Politik

Kyai Ma’ruf Amin: Kekuatannya dan Kelebihannya Yang Tersembunyi

Nusantarakini.com, Jakarta –

Hal yang dilewatkan banyak orang ketika membaca kekuatan Kyai Ma’ruf Amin ialah soal kekuasaannya di dalam jagat syariah di Indonesia. Padahal ini adalah suatu jagat dan lapak yang perputaran uang dan pengaruh politiknya tidak dapat dipandang remeh. Orang hanya melihat Kyai Ma’ruf sebagai mbah-mbah yang tak beresonansi luas.

Kyai Ma’ruf, pertama, orang yang punya jam terbang lama dan tinggi dalam jagat dan lapak hal ihwal yang terkait implementasi syariah pasca reformasi yang makin banyak saja di sektor keuangan. Beliau selain sebagai Ketua Umum MUI, ini yang penting, dia juga Ketua Dewan Syariah Nasional (DSN) MUI. Pendeknya, di jagat dan lapak yang satu ini, beliaulah God Father-nya.

Nah, hendaknya tuan-tuan ketahui, DSN ini adalah semacam alat untuk merekomendasikan dan mendistribusikan siapa-siapa yang ditaruh sebagai pejabat syariah di berbagai lembaga usaha yang bermain di sektor syariah. Beliau sendiri resmi menjabat lebih dari tiga institusi bisnis syariah, mulai dari BSM, hingga Mega Syariah.

Tuan-tuan juga harus ketahui, kyai Ma’ruf lama menjadi Ketua Komisi Fatwa MUI yang memproduksi berbagai fatwa di Indonesia. Pendeknya, kekuasaannya di lembaga yang menjadi melting pot bagi segenap ormas-ormas Islam Indonesia ini mengakar dan meluas.

Secara beliau juga berangkat dari basis NU yang memiliki pengaruh lumayan di Jawa khususnya.

Ketokohannya di jagat syariah memang tak diragukan lagi. Diangkat pun sebagai profesor karena kepakarannya di urusan yang satu ini.

Bicara soal aturan syariah, khususnya syariah ekonomi, beliau diperhitungkan. Dia memang kuat dalam disiplin fikh dan ushul fikh.

Nah ini dia. Dalam urusan mainstream keuangan syariah ini, berjalin temali banyak pihak yang basis dan akarnya bukan NU, khususnya kaum dengan pola pikir syariah minded. Uniknya, Kyai Ma’ruf diakui dan disegani kalangan para modernis  dan revivalis itu. Artinya, dia memang melting pot juga bagi kalangan Islam Indonesia, dari yang tradisionalis seperti NU hingga yang revivalis seperti kalangan PKS dan Wahabi.

Mungkin mengingat kedudukan politik dan sosialnya yang unik inilah sehingga pihak Jokowi mempertimbangkannya dan kemudian memilihnya jadi pasangan Capres Jokowi.

Sampai sejauh ini, belum ada satu pun ulama yang berani menentangnya secara terbuka dengan dasar ilmu dan ushul fikh: mengapa Kyai Ma’ruf harus ditolak sebagai Cawapres. Apalagi untuk menasehatinya.

Mungkin karena segan. Atau mungkin karena tidak punya cukup dalil. Malahan Kyai Ma’ruf seolah merasa mengatasi elemen-elemen kritis terhadap dirinya yang berkumpul pada Ijtima’ Ulama.

 

 

~ SED

Terpopuler

To Top