Serangan Nine Eleven yang Mengguncang Dunia (Bag.10) 

Nusantarakini.com, New York –Acara di Yankee Stadium ini memang ditujukan sebagai “memorial service” atau acara peringatan atas peristiwa serangan 9/11 itu. Tapi sekaligus dimaksudkan untuk mendoakan bagi para korban, keluarga dan tentunya bagi bangsa Amerika secara keseluruhan. Dan Karenanya acara ini lebih dikenal dengan “National Prayer for America” (Doa nasional untuk Amerika).

Setelah menyanyikan lagu kebangsaan Amerika (National Anthem), Oprah mengundang Walikota New York yang saat itu akan menjabat sekitar 4 bulan lagi, Mr. Rudy Giuliani. Karena memang pemilihan Walikota selanjutnya akan dilangsungkan pada bulan Nopember tahun itu. Dan pelantikan Walikota baru yang terpilih dilangsungkan biasanya bersamaan dengan acara tahun baru.

Walikota Giuliani sebenarnya adalah seorang Walikota yang bagus. Di masanyalah kota New York banyak dibersihkan dari kehidupan mafia. Daerah “Time Square” misalnya yang indah dan terkenal itu dulunya adalah daerah yang penuh mafia, narkoba dan pelacuran.

Giuliani memang dikenal keras (tough). Mungkin karena memang orangnya adalah keturunan Itali sehingga banyak mendapat dukungan mafia Itali di kota ini.

Ada satu pengalaman yang selalu saya mengenai Walikota Giuliani. Di sekitar tahun 2000-an ada kekerasan yang terjadi antara Komunitas Arab dan Yahudi di Brooklyn. Beliau kemudian mengadakan pertemuan dengan kedua komunitas Muslim dan Yahudi. Pada pertemuan itu dibentuklah Tim rekonsiliasi.

Saya yang baru di kota New York saat itu ternyata diminta juga duduk sebagai anggot tim. Kebetulan saat itu saya menjabat sebagai Ketua Parade Islam (Muslim Day Parade) sehingga dianggap memiliki kapasitas untuk jadi bagian dari Tim rekonsiliasi tersebut.

Tim terdiri dari 12 orang. 6 Yahudi dan 6 Muslim (4 di antaranya orang Arab). Hanya Saya dan Imam Bayram Mulich (Imam dari Bosnia) yang non Arab.

Suatu ketika ada pertemuan tertutup antara Waikota dan Tim tersebut. Acara ditentukan pada pukul 9:30 pagi. Semua diharuskan hadir di ruang pertemuan minimal 15 menit sebelum pukul 9:30 pagi itu.

Pas tiba jam 9:30 Walikota masuk ruang pertemuan, meminta agar pintu ditutup dan membuka pertemuan itu. Saat itu salah seorang anggota Tim terlambat datang hanya sekitar 3-5 menit. Oleh sang Walikota diminta untuk tidak usah mengikuti pertemuan dan diminta pulang saja.

Peristiwa itu menjadi pelajaran penting bagi saya pribadi, betapa waktu bagi orang Amerika begitu berarti dan dihargai. Sehingga saya pribadi banyak belajar dari peristiwa kecil itu. Bahwa jika ada janji atau jadwal harus dilakukan secara disiplin dan tepat waktu.

Kembali ke acara di lapangan Yankee. Giuliani menyampaikan pidato singkat, disusul oleh Gubernur Pataki. Sementara mantan Presiden Clinton dan Hillary maupun pejabat lainnya tidak memberikan pidato. Selebihnya diisi oleh para tokoh agama dengan doa maupun pembacaan Kitab Suci mashing-masing. Juga ada dua penyanyi Amerika terkenal yang menyanyikan beberapa lagu. Di antara mereka Ada Bette Midler dan Marc Anthony.

Oprah memanggil masing-masing Wakil agama satu per satu. Dimulai dari Katolik yang diwakili 4 orang. Tentu Cardinal Egan sebagai pimpinan tertinggi Katolik di New York memulai acara Katolik sore itu.

Pada saat giliran Islam, saya yang tadinya menyangka hanya dua orang (Imam Pasha dan saya) bertiga dengan Sabrina sebagai pembaca terjemahan Al-Quran. Ternyata di tengah acara itu Imam E Pasha meminta lagi satu tambahan Wakil Islam untuk mengisi acara. Dihadirkanlah seorang Afro Amerika, yang sebenarnya penyanyi rap Muslim, untuk mengumandangkan azan. Dengan demikian, menurut Imam Pasha, kita mendapatkan keadilan. Karena semua agama diwakili oleh 4 orang.

Dari Perwakilan Islam dimulai dengan azan dan terjemahannya. Setelah itu Oprah mengundang saya dan Sabrina ke podium untuk membacakan ayat-ayat Al-Quran yang telah kami siapkan.

Saya harus mengakui, ketika masih duduk di kursi saya masih merasa percaya diri yang tinggi. Ada rasa bangga bisa mewakili Komunitas saya dalam perhelatan besar itu. Apalagi di saat Komunitas ini dipandang dengan sangat buruk. Ada tantangan tapi sekaligus peluang untuk memperbaiki persepsi itu.

