Mobil Esemka: Exit Strategy itu Artinya Strategi Kabur

Nusantarakini.com, Jakarta –

Sudah jelas dan terang-benderang hari ini bahwa mobil Esemka yang akan diproduksi massal, tidak menjadi kenyataan. Cawapres Ma’ruf Amin mengatakan di Jawa Timur (27/09/2018) bahwa produksi massal itu akan berlangsung di bulan Oktober 2018.

Di dalam tulisan ini, saya tidak bermaksud menyebut ketidaktepatan ucapan Kyai Ma’ruf amin dengan kenyataan di lapangan, sebagai kebohongan atau pembohongan. Saya bisa memahami posisi beliau. Bagi saya, Ma’ruf adalah korban politisasi mobil Esemka. Bisa jadi dia tidak paham seratus persen liku-liku intrik “mobil nasional” ini.

Para politisi belut tampaknya sudah menyiapkan “exit strategy” (strategi kabur) untuk menyelamatkan muka Jokowi. Cuma, Pak Ma’ruf barangkali tak paham kalau dia “dikerjai” oleh para politisi kawakan itu. Misalnya, Pak Jokowi dengan entengnya keluar dengan pernyataan “itu bukan urusan pemerintah”. Ada lagi, “masa presiden memproduksi mobil sendiri”. Inilah yang disebut “strategi kabur”. Exit strategy.

Kemarin, 31/10/2018, wakil ketua Tim Kampanye Nasional (TKN) Jokowi-Ma’ruf, yaitu politisi Partai NasDem Johnny Plate, mencoba membuat “exit strategy” untuk keseluruhan kubu Jokowi-Ma’ruf (Ko-Ruf). Tetapi, menurut hemat saya, pintu untuk kabur dari prahara Esemka sudah tertutup rapat. Semua arah untuk kabur, sudah terlanjur buntu.

Saya bawa Anda sebentar untuk memahami bahasa “strategi kabur” yang disampaikan oleh Jonhhy Plate. Dia ini adalah Sekjen Partai NasDem. Saya akui, kalimat-kalimat Pak Johnny cukup bagus. Sejuk, teduh, penuh kedamaian. Tetapi, sangat mencerahkan. Artinya, cerahlah semua episode Esemka.

Seperti dikutip CNNIndonesia, Johnny Plate mengatakan bahwa jadwal peluncuran Esemka bisa kapan saja. Dalam kamus politik, ini bermakna bahwa proses produksi Esemka yang mengikuti semua tahapan yang lumrah di kalangan industri otomotif, tidak mungkin lagi menjadi kenyataan.

Berikutnya dia mengatakan, “Walaupun memang pada tahap pertama dukungan komponen dalam negeri memang tak besar. Tapi kita punya desain yang baik pasti kita dukung itu.” Ucapan ini mengisyaratkan bahwa mobil Esemka hampir seluruhnya menggunakan komponen luar. Cermati potongan kalimat “…komponen dalam negeri memang tak besar”. Dalam bahasa komedi, ini diartikan sebagai komponen-komponen tak penting seperti alas kaki, dashboard, atau mungking juga pelek ban.

Ada lagi yang menarik dari Johnny Plate. Dia mencoba menyalahkan kompetitor asing. Berkata Johnny, “Soal urusan mobil ini baru ide saja udah ada yang lawan, karena dia akan berkompetisi dengan negara lain.” Jadi, seolah-olah menurut Johnny kegagalan Esemka juga disebabkan oleh “sabotase” produsen mobil asing.

Sebagai tambahan, jurubicara TKN Ko-Ruf, Arya Sinulingga, mengatakan bahwa Ma’ruf mendapatkan informasi produksi massal Esemka itu bukan dari pemerintah. Bisa kita maklumi. Namanya usaha membela agar Ma’ruf tak bertambah terpuruk.

Nah, apa kira-kira yang terjadi selama ini?

Dalam satu kalimat pendek, saya menyimpulkan bahwa sinetronisasi mobil Esemka tak mulus jalannya. Penulis naskah tidak menggunakan “kalkulator bohong” buatan terbaru. Sehingga, dialog-dialog pembohongannya tidak terkalkulasi dengan sempurna. Kalau kalkulatornya bagus, maka pembohongan bisa dilakukan dengan presisi tinggi. Sekarang apa mau dikata?!

Esemka, harus diakui, merupakan tambang suara (vote mining) yang sangat menggiurkan. Tetapi, seperti halnya dunia usaha secara umum, investasi di sektor tambang suara pasti banyak risiko. Kalau sukses, Esemka bisa menghasilkan suara dalam jumlah besar. Sebaliknya, ketika gagal seperti sekarang ini, investornya harus siap gulung tikar. Tidak perlu menyalahkah siapa-siapa.

Oleh karena investasi Esemka ini adalah pertaruhan politik, tidaklah mengherankan kalau kemudian kubu Ko-Ruf melakukan segala macam manuver untuk “dagame limitation exercise”. Yaitu, tindakan memperkecil kerusakan. Kerusakan reputasi.

Salah satu tindakan itu adalah membuat “exit strategy” yang diharapkan bisa mengeluarkan kubu Ko-Ruf dari drama panjang yang melelahkan ini. Dan, “exit strategy” itu dalam bahasa gamblangnya adalah “strategi kabur”.

Cuma yang menjadi masalah: mau kabur ke mana? [mc]

*Asyari Usman, Wartawan Senior.