GANTI REZIM GANTI SISTEM: Tidak Cuma Bangkit Saja!

Nusantarakini.com, Jakarta –

Tadi pagi dideklarasikan Gerakan Kebangkitan Indonesia. Di situ ada Djoko Santoso, Prijanto, Sri Edi, Djoko Edi, Hatta Taliwang, dan mestinya banyak lagi. Mereka prihatin dengan keadaan NKRI. Tapi tentunya tidak hanya sadar dan bangkit. Harus juga bergerak untuk menghentikan keadaan buruk Negara yang memprihatinkan itu. Dan mengubahnya menjadi keadaan yang lebih baik.

Tahun 2003 kami mendeklarasikan Rakyat Bergerak. Memang sudah sejak Amandemen UUD45 kami menjadi sangat curiga, bahwa Rel Kereta Bangsa Indonesia benar-benar telah keluar dari tujuan menuju Masyarakat Adil dan Makmur.

Ketika Megawati bersama Panglima TNI Endriartono Sutarto secara tidak resmi menerima UUD Amandemen, kami sempat membakar Patung Kertas Kepala Amin Rais, Akbar Tanjung dan Megawati di atas Jembatan Semanggi. Sedianya juga Kepala Gus Dur, tapi beberapa kali sudah dicoba dibuat, tapi gagal. Mereka adalah pimpinan legislatif dan eksekutif yang kami anggap bertanggungjawab terhadap perubahan jalannya Kereta Indonesia.

Tapi baru sesudah SBY naik, kami sadar betul, bahwa Lokomotif Indonesia sengaja dan dengan kesadaran penuh, dikemudikan ke arah yang lain. SBY dikemudikan oleh Asing dan Koalisi Baratnya. SBY menganggap, bahwa dengan Amandemen itu, khususnya lewat Pasal 33, Indonesia akan menemukan kesejahteraan rakyat sebagaimana dialami negara-negara maju di Barat. Atau paling tidak negara-negara kapitalis-liberalis kecil seperti Singapura, Taiwan dan Korea Selatan.

SBY salah, karena dia mengabaikan banyak unsur keIndonesiaan; antara lain, kami berKetuhanan Yang Maha Esa, sedang mereka tidak. Kami hidup berjamaah, sedang mereka individualis. Kami menerima yang ada, sedang mereka rakus. Kami bekerja dengan ikhlas dan merdeka, sedang mereka dengan menjajah. Ukuran kesejahteraan kami lain dari mereka. SBY dengan konsep Barat mereka mau memaksa; tentu tidak bisa! Tentu dia gagal; dan benar gagal. Dia hanya berhasil berkuasa dengan menjuali kepada Asing kekayaan Indonesia, dari tanah, air hingga kekayaan alam di dalamnya.

Di samping memang SBY bodoh. Yang terakhir ini karena kami berprinsip, bahwa memang orang militer tidak selayaknya memegang posisi Puncak Eksekutif. Megawati dan Jokowi juga bodoh, tapi dimensi kebodohannya lain dari bodohnya TNI. Mega dan Joko tetap kelihatan bodoh kalau disuruh perang; tidak demikian dengan SBY.

Kami menolak SBY. Kami bikin Ganti Rezim Ganti Sistim pada 2006. Tentu maksudnya mengganti UUD Amandemen untuk Kembali Ke UUD45 Asli. Kita mau kembali pada track asli kita yang sesuai dengan pribadi dan cita-cita kemerdekaan kita. Kami pun membentuk Pribumi Bangkit dan Bergerak pada 2014 dengan tujuan uang sama.

Sudah sejak 2003 kami bicara untuk Kembali Ke UUD45 Asli. Hanya Sri Edi yang masih tampak; semuanya wajah baru. Ada Try Soetrisno, ada Syaiful Sulun, ada Amin Aryoso, ada Monang Siburian, ada Usep Ranawidjaja dan ada ASS Tambunan. Sebagian dari mereka dan yang lain sudah almarhum. Kesimpulan kami UUD Amandemen adalah hasil Pembohongan kepada Publik yang memang sudah dirancang Asing dengan Koalisi Baratnya. Sponsor utamanya adalah UNDP, USAID dan National Democratic Institute/NDI. Di bawah itu ada puluhan Lembaga Asing yang ikut menyumbang dan memonitor.

