Nasional

Berdayakan Pengrajin Tangan, Jarnas Merah Putih Sulsel Berencana Bangun Kampung Wisata

NUSANTARAKINI.COM _ Di dunia modern, tradisi kerajinan tangan telah tergeser oleh produksi massal dan tren mode cepat. Ini terjadi khususnya karena industrialisasi.

Kerajinan tangan adalah salah satu perwakilan utama dari budaya dan tradisi kita, Mereka melestarikan seni, warisan dan budaya tradisional yang kaya, serta keterampilan dan bakat yang terkait erat dengan gaya hidup dan sejarah masyarakat.

Produk buatan tangan juga mewakili identitas para pengrajinnya. Mereka juga sumber kebanggan karakter dan tradisi yang kaya.

Saat masyarakat mendukung karya kerajinan tangan, mereka berarti mendukung keterampilan yang dipraktekkan oleh para pengrajin.

Dengan mendukung keterampilan tersebut, masyarakat turut membantu mewariskan keterampilan tersebut ke generasi berikutnya.

Membeli produk kerajinan berarti mendukung ekonomi lokal, khususnya Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM). Ini dikarenakan kebanyakan produk tersebut dihasilkan oleh industri UMKM.

Berdasarkan daya Kementerian Koperasi dan UMKM, jumlah UMKM mencapai lebih dari 64 juta. Ketahanannya, tidak perlu diragukan lagi. Terbukti, saat pandemi, UMKM menjadi penopang perekonomian negeri ini. Namun yang amat disayangkan adalah dengan melonjaknya tren mode cepat, masyarakat cenderung tidak menoleh produk kerajinan tangan.

Oleh karena melihat fakta di lapangan, Jaringan Nasional (Jarnas) Merah Putih Sulawesi Selatan, yang merupakan sayap Jarnas ABW berencana membuat kampung wisata kerajinan tangan dari daun lontar.

“Ingin mengelolanya untuk memberdayakan masyarakat supaya kerajinan tangan yang ada memiliki nilai yang lebih tinggi. Kami ingin membuat kampung wisata yang mana mempunyai nilai positif bagi kerajinan tangan, salah satunya itu Songkok Panrita,” kata Ismail, Ketua DPW Jarnas Merah Putih Sulawesi Selatan.

Dia menjelaskan, songkok panrita disebut juga songkok guru, yang menjadi produk anyaman tradisional khas Kabupaten Takalar.

Sebuah studi berjudul, “Perancangan Songkok Guru Kabupaten Takalar” mengungkapkan, songkok guru secara kultur telah menajdi penutup kepala yang wajib bagi lelaki asli Makassar dalam setiap acara adat. Seiring berjalannya waktu, pemakaian songkok ini telah meluas dan dikenakan tidak ada dalam acara adat saja, namun juga dalam acara-acara formal.

Awal mulanya, songkok guru ini dikenakan oleh Anrong Guru atau panrita kerajaan Gowa pada saat mengislamkan seluruh kerajaan Bugis, termasuk Bone di zaman Raja Gowa Sultan Alauddin.

Kini, songkok dan hasil kerajinan tangan dari Makassar ini juga dijadikan sebagai produk oleh-oleh.

Mengingat, pentingnya melestarikan budaya dan adat tanah air, serta mendukung para pengrajin, Ismail berharap, rencananya membangun kampung wisata akan terwujud.

Terpopuler

To Top