Warkop-98

Trump Rontok dalam Perang Tarif dengan Tiongkok dan Dunia

“Donald Trump, pria tua yang mabuk di bar dan masih minta minuman gratis sambil mengobrak-abrik membalikkan meja dan menciptakan kekacauan dunia.”

Nusantarakini.com, Jakarta –

TRUMP menerapkan tarif besar-besaran pada hampir semua negara yang memiliki hubungan dagang dengan Amerika Serikat (AS).

Dunia panik pasar saham bergejolak jatuh, barang-barang di AS langsung melonjak naik, masyarakat AS panik, para investor keluar dari AS dan hantu inflasi mengintai. Dengan defisit perdagangan yang mencapai 1,2 triliun Dollar per tahun dan dengan Tiongkok adalah yang terlebar sekitar 200 milliar dollar, serta utang Nasional sudah di atas 36 triliun dollar ini membuat Trump panik.

Dan kini AS telah terjebak dalam spiral kebangkrutan ekonomi bahkan moral dan mendekati akhir dari sebuah imperium pemerasan. Maka untuk menutupi defisit anggarannya, Trump mencoba merampas uang pajak import barang ke AS dan Trump merencanakan untuk menghidupkan kembali industri manufakturnya.

Ini semua biang keladinya adalah Tiongkok, karena Tiongkok terlalu sukses, maka AS membenci Tiongkok dan ingin menghambat kemajuannya dan merampas uang darinya.

Padahal Tiongkok ingin bersahabat dan menjalin kerja sama dengan AS, Mr Xi mengatakan, “Samudera Pasific itu besar dan luas, kita bisa kerja sama untuk saling menguntungkan.”

Namun AS menganggap Tiongkok bukanlah partner tapi musuh dan pesaing yang harus dihancurkan. Maka Trump menyerang dengan tarif yang tidak masuk logika untuk import barang Tiongkok sebesar 245%.

Trump bermimpi dengan serangan tarifnya yang tinggi ini dapat menghentikan langkah Tiongkok. Pabrik-pabrik di Propinsi Guang Dong akan bangkrut termasuk Zona Ekonomi Khusus Shen-Zhen akan tumbang. Lalu terjadi PHK besar-besaran yang berdampak pada para karyawan melakukan protes (Demo) yang meluas hingga muncul narasi untuk menumbangkan kekuasaan PKC di Tiongkok.

Untuk mencegah itu Tiongkok akan berlutut seperti pada akhir masa Dinasti Qing, membiarkan AS merampas uangnya dan berlutut memohon-mohon pada AS.

Ternyata itu hanya mimpi basah Trump, karena Tiongkok Baru bukan Dinasti Qing. Tiongkok melakukan perlawanan yang sangat gigih. “Jangankan perang tarif, perang apapun kami layani termasuk perang militer,” ini pernyataan Tiongkok.

“Elu Jual, Gua Beli”

AS menaikkan tarif untuk Tiongkok, sebaliknya Tiongkok juga menaikkan tarif ke AS. Kalau AS menurunkan tarif, Tiongkok juga akan menurunkan tarif. AS mengobarkan perang proxi Pakistan vs India untuk menguji kemampuan kekuatan militer Tiongkok.

Dan juga untuk menguras energi Tiongkok dengan berharap perang panjang seperti Ukraina vs Rusia, ternyata dapat diredam hanya hitungan hari oleh Pakistan (sekutu setianya Tiongkok).

Kini Trump kehabisan kartu, karena jet tempur dan kapal induknya sudah tidak bisa diandalkan lagi untuk menekan dan merampas negara lain, apalagi terhadap Tiongkok. Itu senjata sudah ketinggalan waktu.

Dan akhirnya malah terjadi kebalikkannya, Trump yang memohon-mohon untuk negosiasi dengan Presiden Xi namun tidak diladenin.

Karena justru perang tarif ini merupakan hadiah besar buat Tiongkok. Tiongkok cari teman keliling ASEAN berkunjung ke Rusia untuk menjalin kerja sama yang lebih strategis dan lebih erat untuk mengisolasi AS.

Asia Disatukan oleh Tarif Trump

Jepang telah mengeluarkan pernyataan yang sangat keras terhadap tarif Trump, sangat tidak biasa bagi Jepang menggunakan bahasa sekeras ini terhadap kebijakan AS dan menentangnya.

Menteri keuangan Bank Sentral negara Asia Timur, Tiongkok, Jepang, Korsel bersama-sama dengan negara-negara ASEAN berkumpul mengeluarkan pernyataan bersama.

Bahwa sebagai kawasan kami Asia Timur dan Asia Tenggara akan bertindak bersama-sama untuk membuat kawasan kami lebih tangguh terhadap segala ketidakpastian perdagangan ini.

Ini menggambarkan Asia Timur-Asia Tenggara telah bersatu dan tersirat secara langsung dukungan terhadap Tiongkok (sahabat strategis Tiongkok).

Indonesia, Malaysia cukup jelas langkahnya yang semakin dekat dengan Mr Xi (Tiongkok). Indonesia telah mengirim delegasi khusus ke Tiongkok untuk membicarakan tarif Trump dan solusinya.

Lihatlah pernyataan Perdana Menteri Malaysia Mr Anwar Ibrahim yang secara terang-terangan menyatakan pro Tiongkok, hal yang tidak pernah dilakukan oleh seorang Perdana Menteri Malaysia.

Vietnam menyatakan sikapnya dengan melakukan parade militer bersama Tiongkok beberapa waktu yang lalu, dan menayangkan kembali perang Vietnam dengan AS 1957-1975.

Saat itu Vietnam didukung 300.000 People’s Liberation Army (PLA) Tiongkok dan berhasil mengusir AS tahun 1975. Di sini tersirat hubungan Vietnam-Tiongkok yang memiliki history yang tidak bisa diganggu gugat. Tiongkok tetap sebagai abangnya Vietnam.

Setelah cukup waktu untuk memberikan pelajaran kepada AS akhirnya Tiongkok bersedia untuk negosiasi tarif tanpa ada embel-embel lainnya (hanya bicara tarif).

Dan kesepakatan bersama tercapai hanya untuk 90 hari ke depan yang dimulai dengan 14 Mei 2025 tarif Tiongkok turun hingga 10% untuk barang AS masuk ke Tiongkok.

Sebaliknya tarif Trump turun hingga tinggal 30% dari 245%, ini sebenarnya menandakan tumbangnya tarif Trump, kekalahan mutlak tanpa mendapatkan apapun dari Tiongkok, selain kekacauan dalam negerinya.

Ini adalah tanda-tanda berakhirnya sebuah imperium pemerasan dan penjarahan terhadap dunia, menggali kuburan nya sendiri. [mc]

*Chen Yi Jing, Pemerhati Ekonomi dan Geopolitik. 

Terpopuler

To Top