru nyadar. Kaget.
Ruang Pelayanan Masyarakat Mapolda langsung geger. Gubernur Ahok hendak digugat seorang ibu muda yang video verbal abuse sang gubernur mulai marah di medsos.
Tanggal 5 Januari 2016, Yusri diminta Polda mengisi berkas BAP. Eggy Sudjana Law Firm sudah jadi kuasa hukum Yusri. Ahok digugat pasal 310 (Pencemaran Nama Baik) dan 311 (Fitnah).
Beberapa hari kemudian, Bang Eggy Sudjana mengirim sms ke Yusri. Isinya sebagai berikut:
“Kemarin sudah omong dgn kapolda dia bilang bagusnya didamaikan saja Ahok dengan Yusri. Jadi abang nungguin aja berita lanjut dari kapoldanya”
Yusri bilang dia mau minta Bang Yusril Izha Mahendra sebagai kuasa hukumnya. Sampai bulan Mei ini, gugatan Yusri atas Gubernur Ahok tidak ditindak-lanjuti Polda Metro Jaya. Namun karena tidak punya nomor kontak atau email address Bang Yusril, niat itu tak kunjung terlaksana.
Dia bilang antara “Yusril” dan “Yusri” cuma beda di huruf “L” saja.(*mc)