Politik

Kelanjutan Perjuangan Sidang Istimewa 2017

Nusantarakini.com, Jakarta –

Hari ini sudah sore, dari tadi saya menerima telepon cukup banyak dari saudara-saudari seperjuangan yang menanyakan soal Sidang Istimewa. Mereka dari banyak elemen, Mahasiswa, Aktivis dan Kelompok-kelompok Rakyat baik dari Nasionalis maupun Agamis; juga Kerakyatan.

Saudara-saudari ini menyampaikan bahwa hingga 28 September 2017 mereka semua sudah stand by. Ketika saya bergerak ke Senayan, mereka juga bergerak. Dari data yang saya terima, massa aksi sebesar 200 ribuan siap ke Senayan. Tapi mereka memahami, bahwa saya membatalkan ke Senayan seperti yang sudah saya sampaikan sebelumnya, karena akan berbahaya. Saya sudah mendapat info yang akan mematikan kita semua. Karena kita akan dianggap mendompleng aksi Tolak Perppu Ormas. Jika saya sudah mendapat info, tapi saya tetap jalan, ini sangat tidak bijaksana, karena saya akan mengorbankan nyawa banyak orang.

Intinya adalah, jika kita mau bergerak lagi nanti, syaratnya adalah kita bergerak dengan satu tujuan; yaitu Sidang Istimewa. Kami sudah menyampaikan surat ke DPR untuk menggelar sidang Istimewa dan Pemakzulan Jokowi. Kita masih bisa menanyakan lagi dengan audiensi atau Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU), meskipun DPR tidak menjawab. Hanya saja kita harus bergerak serempak. Dengan satu agenda, tidak bersamaan dengan agenda-agenda aksi lain. Langkah kita ini sesuai proedur hukum dan Pro Justisia Konstitusi.

Kita tidak bisa mengandalkan Para Anggota DPR untuk mengundang begitu saja. Mereka harus disadarkan bahwa Negara ini adalah milik Rakyat, bukan milik Partai-Partai Politik. Dan yang bisa menyadarkan satu-satunya adalah Kekuatan Rakyat. Mengenai soal keamanan, kita ikuti aturan hukum dengan melakukan pemberitahuan ke Polisi. Polisi pasti akan memberikan Surat Tanda Terima Pemberitahuan (STTP), jika melihat tidak ada agenda di DPR yang berpotensi menimbulkan gejolak konflik. Seperti aksi besar dengan agenda lain. Itu sudah menjadi aturan perundangan atas kebebasan menyampaikan pendapat dan berdemonstrasi. Karena bagaimanapun Polisi tidak berhak ikut berpolitik praktis, tapi justru wajib mensukseskan kegiatan Rakyat dalam menata kembali Organisasi Negara. Sehingga Polisi tidak memiliki alasan untuk memaksa kita menghentikan langkah politik kita. Politik Rakyat yang merupakan Politik Tertinggi dalam sebuah Sistem Negara.

Lantas, apa kita bisa membiarkan saja Negara terus dikuasai oleh Kelompok Oligarki dan Taipan yang saat ini sedang dikontrol Cina (RRC-PKC) demi satu kepentingan besar; yaitu Kolonisasi atau Penjajahan atau Imperialisme (Paham Penjajahan). Semua kembali pada Rakyat dan Kelompok-Kelompok yang menginginkan Kedaulatan di Tangan Rakyat.

Lantas apakah saya sebagai Koordinator dan Penanggung Jawab Pelaporan dan Permintaan Sidang Istimewa dan Pemakzulan Jokowi diam begitu saja? Tentu tidak, kita ingin benar-benar solidkan di antara kelompok-kelompok pergerakan semuanya, sampai benar-benar solid. Momentum yang kita sedang kita proses adalah mengulang konsolidasi kembali.

Karena untuk satu perubahan mendasar, kita tidak bisa berharap lewat Pemilu dan Pilpres 2019. Harapan itu justru akan merusak dan dengan mudah Rakyat diperdaya oleh Kongsi-kongsi baru Oligarki dan Konglomerasi Taipan.

Perlu saya ingatkan, bahwa kondisi saat ini kita berhadapan dengan Negara Oligarki yang dibentuk paska reformasi yang menunggangi Kekuatan Rakyat bersama Asing dan Konglomerat Taipan yang saat ini dimanfaatkan untuk Kolonisasi Cina.

Akan tetapi Negara Oligarki dengan jaket-jaket politiknya berwujud partai-partai politik tersebut di dalamnya. Saya yakin masih ada orang-orang yang berpihak pada Rakyat. Oleh karena itu, kekuatan Rakyat harus dihidupkan kembali dan berani menolak agenda “Suap Menyuap” atau “Gerakan Wani Piro” yang hanya menguntungkan kantongnya sendiri dan kelompoknya. Kita harus berpuasa sampai Rakyat benar-benar mampu memegang Negara secara kuat. Ini Sistem yang harus dikembalikan ke Rakyat.

Persoalan siapa yang memimpin atau menjadi Presiden kelak itu bukan soal. Mau Prabowo, Gatot Nurmantyo atau mungkin Saudara-saudari dari aktivis Kalangan Muda yang punya kemampuan menjalankan perintah-perintah Rakyat. Itu persoalan nanti. Yang terpenting adalah, kita selenggarakan Sidang Istimewa dengan agenda :

1. Cabut Mandat Jokowi-JK.
2. Kembali Ke UUD 45 Asli.
3. Perkuat Hak-Hak Rakyat Pribumi.
4. Bentuk Pemerintah Transisi.

Pemerintah Transisi ini hanya bisa berjalan antara 3 (tiga) sampai 4 (empat) tahun. Tetapi idealnya 3 (tiga) tahun. Setelah itu baru kita akan melihat calon-calon Presiden yang mampu menjalankan perintah-perintah Rakyat.

Salam perjuangan untuk semuanya. Merdeka..!!!!

*Yudi Syamhudi Suyuti, Ketua Presidium Musyawarah Rakyat Indonesia (MRI).

Terpopuler

To Top