Di Indonesia sendiri dibentuk Lembaga-lembaga Swadaya Masyarakat baru, di antaranya Center for Electoral Reform/CETRO, yang tokohnya adalah Mulia Lubis dan lain-lain. Tugasnya adalah menggalang kekuatan LSM-LSM Indonesia.

Yang banyak tidak diketahui orang, CETRO sudah berdiri menjelang Pemilu 1999. Tentulah kata “pemilu” hanya dipakai sebagai Kedok untuk menarik orang masuk CETRO. Dewan Pendirinya, antara lain, adalah Mahar Mardjono, Emil Salim, Ichlasul Amal, Nurcholis Madjid dan Mulia Lubis. Badan Pekerjanya, antara lain, adalah Natalia Subagjo. Menejemennya dipegang, antara lain, oleh Smita Notosusanto. Dan salah satu Programnya adalah membentuk Konstitusi Baru. Mereka membuka Pos di Lobby MPR dan membagikan brosur tentang Konstitusi Baru. Jadi bukan hanya sekedar Amandemen.

CETRO membetuk Koalisi Ornop (Organisasi Non-Pemerintah) untuk Konstitusi Baru. Para angota Ornop, antara lain, adalah AJI, ICW, Forum Rektor, Elsam, Kontras, LBH Apik, PMKRI, PBHI, Solidamor, WALHI dan YLBHI. Sebagian besar LSM itu masih beroperasi dan para tokohnya menyebar di mana-mana, menjadi penghalang bagi Kembali Berlakunya UUD45 Asli.

Yang menarik lagi, terbit “position paper” pada pertengahan tahun 2001 yang menyatakan:
“… Sekalipun UUD45 telah mengalami Amandemen sampai dua kali, yang dilakukan oleh MPR, namun perubahan itu mempunyai banyak problema… Dari hal yang demikian, MPR hanya melakukan perubahan-perubahan yang sepotong-sepotong tanpa melihat hakekat dan keterkaitan antara satu pasal dan pasal lain secara sistimatis dan komprehensif… Oleh karena itu sudah selayaknya agenda Konstitusi tidak bisa lagi ditentukan okeh MPR, tapi harus ditarik keluar melalui sebuah Komisi Konstitusi… Kita sudah tidak bisa lagi memakai UUD45 sebagai landasan dalam kehidupan bernegara…”

Sekalipun kemudian dibentuk Komisi Konstitusi, namun tetap saja ide dari MPR Pimpinan Amien Rais pada waktu itu adalah pembentukan Konstitusi Baru. Istilah Amandemen dan keberadaan Komisi Konstitusi hanya digunakan sebagai kedok untuk menutupi diterbitkannya Konstitusi Baru tersebut.

Lalu apa yang bisa dilakukan oleh Gerakan Kebangkitan Indonesia?! Akankah mereka menjadi kekuatan yang mendukung Gerakan Rakyat untuk Kembali Ke UUD45 Asli?! Kenapa para Purnawirawan AD ini bangkit setelah Gatot Nurmantyo dipecat… tanpa bisa memanfaatkannya demi Nasib dan Masa Depan Rakyat, Bangsa dan Negara?! Bahkan pada saat semakin dekatnya Pilpres 2019?! Kalau kebangkitan ini adalah demi Pilpres 2019, maka tentulah Kembali Ke UUD45 Asli bukan menjadi misi Gerakan Kebangkitan Indonesia…!

Seyogyanyalah Kembali ke UUD45 Asli menjadi Satu Paket dengan Jatuhnya Rezim Joko-Jeka sebelum Pilpres 2019. [mc]

*Sri-Bintang Pamungkas, Dewan Penasehat Musyawarah Rakyat Indonesia (MRI).