Minta Dewan Pers Tegas Selesaikan Laporannya Terkait Pemelintiran Fakta ‘Big Data Luhut’, Pelapor Kirim Surat Terbuka

NUSANTARAKINI.COM-Aktivis sosial Muhammad Natsir melayangkan surat terbuka perihal laporannya kepada Dewan Pers terkait polemik pemberitaan big data yang melibatkan Menko Maritim dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan. Ia menyebut bahwa pemberitaan beberapa media telah memelintir ucapan Luhut sehingga membuat publik jadi gaduh.

Dalam surat terbuka itu, Natsir meminta Dewan Pers untuk tegas dalam menyelesaikan laporannya. Natsir telah melaporkan dua media online, yakni detik.com dan cnnindonesia.com karena dianggap memelintir fakta terkait big data yang disampaikan oleh Luhut.

Berikut isi lengkap surat terbuka Muhammad Natsir yang diterima redaksi pada Rabu (06/07/2022).

Podcast Deddy Corbuzier yang ditayangkan di saluran YouTube pada 11 Maret 2022 menghadirkan Menko Maritim dan Investasi Luhut Binsar Panjaitan (LBP).
Tayangan tersebut berjudul “Jokowi Tiga Periode. Gimana Komen kalian?”.

Tentang tayangan tersebut, dua media massa online, yaitu detik.com dan cnnindonesia.com menuliskan pemberitaannya. Detik.com menuliskan berita dengan judul “Luhut Klaim Punya Big Data Berisi Suara Rakyat Ingin Pemilu Ditunda”. Selanjutnya, cnnindonesia.com pada sore harinya menuliskan juga berita terkait hal tersebut dengan judul ““Luhut Klaim Pemilih Demokrat, Gerindra, PDIP Dukung Pemilu Ditunda.

Saya merasa miris membaca kedua pemberitaan tersebut. Isinya sama sekali tidak sesuai secara signifikan dengan isi tayangan podcast tersebut. Saya putar ulang tayangan tersebut untuk meyakinkan diri sendiri bahwa kedua media massa online tersebut telah melakukan pemutarbalikan fakta.

Di menit 03:39, LBP mengatakan bahwa “..kita ini punya big data, dari big data tersebut kita meng-grab 110 juta (data) dari facebook dan macam-macam. Karena kan orang main twitter, twitter itu 10 juta (data)”.

Lalu di menit 03.50, LBP melanjutkan, “..kalau golongan menengah ke bawah itu, pokoknya ingin tenang, ingin bicaranya ekonomi, tidak mau seperti kemarin kan, sakit gigi dengar (istilah) kampret, cebonglah, kadrunlah, itu kan menimbulkan (situasi) yang tidak bagus”.

Lalu di menit 04:03, LBP menyampaikan bahwa “berdasarkan data yang kita tangkap dari publik, yang mengatakan kita mau habiskan 100 triliun lebih untuk milih (pemilu serentak) ini, dalam keadaan begini (pandemi covid-19), ngapain sih”. Selanjutnya pembicaraan dalam tayangan tersebut berlanjut dengan topik dan arah diskusi lainnya.

Selang beberapa hari kemudian, muncul opini yang mengesankan bahwa LBP menginginkan penundaan pemilu. Artikel di detik.com tanggal 13 Maret 2022 berjudul “Klaim Luhut Soal Big Data Netizen Mau Tunda Pemilu Panen Kritikan”.

Padahal tidak ada ucapan dalam tayangan tersebut yang mengatakan bahwa “big data tersebut berisi tentang aspirasi untuk menunda pemilu”.

Pemelintiran fakta oleh detik.com dan cnnindonesia.com semakin memperkuat berkembangnya opini yang salah tentang “big data” dan “penundaan pemilu”, dengan munculnya artikel berjudul “Dilema Politik Big Data Menko Luhut” pada tanggal 19 April 2022. Lalu pada tanggal 20 April 2022 muncul lagi berita di cnnindonesia.com berjudul “Luhut Dilaporkan ke Polda Sultra soal Big Data Tunda Pemilu”.

Pada paragraf kelima dalam berita online tersebut tertulis “Beberapa waktu lalu, Luhut mengklaim ada big data yang berisi percakapan 110 juta orang di media sosial mendukung penundaan Pemilu 2024”.

Padahal big data tersebut tidak berbicara tentang penundaan pemilu melainkan berbicara tentang berbagai aspek, terutama ekonomi, yaitu keinginan masyarakat untuk fokus kepada pemulihan ekonomi pasca pandemic. Namun oleh detik.com dan cnnindonesia.com telah dipelintir seolah-olah big data yang dikemukakan oleh LBP berisi aspirasi tentang penundaan pemilu.

Terhadap hal tersebut, saya tergerak untuk melaporkan pemelintiran fakta yang dilakukan oleh detik.com dan cnnindonesia.com kepada Dewan Pers pada 28 April 2022. Sikap dan tindakan saya tersebut terdorong oleh akibat yang ditimbulkan akibat pemberitaan kedua media massa online tersebut, yaitu terjadinya kegaduhan publik hingga berujung pada terjadinya aksi demo yang menimbulkan banyak korban luka-luka dan kerusakan sarana fasilitas umum.

Barulah pada 27 Mei 2022, Dewan Pers menanggapi laporan saya tersebut dengan mengirimkan surat yang menyatakan bahwa telah terjadi pelangaran kode etik jurnalistik yang dilakukan oleh kedua media massa online tersebut.

Namun selang sehari setelah surat itu diberikan, Dewan Pers mengirimkan surat kedua tertanggal 27 Mei 2022 juga, yang berisi ralat yang membingungkan. Selanjutnya Dewan Pers mengirimkan lagi surat ketiga berisi penegasan bahwa surat mereka yang pertama adalah keliru sedangkan yang benar adalah surat mereka yang kedua.

Pada surat ke-3 tersebut, Dewan Pers menganjurkan kepada saya untuk melakukan hak koreksi terhadap kesalahan yang dibuat oleh kedua media online tersebut.

Sesuai anjuran tersebut maka saya melakukan koreksi yang ditujukan kepada redaksi detik.com dan cnnindonesia.com namun hingga kini hak koreksi saya tersebut tidak pernah mereka tanggapi, seolah-olah tidak terjadi apa pun.

Melalui surat terbuka ini, saya mohon perhatian dan bantuan kepada Ketua Dewan Pers agar masalah ini bisa dituntaskan sesuai dengan aturan sebagaimana mestinya.

Harapan saya, kasus-kasus pemelintiran fakta-fakta yang mendasari pemberitaan media massa tidak terulang lagi sehingga media massa dapat berperan sebagaimana mestinya, yaitu memberitakan kabar kebenaran sesuai kaidah yang tercantum dalam kode etik jurnalistik sehingga masyarakat mendapatkan pencerahan. (*)

Muhammad Natsir
pelapor ke dewan pers