Nusantarakini.com, Jakarta –
Kepala Biro Pelayanan Luar Negeri dan Diplomasi Publik Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Farouk Abdullah Alwyni mendesak Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) dan Komisi Pemilihan Umum (KPU) agar memberikan perhatian khusus terkait proses penghitungan suara oleh Panitia Pemungutan Suara Luar Negeri (PPLN) di Malaysia. Hal ini menyusul insiden penemuan surat suara Pileg 2019 yang sudah tercoblos untuk Partai NasDem dengan caleg nomor urut dua, Davin Kirana. Pasalnya, potensi pelanggaran sejenis masih terbuka tidak hanya di Kuala Lumpur tapi Kota Kinibalu dan lainnya yang terindikasi penggelembungan data pemilih oleh pihak-pihak tertentu.
Farouk Abdullah Alwyni mengatakan ada kemungkinan jual beli suara di dapil Malaysia yang diduga melibatkan Duta Besar Indonesia untuk Malaysia Rusdi Kirana berdasarkan temuan-temuan di lapangan. Diketahui, Rusdi merupakan orangtua dari Davin. “Indikasi jual-beli suara ini karena kondisi di Malaysia yang memang rawan. Pemilih tersebar luas hingga di perkebunan-perkembunan juga pabrik-pabrik, sehingga sangat memungkinkan surat suara tidak sampai terjangkau ke pemilih,” katanya di Jakarta, Senin (23/4/2019).
Berdasarkan data KPU, jumlah daftar pemilih tetap (DPT) di luar negeri mencapai 2 juta pemilih dan paling banyak berada di Malaysia, yakni mencapai 1,1 juta pemilih. Menurut Farouk yang juga Caleg DPR RI Dapil DKI Jakarta II dari PKS, Davin bisa saja menang mudah dengan meraih misalnya 100.000 suara dari pemilih di Malaysia berkat intervensi orangtuanya. Dengan usia yang baru 20 tahunan dan kapasitas yang masih minim tapi akhirnya jika lolos menjadi wakil rakyat dengan cara-cara yang tidak fair tentu akan sangat mencederai semangat dan martabat demokrasi Indonesia itu sendiri.
Itu sebabnya, Farouk yang sama-sama satu dapil dengan Davin meminta KPU & Bawaslu memberikan perhatian khusus pada penghitungan suara caleg tersebut. “Langkah ini sebagai bentuk antisipasi jika nantinya yang bersangkutan memperoleh suara besar secara tidak wajar, menyusul dugaan kecurangan dalam proses pencoblosan yang sempat menghebohkan publik. Kami ingin integritas Pemilu ini dijaga dengan baik dengan berjalannya sikap antisipatif dan proaktif dari Bawaslu,” ujar Farouk.
Apalagi sebelumnya, Bawaslu juga telah merekomendasikan kepada KPU untuk memberhentikan Wakil Duta Besar Indonesia untuk Malaysia Krishna KU Hannan dari keanggotaan di PPLN Malaysia. Hal ini setidaknya mengisyarakat keterlibatan pejabat Kedubes RI di Malaysia untuk memenangkan pihak-pihak tertentu bukan isapan jempol belaka. Farouk beralasan, caleg Nasdem itu mesti mendapat perhatian khusus karena posisi orantuanya sebagai Dubes RI untuk Malaysia. Di sisi lain, publik juga banyak mendapati temuan-temuan soal keberpihakan Rusdi Kirana dalam Pemilu 2019.
“Penyelenggaraan Pemilu yang tidak fair ini merusak demokrasi dan sangat merugikan caleg lainnya yang berkompetisi di dapil Luar Negeri akibat persoalan imparsialitas Rusdi Kirana. Dari bukti video yang tersebar, dia secara langsung atau tidak langsung berperan mempromosikan anaknya sebagai caleg di berbagai kesempatan. Tindakan seperti itu tidak boleh dilakukan oleh seorang pejabat negara,” tukas dosen MM FEB UI dan Perbanas Institute tersebut.
Atas dasar itu, Chairman Center for Islamic Studies in Finance, Economics, and Development (CISFED) ini juga meminta Kementerian Luar Negeri (Kemlu) turut menindaklanjuti dugaan pelanggaran kewenangan Dubes RI untuk Malaysia itu. Memang, Kemlu sudah menyatakan bisa memberhentikan Rusdi Kirana jika ada bukti kuat pelanggarannya. Alumnus New York University & the University of Birmingham itu berharap, Kemlu juga bisa proaktif menginvestigasi yang bersangkutan tidak hanya berdasarkan adanya rekomendasi dari Bawaslu dan KPU tapi juga dari penyelidikan internal Kemlu karena menyangkut kredibilitas Pemerintah Indonesia di mata dunia. (S4)