NUSANTARAKINI.COM _ Aliansi Pemuda dan Mahasiswa Pantai Barat Madina-Indonesia (AMPIBI) silam telah melayangkan surat permohonan kepada Bupati Mandailing Natal (Madina), H. Muhammad Jafar Sukhairi Nasution pada 3 Oktober 2022.
Surat itu ditujukan agar perusahaan yang ada di sana menjalankan aturan sesuai dengan peraturan Menteri Pertanian (Permentan) Nomor 26 Tahun 2017 pasal 11. Permentan tersebut mengatur bahwasanya perusahaan perkebunan yang memiliki IUP atau IUP-B wajib membangun kebun bagi masyarakat sekitar minimal seluas 20 persen.
Kala itu, AMPIBI juga menyertakan dokumen berupa surat pernyataan dari masyarakat yang terdiri dari 8 desa di Kecamatan Natal, yakni Pasar 1 hingga Pasar 6, Panggautan, dan Sasaran.
Ketua Umum AMPIBI, Ahmad Royyansyah, S.Pd., menjelaskan, surat itu ditujukkan kepada perusahaan perkebunan, PT Gruti Lestari Pratama (PT GLP), di mana sesuai hasil pengamatan di lapangan, kuat dugaan perusahaan perkebunan tersebut yang luas lahannya mencapai ribuan hektar itu belum mengeluarkan lahan plasma untuk masyarakat sekitar.
Pria yang akrab disapa Royyan itu mengungkapkan, saat itu, Bupati Madani menyambut baik permohonan mereka. Melalui asisten 2 Bupati Madani, Erman Ghafar, dipertemukan dengan Kepala Dinas Pertanahan,Faisal dan Kepala Dinas Koperasi, Ikhwan Efendi.
Pemerintah Kabupaten Mandailing Natal berjanji akan mengadakan rapat terkait tindak lanjut PT GLP dan perusahaan lain yang belum menjalankan Permentan tersebut, namun hingga kini, Ampibi belum mendapat kepastian.
“Bupati belum merespon, padahal sudah berkali-kali kami jumpai ke kantornya. Kami cuma diarahkan ke dinas-dinas terkait. Begitu juga dengan komunikasi WA, tidak pernah dibalas,” kata Royyan pada Selasa (22/11/2022).
Dia menambahkan, Bupati menyebut permohonan ini sudah lama menjadi wacana Pemda, jadi sudah terlambat. AMPIBI diminta untuk bersikap sabar menunggu.
“Kami mendesak Bupati menindak tegas PT Gruti Lestari Pratama agar memberikan kewajiban kebun plasma sebar 20 persen ke masyarakat dari lahan seluas 6.000 milik mereka,” jelasnya.
Menurutnya, itu dasar Permentan PIR BUN & Janji dengan masyarakat Ulayat, yang sejak 2005 hingga sekarang tidak terealisasi.
Royyan menegaskan, AMPIBI ingin permohonan itu segera dproses karena perusahaan itu merupakan perusahaan oligarki.
“Masyarakat pantai barat Madina kaya SDA, tapi miskin secara ekonomi. Sudah tanah dirampas, kerja di perusahaan pun hanya sebagai buruh harian atau kuli,” tegasnya.
Di sisi lain, Royyan mengungkapkan, sebagai putra daerah menuntut dihilangkannya kesenjangan ini kepada pemerintah.
“Terkhusus kepada Bupati Madina yang mesti bijak menanggapi permasalahan masyarakat sejak dulu hingga sekarang, selalu ada sengketa lahan masyarakat dengan perusahaan perkebunan kelapa sawit yang jumlahnya sekitar 16 perusahaan,” pungkasnya.