Tapi begitu berdiri di podium, di hadapan para pejabat tinggi Amerika, tokoh-tokoh agama, dan juga khalayak ramai yang menatap arah saya. Belum lagi sorotan lampu media, jepretan kamera, semua itu membuat saya jadi gugup. Situasi itu menjadikan bacaan saya terasa berat dan tidak terarah.

Saya memulai dengan salam singkat: “Assalamu alaikum!”. Lalu saya bacakan ayat-ayat pilihan saya. Mulai dari ayat ketiga belas Surah Al-Hujurat, An-Nisa ayat 135, dan keseluruhan Surah An-Nashr.

Setelah selesai membaca saya turun dari podium. Lalu gantian dengan Sabrina Yang naik untuk untuk membacakan terjemahan ayat-ayat tersebut. Di saat mendampingi Sabrina membacakan terjemahan itu saya pergunakan mencuri kesempatan untuk melihat ke arah khalayak ramai. Sejujurnya saya merasakan kekhusyu’an. Entah apa yang terjadi, hampir tidak kedengaran suara yang tadinya begitu riuh.

Kembali kepada pilihan ayat-ayat itu memang kami (Imam Pasha dan saya) telah mempertimbangkan matang-matang. Saya tadinya mengusulkan agar ayat-ayat yang kita bacakan adalah ayat-ayat tentang perdamaian dan persaudaraan. Tapi Imam Pasha mengusulkan beberapa ayat, dan saya menyetujui ketiga ayat yang dibaca itu.

Pilihan pertama adalah Surah Al-Hujurat ayat 13. Pilihan ayat ini karena kami sepakat untuk menyampaikan pesan yang jelas dan tegas kepada Amerika dan dunia tentang dua hal.

1). Bahwa Islam itu adalah agama universal, ditujukan untuk seluruh manusia. Ini menyanggah pandangan yang salah di kalangan Amerika bahwa Islam adalah agama Timur Tengah atau Arab.

2). Dan ini secara khusus dari pemikiran Imam E. Pasha yang Afro Amerika. Dengan ayat ini kita ingin sampaikan bahwa Islam itu adalah solusi terhadap satu permasalahan bersejarah di Amerika. Saya menyebutnya sebagai “dosa asal Amerika”. Yaitu permasalahan rasisme yang dalam dan bersifat sistem. Dengan ayat itu kita ingin mengatakan ke Amerika, jangan benci atau takut Islam. Karena Islam ada “healing” (obat) bagi bangsa ini.

Pilihan kedua adalah ayat ke 135 dari Surah An-Nisa. Saya sendiri sengaja memilih ayat ini karena didorong oleh kenyataan bahwa kekerasan-kekerasan atau terorisme yang terjadi di mana-mana di dunia ini tidak bisa dilepaskan dari akar permasalahan (root of the problem). Dan salah satu akar penyebab terorisme adalah adanya ketidak adilan dunia yang parah.

Dan Karenanya kita ingin menyampaikan pesan kepada Amerika, jika Amerika ingin menyelesaikan permasalahan terorisme, selesaikan permasalahan ketidak adilan dunia.

Pilihan ketiga adalah surah An-Nasr (Surah ke 10). Surah ini kita pilih karena saat itu terlalu banyak dari kalangan Umat ini yang pessimis. Seolah peristiwa 9/11 akan menjadi kuburan Islam di Amerika. Seolah dengan peristiwa itu orang-orang Amerika akan membenci dan tidak akan ada lagi harapan bagi Islam untuk berkembang.

Pemilihan Surah An-Nasr menjawab pessimisme itu. Bahwa justeru dengan peristiwa 9/11 itu pertolongan Allah akan semakin dekat. Dan ketika pertolongan itu terbuka, orang-orang akan berbondong-bondong masuk ke dalam agama ini.

Ternyata pandangan positif dan optimisme itu terbukti di kemudian hari. Warga Amerika yang terbuka itu, dengan eksposur Islam yang bahkan ditujukan untuk tujuan negatif berbalik menjadi pemicu untuk mereka tahu kebenaran yang sesungguhnya.

Maka pasca 9/11 itu Al-Quran menjadi buku terlaris yang terjual di Amerika. Buku-buku Islam begitu digandrungi untuk dibaca, hingga ke Komunitas Hollywood sekalipun.

Saya pribadi merasa mendapat karunia yang luar biasa karena bisa menjadi saksi mata atas “nashr Allah” (pertolongan Allah) itu. Betapa banyak yang memeluk Islam karena peristiwa 9/11 itu.

Ada beberapa cerita yang selalu saya sampaikan mana-mana tentang Muallaf Amerika, bahkan dalam hari-hari pertama pasca peristiwa itu. Mungkin saya ingin sampaikan dua-tiga cerita saja sebagai pengingat dan motivasi bagi kita semua.

Salah satunya adalah Symphia Rolland yang masuk Islam karena mendengarkan bacaan Al-Quran di Yankee Stadium melalui televisi di rumahnya. Kejadian itu saya ketahui tiga bulan kemudian, setelah saya melantungkan ayat-ayat Al-Quran di lapangan baseball New York itu.

Bagaimana ceritanya? Tunggu kelanjutannya!

*Imam Shamsi Ali, Direktur Jamaica Muslim Center & Presiden Nusantara Foundation.