Nasional

CIPAYUNG “Plus-Plus”


31 March 2022, 10:35
Dilihat   304

Cipayung ‘Plus-Plus’

Nusantarakini-Jakarta

Lucu dan ingin marah rasanya, mendengar kabar bahwa para ketua umum organisasi kemahasiswaan mendatangi Istana, tempat dimana musuh sebenarnya bersarang. Mereka membawa nama Kelompok Cipayung Plus, nama yang pernah besar dan menjadi cermin sikap politik mahasiswa.

Meskipun penulis bukan seorang tokoh dalam dunia pergerakan mahasiswa, tapi penulis ingin menyampaikan beberapa tanggapan atas kunjungan 12 ketua umum yang hadir di Istana menemui Presiden Jokowi. Pertemuan yang disebut-sebut sebagai pelacuran idealisme oleh elit mahasiswa.

Pertama, Kelompok Cipayung yang berdiri 22 Januari 1972, telah banyak berkontribusi dalam gerakan sipil, termasuk penggulingan rezim orde baru yang dikenal otoriter dan bertangan besi. Kini citra dan nama baik Kelompok Cipayung ternodai oleh segelintir orang. Ini tentu sangat menyakitkan bagi ribuan orang yang sudah berjuang dibawah naungan Cipayung. Perjuangan yang susah payahnya dibangun, dirusak oleh kedunguan 12 ketua umum.

Selain mencederai gerakan mahasiswa yang selama ini murni dan sukarela dilakukan, juga akan merembek terhadap penurunan citra diri gerakan mahasiswa secara menyeluruh, termasuk mereka yang berkecimpung di level cabang hingga unit terkecil sebagai seorang kader dan juga berpengaruh terhadap iklim kesehatan organisasi di internal kampus.

Dibalik kedunguan itu, mereka yang dengan bangga menyentuh istana, setidaknya akan menanggung dua jenis dosa. Pertama, dosa organisasi yang ia nahkodai dan yang kedua, dosa sosial akibat dari penghianatan idealisme yang mereka lakukan.

Kedua, praktik penggadaian idealisme oleh para ketua umum merupakan hal yang fatal dan fana. Keuntungan apapun yang mereka peroleh pasca pertemuan itu, hanyalah ‘kesenangan semu’ yang tidak akan bertahan lama. Justru yang abadi adalah nama-nama mereka yang dimuat berulang-ulang di berbagai platform media sosial, yang akan menjadi ingatan buruk bagi para mahasiswa, senior-senior mereka dan rakyat secara umum.

Meskipun kehadiran para ketua umum ini tidak mewakili mahasiswa yang ia pimpin, namun sebagai konsekuensi nyata dari pertemuan itu, maka dua belas organisasi ini akan dilabeli sebagai ‘penghianat’. Penghianatan yang dilakukan oleh para ketua umum, sama dengan penghianatan kaum Tsamud terhadap Nabi Saleh dalam Islam. Dimana penghianatan dilakukan secara berjamaah.

Yang lebih miris, takkala mereka mendatangi istana disaat rakyat dalam situasi carut marut penuh masalah. Pakaian batik yang mereka pakai layaknya seorang politisi, semakin memancarkan kedekatan mereka dengan istana. Pantas saja, disaat emak-emak mengeluhkan minyak goreng, BBM mahal, kriminalisasi aktivis dan ulama, konflik lahan hingga hukum tidak adil, kita tidak menemukan para ketua umum ini hadir dan bersuara. Ternyata dan ternyata, mereka sedang berada di istana.

Ketiga, keputusan mereka mendatangi Istana akan dicatat sebagai peristiwa terkelam dalam sejarah Kelompok Cipayung dan dunia pergerakan mahasiswa. Kemesraan mereka telah menggeser standing possision gerakan mahasiswa dari sikap kritis menjadi pengagum istana. Terlepas dari apa motif dari pertemuan tersebut, namun yang pasti kelompok Cipayung Plus akan sulit mendapatkan kembali hati mahasiswa dan rakyat yang mereka khianati.

Jika dulu, kebesaran Cipayung Plus kita dongengkan dan besar-besarkan pada setiap kegiatan-kegiatan seminar, dari warkop serta panggung ke panggung, kini agak malu rasanya membicarakan tentang Kelompok Cipayung Plus lagi. Semuanya karena keputusan mereka mendatangi Istana, termakan bujuk rayu rezim ini.

Keempat, topik pertemuan para ketua umum dengan pihak Istana akan menyisakan beragam opini. Meskipun media massa menyebutkan pertemuan tersebut hanya membahas tiga topik. Namun kita patut mencurigai, ada topik-topik yang lain yang urgensinya lebih besar. Apalagi Kelompok Cipayung Plus beberapa kali melontarkan pernyataan ‘politis’ pada saat bertemu dengan Presiden Jokowi.

Misalnya, pernyataan akan ‘berkomitmen’ mengawal mega proyek Ibu Kota Negara (IKN) hingga tuntas, akan merujuk pada pengharapan mereka agar memperoleh ‘Plus’ dari istana. Bukan tidak mungkin, para ketua umum yang hadir, masing-masing akan memperoleh keuntungan dari pembangunan IKN, minimal adalah lahan untuk membangun Sekretariat atau kantor organisasi di Ibu Kota Baru. Apalagi, mereka mengaku mendapat ‘energi positif’ pasca pertemuan itu.

Kelima, berhasilnya Istana mendatangkan para ketua umum setidaknya mengisyaratkan dua hal. Pertama, akan terjadi ‘kiamat’ gerakan mahasiswa secara total, kedua, pihak Istana akan merasa semakin diatas angin akibat sanjungan para ketua umum.

Selain itu, hadirnya Kelompok Cipayung Plus ke istana ‘mengkonfirmasi’ keridhoan mereka terhadap kebijakan-kebijakan pemerintahan Jokowi yang belakangan ini justru menuai sorotan publik. Cipayung Plus yang harusnya independen, kini hidup dibawah petulunjuk penguasa. Akibatnya, aksi-aksi protes ke depanya akan gagap dan tidak bergairah dilakukan. Pada akhirnya gerakan sipil dan mahasiswa yang terbangun, hanyalah gerakan kesepian yakni hampa, inkonsisten, dan juga penuh dengan kepentingan praktis.

Bisa saja para ketua umum ini tidak peduli dengan pandangan miring publik terhadap mereka, yang terpenting adalah program nasional Cipayung Plus yakni Rumah Kebangsaan bisa terealisasi, tentunya dengan dukungan istana pula.

Terlepas dari semua itu, kita bebas memaknai pertemuan antara elit mahasiswa dan elit politik yang digelar di Istana. Maka tidak ada salahnya kita menambahkan satu kata dari ‘Cipayung Plus’ menjadi ‘Cipayung Plus-Plus’.

Untuk para ketua umum, Sesungguhnya Allah SWT tidak menyukai orang-orang yang berkhianat. (Qs. Al-Anfal:58).

Akbar. Mahasiswa Jurusan Sosiologi Universitas Negeri Makassar

Facebook Comments

Most Popular

To Top
error: Content is protected !!