Pasca Habib Rizieq, Gerakan Umat Islam Alami Disorientasi. Ini Solusinya

Nusantarakini.com, Jakarta –

Setelah Habib Rizieq tak lagi di Indonesia karena terancam oleh rezim Jokowi, maka umat Islam terseret ke situasi disorientasi dan demoralisasi yang perlahan.

Tidak ada lagi sandaran semangat bagi umat Islam untuk mengonsentrasikan kekuatan. Di samping memang, musuh-musuh pergerakan umat Islam memanfaatkan keadaan dengan membiarkan umat Islam tanpa Habib Rizieq. Yang penting bagi mereka, jangan sampai umat Islam memperoleh kepemimpinan moral pergerakan di luar yang dicapai Habib Rizieq. Yang penting bagi musuh ini, menjaga situasi vakum saja sambil mendemoralisasi secara perlahan umat Islam. Itulah sebabnya, mereka berusaha terus bagaimana merusak moral gerakan 212, karena gerakan 212 merupakan capaian yang bersifat historis dan maju sekali bagi umat Islam di Indonesia.

Situasi pasca Habib Rizieq bagi umat Islam harusnya mendapatkan perhatian dan penanganan yang serius. Jangan sampai, umat Islam terdistorsi dengan masuknya orientasi-orientasi jangka pendek seperti Pilkada yang mencabik-cabik kembali mereka atau membuyarkan konsentrasi utama mereka di dalam rangka meningkatkan daya politik subtansial umat Islam.

Sedangkan Pilkada, kendati penting, namun sebenarnya tidak dengan sendirinya berdampak menempatkan daya politik umat Islam secara kolektif meningkat dan menguat. Sebab biasanya yang diuntungkan hanya partai-partai dan klik-klik politik para kandidat. Bukan umat Islam secara kolektif.

Sekarang yang diperlukan ialah bagaimana dilembagakan semacam suatu konfederasi ulama-aktivis Muslim yang misinya simpel saja: menjaga dan memastikan kepentingan, kedudukan, nasib dan masa depan Islam dan umat Islam di Indonesia dapat berjalan teratur.

Itu saja. Konfederasi ulama dan aktivis Muslim itu dapat dikelola oleh suatu sekretariat setelah adanya suatu pertemuan yang bersifat legitimit, representatif dan aspiratif secara nasional.

Lalu setiap tahun mereka menyelenggarakan pertemuan tahunan, dan tiga bulan sekali diadakan review dan memutuskan kebijakan-kebijakan yang bersifat dinamis sesuai perkembangan situasi. Bahkan bila perlu, tidak harus tiga bulan sekali, tapi lebih rapat dari itu.

Ibaratnya, kekuatan ulama dan aktivis muslim ini dikelola mencontoh lembaga Asean misalnya yang bertujuan jelas dan terukur. Sekretariatlah yang mengerjakan tugas-tugas harian dan memberikan layanan bagi efektivitas kelembagaan kepemimpinan ulama dan aktivis muslim tersebut di dalam rangka mengamankan kepentingan umat Islam di Indonesia secara mandiri dan berkesinambungan.

Maka pendanaan dari lembaga semacam ini, murni dari umat, baik dari sumber zakat, infak, sedekah atau wakaf. Sebisa mungkin menahan diri untuk tidak menerima sumbangan dari luar umat Islam, termasuk dari pemerintah, supaya secara moral terjaga, dan agendanya murni hanya untuk kepentingan besar umat Islam. Melindungi umat Islam dari risiko sejarah yang direkayasa musuh-musuh Umat.

Ini sangat mendesak. Sebab, boleh dikata, tidak ada lembaga yang dengan baik menjaga kepentingan dan masa depan umat Islam hari ini. Semua dibiarkan berjalan berserak dan tanggung risiko masing-masing saja.

 

~ Sungai Embun