Budaya

Ketika Cinta Melawan Pemerintahan

Nusantarakini.com,Jakarta – 

Ketika Cinta Melawan Pemerintahan
Review Film A United Kingdom (2016)

Oleh: Denny JA

Ini kisah sejati di daerah Afrika dan Inggris, yang terjadi di tahun 1946. Sebuah kisah cinta yang sulit namun akhirnya bahkan mengubah sebuah pemerintahan.

Lama saya terdiam setelah film selesai. Yang teringat justru dua penyair besar. Yaitu Kahlil Gibran ketika ia menulis, jika cinta memanggilmu, datanglah walau pedang di balik sayapnya melukaimu. Kau akan ditempa sebagaimana aluminium dipukul dan dibakar agar menjadi piala.

Teringat juga Jalaluddin Rumi. Ujar Rumi, panggilan cinta sejati melampaui akal pikiran manusia biasa. Percayalah pada kekuatan cinta, dan nikmati perjudian di dalamnya.

Pangeran kulit hitam dari wilayah yang sangat miskin di Afrika, Seretse Khama dari Bachuanaland diperankan dengan baik oleh David Oyelowo. Kekasihnya kulit putih dari keluarga terhormat Inggris diperankan oleh Rosamund Pike.

Ini sebuah drama sejarah kisah, yang memang terjadi di dunia nyata, yang akhirnya happy ending dibandingkan kisah tragedi cinta Romeo and Juliet karya Shakespeare.

-000-

Seretse dikirim pamannya untuk belajar ke London, setelah selesai perang dunia kedua. Ayah dan ibu Seretse sudah wafat sejak usianya tiga tahun. Kerajaan Bachuanaland didirikan sudah ratusan tahun oleh keluarga Khama. Sambil menunggu Seretse dewasa dan siap menjadikan raja, tampuk kekuasaan dipegang sementara oleh pamannya Seretse.

Sang paman begitu dihormati oleh Seretse dan dianggap sebagai ayahnya sendiri. Sang paman juga menyiapkan Seretse selama dua puluh tahun agar siap menjadi raja bagi komunitas kulit hitam.

Di tahun 1946, diskriminasi kulit hitam dan putih hal yang biasa. Di era itu tokoh seperti Martin Luther King yang berjuang anti diskriminasi masih berusia 27 tahun dan belum dikenal pergerakannya. Afrika Selatan selaku tetangga terbesar Bachuanaland masih menerapkan Apartheid yang secara sah menjadikan kulit hitam kelas dua. Dunia menerima kultur diskriminasi itu.

Kultur zaman saat itu, di tahun 1946, bukan saja didominasi oleh cara pandang kulit putih yang menganggap kulit hitam manusia dengan derajat yang lebih rendah. Mayoritas kulit hitam juga melihat kulit putih selaku jenis manusia yang menindas. Kulit hitam dan kulit putih memang dua species manusia yang berbeda saat itu.

Namun di London 1946 itu, sesuatu telah terjadi. Sesuatu yang tak biasa. Seretse pangeran kulit hitam berjuma dengan Ruth putri kulit putih di pesta dansa. Ada getaran yang kemudian mengubah sejarah sebuah negri.

Cinta bersemi di antara dua insan ini. Namun lingkungan mereka bersikap seperti yang dikatakan Ruth: “Seretse, hanya kita berdua yang menganggap apa yang kita jalani ini benar. Kita melawan dunia” Beberapa kali Seretse dan Ruth merenungkan apakah kisah cinta ini harus dipadamkan.

Tapi panggilan cinta itu begitu kuat. Tanpa persetujuan kedua keluarga masing- masing, merekapun menikah. Ruth siap pindah dari London yang metropolitan untuk menjadi ratu sebuah kerajaan sangat miskin di Afrika.

Tantanganpun datang. Yang paling berat justru dari paman yang sangat dicintai dan dihormatinya. Ujar paman: aku sudah anggap dirimu anakku sendiri. Sudah 20 tahun aku menyiapkanmu menjadi raja. Sudah 20 tahun rakyatmu menunggu. Mana bisa mereka menerima ratu kulit putih yang selama ini menindas mereka.

