Opini

Strategi Diam Tiongkok, Ternyata Begini Hasilnya

“Siapa yang sebenarnya yang mengatur ekonomi dunia? Washington atau Kantor Ekspor Beijing?”

Nusantarakini.com, Jakarta –

TIONGKOK menyerang dengan senyap tanpa satu peluru pun. Tanpa konferensi pers, tanpa ancaman bahkan tanpa satu kata pun yang keluar dari pejabatnya.

Tiongkok diam dalam sunyi, tapi mendadak semua pengiriman barang dihentikan ke Amerika Serikat (AS) dan seketika pelabuhan Amerika pun ikut sunyi, mulai kosong tanpa kesibukan.

Seluruh pelabuhan Amerika mulai kosong. Tidak percaya ya Amerika adalah ekonomi terbesar didunia?

Mari kita lihat data eksport tanah jarang dari Tiongkok ke Amerika menghilang kurang dari seminggu, sejak “Rambo” Trump mengkobarkan perang tarif.

Yang Mulia Menteri keuangan Amerika, Scott Besset, sampai memohon minta telepon sama Presiden Xi Jin Ping. Namun, di depan kamera Yang Mulia Scott Bessent mengatakan Amerika lebih kuat dari sebelumnya.

Ironis sekali! Saat bersamaan indeks dollar jatuh ke bawah 99.2, terendah sejak awal tahun. Yield obligasi naik tajam. Investor asing bukan hanya khawatir tapi kabur.

Milliaran dollar kabur dari pasar utang Amerika dan semua ini terjadi tanpa satu peluru pun dilepaskan.

Ini bukan negosiasi tapi ini adalah pembongkaran ekonomi secara sistematis yang sunyi senyap tapi mematikan.

Pertanyaannya adalah sekarang apa sebenarnya yang sedang terjadi? Mari kita melihat Komponen paling vital dari logam tanah jarang.

Logam tanah jarang ini bukan hanya buat mainan anak-anak, tapi bahan baku vital untuk segala teknologi tinggi, industri persenjataan pertahanan militer mulai dari jet tempur, rudal, kapal perang, mobil listrik, smartphone dll.

Siapa yang menguasai? Tiongkok jawabannya. Menurut data Atomous Intelligence, Tiongkok saat ini mengontrol 87% produksi tanah jarang dunia dan untuk logam tanah jarang lebih kritikal, heavy rare earth, angka ini hampir 100%.

Artinya kalau mereka batuk, semua industri global pilek. Dan bulan Mei yang lalu mereka bukan cuma batuk tapi menutup hidung ekspor ke Amerika.

Hanya dalam sebulan tidak ada ekspor ke Amerika, tercatat volume cargo terendah sejak lockdown tahun 2020.

CEO Long Beach mengatakan: “tidak ada satu pun kapal dari Tiongkok yang datang dalam minggu terakhir ini.”

Ini bukan sekedar gangguan teknis, tapi pemutusan arteri ekonomi secara perlahan tapi mematikan dibungkus rapi dengan jargon diplomatis.

Scott Bessent, Menteri keuangan AS berteriak menjelek-jelekkan Tiongkok karena menahan barang penting.

Dan hampir setiap hari “Rambo” Trump mengadakan Press Conference, “China, China, dan China.” Tapi secara diam-diam tanpa malu-malu minta ketemu Mr Xi.

Semikian juga Scott Bessent, di muka umum bicaranya galak, tapi memohon Mr Xi untuk ketemu menyelesaikan masalah ini.

Nampak sekali panik, Trump memperpanjang pengecualian tarif import untuk barang-barang seperti smartphone, alat medis dan semi konduktor sampai Agustus 2025.

Rupanya Trump lupa satu hal yang penting, rantai pasok bahan bakunya dikunci oleh Tiongkok. Jadi ini bukan mandiri tapi ketergantungan tingkat dewa.

Dan Trump ngotot memperluas kontrol ekspor software desain 7 chip seperti sinopsis dan cadence ke Tiongkok.

Bahkan AS lebih memperkeruh suasana lagi dengan ancaman sanksi buat negara yang beli chip 7 namo m dari Huawei.

Dari luar kelihatan tegas dan mematikan, tapi yang sebenarnya seperti orang main poker yang kartunya sudah dibaca oleh lawan dan kartu as nya juga sudah di tangan lawan.

Mr Xi tidak ada pressconference. Tidak ada pejabat Tiongkok yang berkoar-koar setiap hari. Mr Xi hanya senyum-senyum tapi mematikan.

Salam INDONESIA maju. [mc]

*Chen Yi Jing, Pemerhati Ekonomi dan Geopolitik. 

Terpopuler

To Top