Politik

Nekad, Caleg ini Bilang Demokrasi itu Buruk

Nusantarakini.com, Ciamis – 

Ikhsan Kurnia, seorang caleg DPRD Provinsi Jawa Barat yang juga berprofesi sebagai seorang penulis itu mengatakan bahwa demokrasi dinilai sebagai bentuk pemerintahan yang buruk justru oleh sebagian pemikir besar atau filsuf politik.

“Plato dan Aristoteles loh yang mengatakan bahwa demokrasi itu buruk. Tidak sedikit pula para filsuf besar politik zaman Yunani-Romawi dulu yang mengatakan hal yang senada. Padahal ide mengenai demokrasi kan datangnya dari Yunani-Romawi,” kata Ikhsan dalam keterangan tertulisnya kepada Nusantarakini.com, Jakarta, Senin dini hari (5/11/2018).

“Saya tidak ngomong sembarangan. Anda bisa cek sendiri bagaimana pandangan mereka terhadap demokrasi. Aristoteles dalam bukunya Politics membagi pemerintahan ke dalam 6 jenis, yang menurutnya 3 jenis baik sedangkan 3 jenis lainnya buruk. Nah, demokrasi adalah salah satu dari 3 bentuk pemerintahan yang menurutnya buruk,” sambung Caleg nomor urut 2 Dapil 13 (Ciamis, Banjar, Pangandaran, Kuningan) dari PBB yang juga mahasiswa pascasarjana Ilmu Politik UNPAD itu.

Lalu bagaimana dengan demokrasi modern seperti yang dipraktekkan di Indonesia dan juga di berbagai negara di dunia? Ikhsan memiliki jawaban yang cukup menarik. Secara pribadi ia mengatakan bahwa demokrasi itu tidak sepenuhnya buruk, namun juga tidak sepenuhnya baik.

“Bicara demokrasi itu ya harus bicara dua ranah, yakni bicara prosedur dan bicara nilai. Dalam konteks election atau Pemilu, prosedurnya sudah ada di Undang-undang Pemilu dan berbagai regulasi turunannya. Bicara tentang prinsip dan nilai-nilai demokrasi, ya kita akan bicara tentang kebebasan, kemanusiaan, keadilan, kejujuran, toleransi, partisipasi dan semacamnya,” ujar caleg yang juga berlatar belakang aktivis pelajar dan mahasiswa itu.

Menurut Ikhsan, jika kita belajar demokrasi di bangku kuliah, kita akan temukan banyak pakar demokrasi kontemporer yang mengatakan bahwa demokrasi itu bukan sistem yang paling ideal, namun sementara ini ia masih dinilai sebagai yang terbaik diantara sistem lain.

“Meski demokrasi seringkali menghasilkan ketidakadilan dan kecurangan, namun setidaknya ia menawarkan balance atau keseimbangan”, ucap caleg yang pernah menjadi Ketua Umum HMI (MPO) Komisariat FISIPOL UGM itu.

Ikhsan sendiri secara pribadi berpendapat, demokrasi memang tidak ideal, tapi ia sudah menjadi fakta sosial-politik yang tidak bisa kita hindari. Namun, untuk menjaganya agar tidak liar dan nakal, atau agar tidak menjadi buruk sebagaimana kata Aristoteles, maka proses implementasinya harus dikontrol dengan nilai-nilai dan prinsip-prinsip kebaikan.

“Saya dan teman-teman di PBB memberi tambahan nilai, yakni nilai-nilai spiritual atau transendental. Itu sebagai bentuk ikhtiar kami untuk membubuhkan value dalam demokrasi, agar ia menjadi lebih bermartabat,” terangnya.

“Politik itu sendiri pada dasarnya menurut Aristoteles adalah aktivitas untuk menciptakan kebaikan bersama, tapi mengapa praktek demokrasi menjadi tidak baik? Ya karena nilai-nilai yang membungkus demokrasi selama ini dibuat hanya artifisial saja,” sambung caleg yang juga Kandidat MBA dari ITB itu.

Ikhsan menyebut, problem nilai-nilai demokrasi ada di semua level. Tapi sebagai caleg, dia mengaku mempunyai niat baik untuk mewarnai Pemilu ini dengan jujur dan tidak curang.

“Itu berarti kita sudah berusaha menghidupkan nilai-nilai yang berfungsi sebagai alat kontrol demokrasi, agar demokrasi kita tidak liar dan bringas. Kalau sudah terlalu liar, saya khawatir kondisi politik kita akan jadi lebih buruk. Kasihan kan, rakyat yang jadi korban,” tuturnya.

“Jadi jika ada orang yang mau merusak demokrasi dengan cara money politics dan semacamnya, ya itu berarti ia tidak peduli dengan demokrasi. Dengan sadar ia menghancurkan nilai demokrasi itu sendiri,” pungkas caleg yang berdomisili di Kawali Kabupaten Ciamis itu. [mc]

Terpopuler

To Top