Konstelasi Politik Pasca Heboh Ijazah Palsu Jokowi

Nusantarakini.com, Jakarta –
Sebetulnya, kasus ijazah Palsu Jokowi dianggap sebagai suara Barisan Sakit Hati (BSH) yang belum terima keadaan bahwa group Jokowi yang menang dalam Pilpres 2024 dengan mengusung Prabowo Subianto (PS) dan Gibran Rakabuming Raka (GR). Padahal sebagian dari pendukung Anies (AB) sudah jelas-jelas menyatakan menerima hasil Pilpres 2024 dan mendukung Pemerintahan PS, tapi diam-diam tidak mendukung GR sebagai wapres karena disebut sebagai Anak Haram Konstitusi.
Pengamat intelejen juga mengatakan bahwa kekuatan politik setelah Pilpres 2024, terbelah menjadi 3 poros sesuai Capres yang berkontestasi. Tapi perlahan tapi pasti, butiran kristal kekuatan massa bergerak kepada dua poros yaitu :
- Group Jokowi, yaitu Presiden PS dan Wapres Gibran serta partai-partai politik pendukungnya yang termasuk dalam KIM dan kemudian meluas menjadi KIM plus, lalu berubah lagi menjadi KIM plus plus setelah partai lain mendukung PS sebagai Presiden. Dari sisi kesehatan demokrasi, sebetulnya ini menjadi wabah penyakit dengan ketiadaan oposisi. Sekarang, soliditas Koalisi KIM plus plus ini juga menjadi riskan dengan perpecahan. Malah banyak pengamat politik yg menyatakan sdh pecah sejak lama. Parpol pengusung dan pendukung capres yang kalah dalam Pilpres juga sudah secara terang-terangan mendukung Pemerintahan PS, tetapi tidak solid dalam mendukung Gibran sebagai Wapres.
- Group Anies Baswedan (AB), yang kalah dalam kontestasi politik pada Pilpres 2024 tetapi tetap mendapat dukungan dari masyarakat, walaupun AB dan Muhaimin hanya memperoleh suara 26%. Seolah perolehan suara itu menjadi wajar (tidak curang dan tidak dicurangi) karena 26% itu diasumsikan sebagai gabungan perolehan suara dari 3 parpol pengusung AB yaitu Nasdem, PKS dan PKB. Walaupun parpol pendukung Anies sudah lebur dan bubar tetapi sebagai kekuatan massa, pendukung AB belum bubar dan terus mendukung Anies. Itu dibuktikan dengan dukungannya kepada Cagub dan Cawagub DKI Jakarta, Pramono dan Rano yang meraih sukses setelah di menit-menit terakhir kampanyenya dapat dukungan dari group Anies, yang disuarakan oleh Geisz Chalifah. Secara tidak langsung, inilah kekuatan politik massa yang layak disebut oposisi, walaupun Non Parlemen, dan menempatkan Anies sebagai tokoh oposisi.
Dari situlah, apapun kegaduhan dan isu yang muncul di kalangan masyarakat, pasti pengamat politik dan intelejen selalu mengaitkannya dengan AB. Karena filosofinya pengamat politik dan politikus serta pengamat intelejen yaitu “Tidak ada yang kebetulan terjadi di dunia ini, semuanya adalah hasil rekayasa politik (kekuasaan), baik secara langsung ataupun tidak langsung.” (Kekuatan politik dan intelejen sudah seperti kekuatan Tuhan).
Dalam kaitan dengan kasus Ijazah Palsu Jokowi, siapa yang getol (intens) menyuarakannya? Semua sudah mafhum, itulah TPUA (Tim Pembela Ulama & Aktifis) yang didirikan oleh FPI dan dilanjutkan oleh Eggi Sudjana (Aktifis dan Alumni HMI), yang menjabat sebagai Ketua atau Presiden TPUA.
Belakangan, setelah ramai diperbincangkan khalayak dan media, lalu TPUA pergi ke Yogya dan Solo pada 15 dan 16 April 2025. Muncullah nama-nama baru yang melesat namanya ketika mereka hadir di Yogya, ke UGM dan mengadakan konferensi pers (konpers) setelah diterima oleh pihak Rektorat UGM. Mereka adalah Roy Suryo, Dr. Tifa dan Dr. Rismon Hasiholan Sianipar, yang merupakan Alumni UGM dari fakultas yang berbeda. Mereka prihatin kepada Kampusnya (UGM) yang mau menerbitkan ijazah palsu bagi Jokowi. Kali ini yang terpojok bukan hanya Jokowi, mantan Presiden RI, tetapi juga UGM sebagai institusi Pendidikan yang kredibel dan termasuk tertua di Indonesia.
Tudingan politisi, buzzer, pendukung Jokowi dan pengamat intelejen bahwa kegaduhan ijazah palsu Jokowi ini adalah ulah sebagian ummat Islam garis keras pendukung AB, mulai goyah. Karena tudingan dan tuduhan itu menjadi tidak obyektif setelah muncul ketiga orang Alumni UGM tsb. Sebagaimana kita tahu, Roy Suryo, pakar Telematika, mantan Anggota DPR dari partai Demokrat dan mantan Menpora pada era SBY. Dr. Tifa, seorang wanita pintar dan cerdas yg tidak bisa tinggal diam ketika kejujuran diabaikan. Dr. Rismon Hasiholan Sianipar, pakar Digital Forensik, yang memang ahli di bidangnya dan mendapat keahliannya di Jepang.
Tudungan dan tuduhan bahwa isu ijazah palsu Jokowi adalah suara dari BSH yang tidak bisa menerima kekalahan AB pada Pilpres 2024 dan itu merupakan suara dari orang-orang Islam yang fundamentalis, radikalis, teroris dan intoleran itu adalah bohong, tipu dan dusta besar. Karena banyak orang non Muslim sekalipun yang moralnya masih terjaga, tidak bisa menerima keadaan dimana kebohongan dipertontonkan dan kepalsuan dipamerkan di depan umum. Apalagi kita lihat bersama ada Rocky Gerung dan Dr. Rismon Hasiholan Sianipar, yang dengan ilmunya masing-masing menunjukkan walaupun keduanya non Muslim tetapi suara hati nuraninya kepada kejujuran dan kebenaran begitu kuat dan menyala. Tuhan mengirim mereka untuk menjawab tudingan dan tuduhan itu bahwa hal ini obyektif, bukan berdasar pada subyektifitas atau kebencian seperti yang dilakukan oleh pihak seberang.
Kita prihatin terhadap negeri ini yang berusaha membungkam kejujuran dan kebenaran, apalagi setelah Bareskrim Polri mengumumkan hasil penyelidikannya, layaknya seorang Hakim yg membacakan Putusannya di depan Sidang Pengadilan. [mc]
Wallaahu A’lam..
Walhamdulillaah..
*Muhammad Abudan, Mantan Dosen Hukum Tata Negara (HTN) di Jakarta.
