Warkop-98

Pemuda Khonghucu Tolak Patung Dewa Perang Cina

Nusantarakini.com, Jakarta – 

Barusan, Kristan dari Gerakan Muda Konghucu (GEMAKU) kirim pesan WA. Dia bilang “Pendirian Patung Kwan Kong di Tuban Tidak Peka Terhadap Keutuhan Berbangsa dan Bernegara”. Tulisannya tayang di situs Kupasmerdeka.com.

Syahdan, bahkan Gerakan Muda Konghucu ikut serta dalam barisan 50-an ormas menuntut Patung Semi Kolosal Kwan Kong dirobohkan. GEMAKU ada di nomor urut 54 dari daftar peserta ormas.

Mendirikan patung gede, mencolok mata, berciri khas asing, dengan tabrak aturan dan ngeles dengan “Pemutihan IMB”, di tengah-tengah ekonomi dan politik morat-marit adalah sebuah “Kegenitan Kultural.”

Saya berharap, publik bisa membedakan antara budaya, karakter nilai yang diwariskan sosok Guan Yu (Kejujuran, Loyalty, dan Ksatria), dan kelakuan si para pembuat patung.

Hendaknya, “kegenitan” segelintir pembuat patung ini tidak menghalangi kita belajar mengadopsi karakter baik seorang Guan Yu. Apa pun alasan mereka, pendirian monument ini memproduksi dampak gaduh. Alih-alih bikin harmoni, yang ada malah bikin ribut.

Nasionalisme itu bisa dimanifestasikan via “state ideology” dan, yang ini ngga dimengerti para pembuat patung, gerakan popular (non state). Dimensi “Gerakan Popular” meliputi budaya, civic, etnik, religius dan garis ideologi. Makanya ada istilah-istilah macam ethnic nationalism, cultural nationalism, left-wing nationalism dan sebagainya.

Paling bahaya adalah “diaspora nationalism”. Benedict Anderson menyebutnya “long-distance nationalism”.

Misalnya nationalist feeling dari orang-orang Irlandia di Amerika, Armenians di Eropa atau Lebanese in America and Africa. Paling ngetop adalah Diaspora Yahudi all over the world. Komunitas Jews mempertahankan “diaspora nationalism” sejak the expulsion from Jerusalem (586 BCE). Ngga heran, bila mereka sering disebut “Kolone Kelima” (Fifth Column) atau Musuh Dalam Selimut.

Ben Anderson menyebut aksi diaspora-nationalism sebagai “phantom bedrock” (batu hayalan) karena orang-orang ini “want to experience a national connection, but who do not actually want to leave their diaspora community”.

Itu persis kelakuan para pembuat patung. Mereka mestinya meninggalkan Tuban, “stay in Hubei,” kalau ingin merasakan “national connection” dengan punya Patung Guan Yu segede gaban. [mrm]

*Zeng Wei Jian, Penulis Lepas Tionghoa.

Terpopuler

To Top