Menebak Makna Kunjungan Presiden Jokowi Ke Turki

Nusantarakini.com, Jakarta –

Presiden Jokowi melakukan kunjungan kenegaraan ke Turki. Kemudian ke Jerman. Demikian berita yang beredar.

Alasan formal bahwa ini hanya kunjungan balasan atas kunjungan Presiden Erdogan sebelumnya ke Jakarta.

Namun melihat timingnya selepas rentetan peristiwa-peristiwa sebelumnya yang mengharu biru di Jakarta, tentu kunjungan ke Turki ini sarat pesan.

Pertama yang harus dicatat, Turki adalah negara pendukung Islam yang kuat dan menonjol. Turki saat ini bukanlah negara netral terhadap kepentingan umat Islam internasional. Malahan Turki berambisi menjadi pemimpin dunia Islam.

Selain itu, Turki di bawah Erdogan merupakan negara idaman PKS. PKS sendiri merupakan partai lumayan penting saat ini di Indonesia. Terutama ketika keberhasilannya mendudukkan gubernur DKI yang baru bersama Partai Gerindra yang dengan itu dipandang mampu mengalahkan calon gubernur plot istana.

Yang kedua, kunjungan ini sebenarnya dapat dilihat sebagai rangkaian dari peristiwa gelombang massif pergerakan umat Islam, kekalahan Ahok di DKI yang juga kekalahan Jokowi, isu rekonsiliasi umat Islan dengan pemerintah, pertemuan GNPF, dan kunjungan ke Turki ini.

Tampaknya ini merupakan langkah simbolik dari Jokowi untuk menyeimbangkan kembali bandul politik luar negerinya setelah sebelumnya terkesan pro China yang akut. Kunjungan ke Turki sekaligus mendekatkan bandulnya ke Barat dan Islam sekaligus. Apalagi sebelum ini, dia menerima Obama, mantan Presiden Amerika, dengan ramah di istana Bogor.

Masalahnya sekarang, apakah langkah ini sekedar maksud menenangkan situasi politik dalam negeri atau sungguh-sungguh hendak menyeimbangkan bandul politik luar negeri Indonesia. Hal ini tergantung dari hasil-hasil yang diraih dari kunjungan kenegaraan ke Turki tersebut: apakah terdapat kerjasama kelas berat yang ditandatangani dan diimplementasikan atau hanya sekedar MoU-MoU ritual.

Namun bagaimana pun, kepentingan Jokowi ialah mempertahankan kekuasaannya hingga periode kedua dapat terwujud dengan mulus. Untuk hal itu, sudah barang tentu dia tidak cukup hanya meraih dukungan dari negara-negara kiri seperti China yang memiliki pengaruh ke dalam negeri, tapi juga negara-negara kanan yang juga memiliki pengaruh ke internal Indonesia, terutama umat Islam yang bukan golongan konservatif, seperti NU.

Jadi, permainan baru yang digelar oleh Jokowi ini tentu memiliki resonansi bagi konstelasi politik di dalam negeri. Umat Islam harus juga mampu mengimbangi kelincahan langkah politik Jokowi ini. Jika tidak, umat Islam akan hanya puas sebagai alat bagi kelangsungan kekuasaan Jokowi.

Intinya adalah, Jokowi tengah mengambil langkah politik pragmatis demi mengamankan kekuasaannya untuk periode kedua kekuasaannya.

 

~ Syahrul Efendi Dasopang