Nusantarakini.com, Jakarta –
Seiring dengan meningkatnya volume lalu lintas dan terbatasnya kapasitas jalan tampaknya minimnya fasilitas, kerusakan jalan dan meningkatnya jumlah kecelakaan berdampak pada berkurangnya kenyamanan pengguna jalan tol. Dalam catatan PT Jasa Marga (Persero) Tbk, tingkat kecelakaan relatif menurun dalam 3 tahun terakhir, yakni tahun 2012 sebanyak 1782 kecelakaan turun menjadi 1701 atau 4,55% dan turun lagi 0,47% pada tahun 2014. Akan tetapi, sayangya jumlah keluhan pelanggan cenderung meningkat sepanjang tahun 2014, jumlah pengaduan atau keluhan melalui telpon sebanyak 1.059, meningkat 22,9 persen dari tahun sebelumnya dengan jumlah 808 keluhan. Keluhan tersebut terutama berkaitan dengan berkurangnya kenyamanan di jalan tol seperti jalan berlubang, kemacetan, minimnya rambu dan sebagainya. Sejumlah komplain pengguna jalan tol yang cukup banyak diberitakan adalah saat Menteri BUMN Dahlan Iskan membuka paksa gardu tol akibat kemacetan yang cukup panjang. Selain itu, kasus kecelakaan Abdul Qadir Jaelani, putra artis Ahmad Dhani yang diduga disebabkan oleh minimnya peralatan dan fasilitas tol, minimnya penerangan jalan tol, serta kemacetan pada musim libur dan sebagainya.
Tarif tol adalah ongkos yang harus dibayar oleh pengguna jalan tol untuk mendapatkan manfaat adanya jalan tol yakni penghematan biaya dan waktu serta minimnya risiko kecelakaan. Dengan tarif tersebut pengguna jalan tol memberikan mandat kepada operator untuk memberikan pelayanan terbaik. Berkaitan sejumlah kasus pengaduan maupun komplain di media masa yang berujung pada tuntutan ganti rugi kepada operator jalan tol, PP No 15 Tahun 2005 secara eksplisit PP No 15 Tahun 2005 Pasal 87-88 menyebutkan bahwa hak pengguna jalan tol berhak menuntut ganti kerugian kepada Badan Usaha atas kerugian yang merupakan akibat kesalahan dari Badan Usaha dalam pengusahaan jalan tol dan pengguna jalan tol berhak mendapatkan pelayanan jalan tol yang sesuai dengan standar pelayanan minimal yang meliputi kondisi jalan tol yang baik, kecepatan tempuh rata-rata, aksesibilitas, mobilitas, keselamatan lalu lintas; dan, unit pertolongan, penyelamatan dan bantuan pelayanan.
Lebih dari itu, Pasal 92 PP No 15 Tahun 2005 menyatakan bahwa Badan usaha berkewajiban mengganti kerugian yang ditimbulkan oleh kesalahan badan usaha. Tuntutan peraturan perundangan, pihak operator jalan tol harus mampu memberikan kepastian pelayanan prima berupa baiknya kondisi jalan, keselamatan, mobilitas, kecepatan maupun pertolongan pertama. Layanan yang buruk di jalan tol akan berdampak pada kerugian pemakai jalan tol yang pada akhirnya badan usaha harus mengganti seluruh kerugian pemakai jalan akibat kesalahan atau kelalaian operator.
Memang harus diakui bahwa pelayanan tol tampak mengalami perbaikan yang ditunjukkan dengan adanya transaksi eloktronik, informasi tol, rambu-rambu dan sejumlah mitigasi risiko secara fisik dengan kelengkapan saranan seperti derek, ambulan dan sebagainya. Akan tetapi, kerangka aturan mengenai pelayanan tol relatif minim dalam rangka melindungi pemakai jalan tol. PP 15 Tahun 2005 dan Permen PU tentang SPM masih menyisakan sejumlah catatan yang perlu untuk diperhatikan diantaranya belum adanya sanksi bagi operator yang belum memenuhi SPM, SPM masih bersifat teknis belum mancakup pelayanan konsumen yang komprehensif. Hal ini merupakan celah bagi operator untuk menghindari kewajiban SPM dan tindak lanjut hasil evaluasi SPM terhadap konsumen tidak terpublikasi seperti belum tercapainya SPM yang berdampak pada penundaaan tarif. (*Gilang Purwata)
foto: lintasbogor