Demi rakyatmu, kau harus bercerai. Itu keputusan keluarga besar Khama. Saat itu Bachuanaland berada dalam kekuasaan Inggris. Pemerintah Inggris dengan seluruh kekuasaannya juga mencoba memisahkan Seretse dengan Ruth.

Karena cinta mereka berdua terlalu kuat, akhirnya sang paman dan pemerintah Inggris memberikan pilihan. Seretse boleh terus menikah namun ia harus mundur dari tahta raja. Paman, keluarga besar dan pemerintahan Inggris satu suara. Mereka menyiapkan segala hal untuk menyingkirkan Seretse menjadi raja.

Seretse melawan. Mengapa cintanya pada seorang wanita menjadi penghalang haknya menjadi raja. Apakah ia menjadi raja atau tidak jangan diputuskan oleh pamannya, juga jangan oleh pemerintah Inggris. Ia ingin itu diputuskan oleh para tetua adat yang menjadi elit dan rakyat Bachuanaland.

Sidang raya digelar. Pamannya berpidato meminta rakyat mendukung pencopotan hak raja bagi Seretse. Sebaliknya Seretse juga pidato yang mengugah. Ujar Seretse berapi-api tapi menyentuh: rakyat Bochuanaland harus membuka mata. Ia pewaris sah kerajaan. Ia cinta rakyatnya. Tapi ia juga cinta istrinya. Cinta pada istrinya yg kulit putih tidak menjadi penghalang pengabdiannya kelak kepada rakyat.

Ruth sendiri terlihat pasrah. Sudah berhari-hari ia menemani suaminya pulang ke Bachuanaland. Ia tak punya teman. Ia bahkan dimusuhi oleh keluarga besar Khama. Rakyat Khama menganggap aneh jika ratu mereka kulit putih dari jenis manusia penindas.

Namun sang paman kaget luar kepalang. Para tetua ada dan elit Bachuana land lebih banyak yang menerima Seretse. Yang tak setuju Seretse secara damai eksodus pindah ke wilayah lain.

-000-

Konflik antara paman dan Seretse tak kunjung selesai. Suasana kemiskinan, penyakit semakin mewarnai Bachuanaland ketika Seretse menjadi raja.

Kerajaan Inggris dan pamannya kembal berupaya memisahkan Seretse dengan istrinya. Atau menyingkitkan Seretse dari politik Bachuana. Alasanpun dibuat: Seretse gagal menjadi raja, tak mampu. Dengan aneka tipu daya politik, Seretse akhirnya diasingkan, hidup terpisah dari istrinya dan rakyatnya.

Kembali Seretse dipaksa hidup di London. Istrinya tinggal di Bochuanaland. Aneka berita mass media saat itu banyak mengangkat drama cinta dan politik ini. Kasus Seretse bahkan menjadi agenda pertikaian politik Inggris antara partai konservatif yang dipimpin Winston Churcill melawan partai Buruh.

Pada momen itu, kita menyaksikan Seretse tidak saja mulia dari sisi kesetiaan cinta. Namun ia juga pemimpin yang lihai berpolitik. Ia mainkan media dan pers. Ia berjumpa dengan para lobbyst politik. Ia juga membina relasi dengan para pengusaha. Apalagi setelah ia tahu Bachuanaland menyimpan potensi luar buasa: berlian terbaik di dunia.

Kegigihan cintanya berbuah. Persistensinya sebagai pemimpin juga berbuah. Ia bisa berkumpul kembali dengan istrinya, berdamai dengan pamannya. Iapun berhasil mengubah Bacuanaland yang kerajaan menjadi Bostwana, pemerintahan demokratis. Seretse sendiri terpilih sebagai presiden pertama.

Lebih dari itu ia berhasil mengubah Bachuanaland yang sangat miskin menjadi satu dari negara terkaya di benua Afrika. Anaknyapun terpilih menjadi presiden Bostwana yang keempat setelah kematiannya.

Banyak politisi mengenang Seretse selaku pemimpin yang berhasil. Namun akan lebih banyak manusia mengenang Seretse sebagai insan yang begitu teguh memenuhi panggilan cinta, seterjal apapun jalan yang harus ditempuh.

Lama saya terdiam. Bertanya di dalam hati. Mampukah saya seperti Seretse yang tetap memelihara cinta ketika rintangan, dan jebakan, begitu besar? (mc)

Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Terpopuler

To Top