Mengais Kejujuran dari Balik Pertemuan Kepala BIN, Kapolri dan Lukas Enembe

Nusantarakini.com, Jakarta –

10 hari sudah pertemuan antara Kepala Badan Intelijen Negara Budi Gunawan dan Kapolri Tito Karnavian dengan Gubernur Papua Lukas Enembe yang juga menjabat sebagai Ketua DPD Partai Demokrat Papua. Memasuki hari ke tiga sejak pertemuan itu terungkap ke publik. Sesuatu yang mungkin tidak diduga oleh para pihak yang bertemu bahwa pertemuan itu dan informasi tentang pertemuan serta isi pembicaraan dalam pertemuan itu akan terungkap ketengah publik.

Ada bantahan yang sudah disampaikan oleh Polri melalui Kabiro Penmas Brigjen Rikwanto yang membenarkan pertemuan itu dan menyampaikan bahwa pertemuan itu membahas pengamanan Pilkada 2018 di Papua. Sementara BIN sendiri belum mengeluarkan pernyataan resmi terkait isi dari pertemuan tersebut. Sementara itu Lukas Enembe tampak harus mencari jawaban yang bisa menenangkan situasi karena masyarakat Papua terlanjur melakukan perlawanan dengan mengelar unjuk rasa di Papua.

Dari benerapa tanggapan yang ada, justru membuat logika semakin bertanya-tanya karena penjelasan yang terlalu singkat, dan penjelasan menunjukkan bahwa situasi tidak seperti yang di jelaskan. Adanya informasi yang beredar menyatakan bahwa Lukas Enembe berada dalam tekanan untuk menanda tangani belasan butir pernyataan yang salah satunya kewajiban mengamankan Jokowi 2019 dan mengamankan PDIP 2019 belum terjawab sama sekali. Justru ini yang menjadi titik fokus publik karena akan menjadi kemunduran demokrasi jika benar. Demikian juga tentang informasi yang beredar yaitu membarter kewajiban tersebut dengan penghentian perkara yang dituduhkan kepada Lukas Enembe dan tambahan kewajiban menerima Irjen Paulus Waterpau sebagai bakal calon Wakil Gubernur Papua yang akan dipasangkan dengan Lukas Enembe pada Pilkada serentak 2018 belum juga terjawab.

Mungkin saja informasi tersebut hanya rumor atau isu, tapi mungkin juga bahwa hal tersebut benar adanya. Maka itu kita mencoba mengais kejujuran dari para pihak yang hadir dalam pertemuan tersebut. Kejujuran itu sangat penting, mengingat yang dipertaruhkan dalam hal ini adalah masa depan Demokrasi yang susah payah kita bangun, dan juga ancaman kerusakan sistem negara karena ternyata alat negara sekelas Badan Intelijen Negara diperalat untuk kepentingan Partai Politik tertentu. Padahal netralitas alat negara seperti BIN sangat mutlak dibutuhkan demi kelangsungan berjalannya negara ke arah yang benar.

Namun sepertinya akan sulit mendapatkan kejujuran meskipun kita mengaisnya dengan penuh harap. Biarlah bantah lisan berlangsung, tapi ijinkanlah saya tetap bertanya tentang pertemuan tersebut. Logika waras saya belum bisa menjawab pertanyaan-pertanyaan dibawah ini, karena ini memang logika sederhana yang sesungguhnya perlu dijawab.

Baiklah saya akan tutup artikel ini dengan pertanyaan sebagai berikut :

1. Bila pertemuan itu benar untuk membahas keamanan Papua, mengapa Kapolda Papua Irjen Boy Rafli Anwar sebagai penanggung jawab keamanan Papua tidak ikut serta?

2. Jika menang benar membahas tentang keamanan, sebagai daerah yang masih memiliki sisa konflik, mengapa Pandam Jayapura tidak turut diundang?

3. Apa kaitannya Kapolda Sumatera Utara Irjen Paulus Waterpau hadir dalam pertemuan itu? Dan mengapa harus foto salam komando dengan Lukas Enembe?

4. Dari foto yang beredar, mengapa justru Lukas Enembe dan Paulus Waterpau diapit oleh KaBIN dan Kapolri? Posisi itu tidak lazim dalam sesi foto pejabat negara.

5. Jika membahas keamanan, mengapa Lukas Enembe dijemput Kabinda Papua dan tidak di ijinkan didampingi?

6. Jika membahas keamanan Papua, mengapa yang menjadi tuan rumah adalah BIN? Bukankah BIN tugasnya menyuplai informasi dan rekomendasi serta perkiraan kepada Presiden sebagai user? Mengapa juga tidak ada undangan resmi secara formal?

7. Jika membahas keamanan Papua, mengapa tuan rumahnya bukan Kapolri atau KeMenkopolhukam yang mengkordinasi antar lembaga? BIN dan POLRI itu dibawah kordinasi Menkopolhukam

Semoga ini menguji nalar dan kejujuran kita.

Jakarta, 16 September 2017

*Ferdinand Hutahaean, Rumah Amanah Rakyat.