Warkop-98

Begini Cara Membangun Kecerdasan Politik Umat

Nusantarakini.com, Jakarta –

Ubahlah ‘cara mengaji yang keliru` manakala kita hanya mengaji tekstual semata-mata tanpa peduli kontekstual. Umat Islam harus berhenti membuat ‘kerumunan’ (hanya sebatas mengumpulkan massa), tapi bangunlah ‘barisan’ (organisasi dan jaringan). Berhentilah meluapkan ‘kemarahan’ (emosional yang destruktif), mulailah bangun ‘perlawanan’ (legal dan konstruktif).

Kecerdasan politik umat harus diasah terus menerus. Sehebat apapun seorang politisi, kalau kecerdasannya tidak sesuai kontektual, tidak akan berguna; teknologi merupakan salah satu ‘kendaraan politik’ tercanggih abad 21.

Political Quiotient (PQ), atau Kecerdasan Politik, unsurnya ada 3 point:
a. Kemampuan membangun ‘kesadaran’ politik;
b. Kemampuan membentuk ‘kekuatan’ politik;
c. Kemampuan merebut ‘kesempatan’ politik.

Unsur ‘Kesadaran’ politik ada 3 point:
a. Pengetahuan;
b. Empati;
c. Aktivasi.

Pengetahuan sesorang terhadap kondisi politik tida serta merta membangun kesadaran politik. Empati seseorang menjadikan pengetahuan politiknya hidup, lalu menjadikan seseorang bergerak (aktivasi). Suara umat Islam pada pemilu 2014, yang diwakili partai Islam hanya 31%. Umat Islam mayoritas, namun tidak menjadi kekuatan politik. Contoh lain tidak adanya ‘Kesadaran’ politik: misalnya, tidak adanya mobilisasi dana infaq Jumat masjid se-Indonesia untuk disumbangan ke Rohingnya.

Hak politik harus ditegakkan secara individu yakni hak sebagai warga negara. Sifatnya fardhu ‘ain. Dengan cara bangunlah kesadaran akan hak-hak sebagai warga negara. Kalau kita harus ‘bangun’, maka harus ada ‘kekuatan’ untuk bangun. Kalau kita mau ‘menang’, maka harus ada ‘kesadaran’ untuk menang.

Unsur ‘Kekuatan’ politik terdiri atas 4 point:
a. Memperkuat diri sendiri;
b. Memperkuat kelompok;
c. Memperkuat organisasi;
d. Memperkuat jaringan.

Tidak ada Islam tanpa berjamaah. Tida ada jamaah kecuali dengan kepemimpinan. Tida ada kepemimpinan kecuali dengan ketaatan. Umat Islam suka membangun organisasi tapi tidak suka memperkuat jaringan. Kapitalisasi hal-hal yang membuat kita kuat sementara kelemahan kita, mari kita selesaikan di bawah meja. Jadikan masjid untuk membangun jaringan ke-ummat-an, jangan jadikan masjid golongan dan kelompok.

Unsur ‘Kesempatan’ politik terdiri atas 2 point:
a. Mempengaruhi kebijakan;
b. Berkuasa.

Kalau sedang tidak berkuasa, aktiflah pengaruhi kebijakan politik yang ada dengan berbagai cara (yang baik). Informasi dan pengetahuan adalah kekuasaan, barangsiapa yang menguasai keduanya mereka berkuasa. Jangan haramkan diri kita, kelompok kita dan organisasi kita berkuasa (eksekutif, maksudnya). Kalau hal itu kita lakukan, kita hanya akan jadi korban kekuasaan, bukan subjek kekuasaan.

Tidak ada peradaban dunia yang dibentuk oleh mayoritas. Peradaban dan perubahan itu dibangun oleh minoritas kreatif. Ketika semua orang mengatakan tidak mungkin, minoritas kreatif berkata mungkin dan dia menunjukkannya dengan data dan fakta-fakta. (Arnold J. Toynbee)

Politik yang cerdas itu ‘pertukaran’. Sebaliknya politik yg bodoh itu ‘transaksi`. Jangan munculkan tokoh menjelang pemilu tapi bangunlah tokoh tiap hari. Sepanjang hayat harus kampanye. Kita harus mengubah umat Islam dari ‘massa’ menjadi ‘warga negara’, yang kualitasnya ada 5 point:

1. Jadilah warga negara yan tahu dan pandai menjaga haknya;
2. Warga negara itu tahu hak orang lain dan orang banyak dan tahu cara menunaikan hak tersebut masing-masing;
3. Warga negara itu mereka yang tidak tergantung kepada orang lain hatta kepada pemimpinnya kecuali pada dirinya sendiri;
4. Warga negara itu proaktif tidak menunggu;
5. Melawan dengan cara beradab dan dewasa. [mc]

*Eep Saefullah Fatah, Pengamat Politik.

Terpopuler

To Top