Nusantarakini.com, Jakarta –
Kasus dugaan korupsi pembahasan Raperda Reklamasi yang sudah menjerat Ketua Komisi D DPRD DKI Jakarta, M. Sanusi, ternyata berbuntut panjang dengan memanggil Gubernur Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok. Dengan dilayangkannya surat penggilan pemeriksaan terhadap Ahok oleh Tim Penyidik KPK, rencananya Ahok akan diperiksa dalam kapasitasnya sebagai saksi.
Hal ini seperti keterangan yang disampaikan oleh Plh. Kabiro Humas KPK, Yuyuk Andriati Iskak (8/5/16).
“Iya, dijadwalkan Selasa (10/5/16), untuk kasus reklamasi,” jelas Yuyuk.
Namun, kendati menyebut akan memeriksa Ahok, Yuyuk mengaku belum mengetahui untuk saksi siapa Ahok akan diperiksa.
“Saksi siapa, itu yang lagi aku tanyain, dan belum dijawab penyidik dari kemarin,” katanya.
Yang pasti kata Yuyuk, pemeriksaan Ahok sendiri menurutnya, akan dilakukan seputar teknis mengenai pembahasan reklamasi, bukan spesifik perihal kasus penyuapannya.
“Keterangannya lebih ke proses pembahasan Raperda, latar belakang penetapan besaran kontribusi tambahan, sama perizinan reklamasi yang dikeluarkan selama yang bersangkutan menjabat,” jelasnya.
Kasus dugaan penyuapan ini bermula dari operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan tim penyelidik dan penyidik KPK pada Kamis (31/3/16). Dari hasil OTT tersebut, tim KPK berhasil menciduk Ketua Komisi D DPRD DKI Jakarta, M. Sanusi, yang kedapatan menerima uang suap secara bertahap dari Presdir PT. Agung Podomoro Land Ariesman Widjaja, dengan nilai keseluruhan Rp 2 miliar. Hal ini seperti yang ditayangkan harianbernas.com.
Uang suap tersebut, disinyalir terkait pembahasan rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Provinsi DKI Jakarta 2015-2035, dan Raperda tentang Rencana Kawasan Tata Ruang Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta. Atas perbuatannya keduanya sudah ditetapkan tersangka dan ditahan di Rutan berbeda.
Sementara itu LBH Jakarta mencatat bahwa, pemerintah dinilai tidak transparan dalam menindak pelanggaran lingkungan yang diakibatkan dari reklamasi Teluk Jakarta. Keputusan moratorium yang diambil oleh Menteri Koordinator Maritim dan Sumberdaya Rizal Ramli, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Siti Noerbaya dan Menteri Kelautan dan Perikanan, Susi Pudjiastuti disebut hanyak akal-akalan.
“Ini penting keterbukaan, supaya kita sebagai masyarakat bisa memberikan masukan. Kalau terjadi pelanggaran harus ditegakan hukumnya, misalnnya pelanggaran lingkungan,” ujar Pengacara Publik Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta, Tigor Hutapea, di dalam acara konfrensi pers di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, Minggu (8/5).
Pemerintah pusat dan Pemrov DKI Jakarta tidak pernah melibatkan masyarakat pesisir pantai Utara Jakarta dalam menerbitkan izin reklamasi. Termasuk saat mereka memutuskan untuk menghentikan sementara proyek senilai Rp500 triliun itu. Padahal masyakat adalah korban pertama saat kebijakan itu disepakati dengan pengembang.
“Tidak pernah melibatkan masyarakat dalam proses moratorium, padahal reklamasi bedampak berdampak pada lingkungan dan nelayan,” tambahnya. (*MC)
Foto: Zeng Wei Jian