GeRAM Hadirkan Mantan Menteri di Sidang Gugatan Mendagri

Nusantarakini.com, Jakarta-

Tim kuasa hukum Gerakan Rakyat Aceh menggugat (GeRAM) akan menghadirkan Emil Salim, mantan Menteri Lingkungan Hidup, sebagai saksi di persidangan gugatan Menteri Dalam Negeri (Mendagri) terkait Qanun RTRW di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.

“Kami sudah menjumpai Bapak Emil Salim dan beliau bersedia menjadi saksi terhadap gugatan Qanun RTRW Aceh. Sidang digelar Selasa (6/9) mendatang,” kata Koordinator Tim Kuasa Hukum GeRAM, Nurul Ikhsan.

Sebelumnya, sejumlah warga Aceh yang tergabung dalam GeRAM menggugat Mendagri, Gubernur Aceh, dan Ketua DPR Aceh terkait tidak masuknya nomenklatur Kawasan Ekosistem Leuser dalam Qanun Aceh Nomor 19 Tahun 2013 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Aceh.

Menurut Ikhsan, mantan Menteri Lingkungan Hidup dihadirkan sebagai saksi karena yang bersangkutan merupakan penggagas Kawasan Ekosistem Leuser.

“Bapak Emil Salim akan menjelaskan bagaimana pentingnya menjaga Kawasan Ekosistem Leuser. Proteksi kawasan tersebut sudah ada sejak zaman dulu,” ungkap Ikhsan.

Selain Emil Salim, tim kuasa hukum GeRAM juga menghadirkan Syahrul, dosen Fakultas Pertanian Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh sebagai saksi ahli di sidang tersebut.

“Doktor Syahrul dihadirkan sebagai saksi ahli untuk menjelaskan pentingkan memproteksi wilayah dilindungi seperti Kawasan Ekosistem Leuser. Termasuk pentingnya pengelolaan kawasan oleh masyarakat,” katanya.

Adapun warga Aceh yang menggugat Mendagri, Gubernur Aceh, dan Ketua DPR Aceh tersebut yakni Effendi warga Aceh Besar, Juarsyah warga Bener Meriah, Abu Kari warga Gayo Lues.

Serta Dahlan warga Kota Lhokseumawe, Kamal Faisal warga Aceh Tamiang, Muhammad Ansari Sidik warga Aceh Tenggara, Sarbunis warga Aceh Selatan, Najaruddin warga Nagan Raya, dan Farwiza warga Kota Banda Aceh.

“Gugatan didaftarkan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Saat ini, sidang sudah memasuki tahap pemeriksaan substansi gugatan dengan menghadirkan saksi fakta dan saksi ahli. Sebelumnya, para tergugat dan penggugat pernah menjalani mediasi. Namun, mediasi gagal karena tidak ada kata sepakat para pihak,” tambah Ikhsan.

Mereka menggugat karena Mendagri dianggap lalai mengawasi Pemerintah Aceh yang menetapkan Qanun RTRW tanpa mengakomodir kawasan strategis nasional di Aceh.

Sedangkan Gubernur Aceh dan Ketua DPR Aceh digugat karena mengesahkan Qanun Aceh Nomor 19 Tahun 2013 tentang RTRW Aceh tidak memasukan beberapa substansi penting yang diamanahkan dalam RTRW Nasional.

“Seperti Kawasan Ekosistem Leuser, tidak dimasukkan dalam RTRW Aceh. Padahal, Kawasan Ekosistem Leuser diatur dalam RTRW Nasional dan juga dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang pemerintahan Aceh,” kata dia.

Menurut Ikhsan, mengabaikan amanat undang-undang merupakan perbuatan melawan hukum. Karena itu, penggugat sebagai warga negara mengajukan gugatan untuk mendapatkan keadilan.

“Tuntutan dalam gugatan klien kami bukanlah materi. Tapi, tuntutan dalam gugatan penggugat agar tergugat mengakomodir kawasan strategis seperti Kawasan Ekosistem Leuser dalam RTRW Aceh,” papar Nurul Ikhsan.

Seharusnya, kata dia, Mendagri membatalkan qanun RTRW Aceh karena ditetapkan tanpa mengakomodir kawasan strategis nasional seperti Kawasan Ekosistem Leuser. Tapi itu tidak, Mendagri terkesan membiarkan qanun tersebut disahkan menjadi peraturan daerah di Aceh.

“Inti gugatan ini adalah Mendagri, Gubernur Aceh dan DPR Aceh selaku penyelenggara negara telah melakukan perbuatan hukum dan tidak mematuhi aturan hukum dan amanah undang-undang terkait dengan penataan ruang dan wilayah di Aceh,” pungkas Ikhsan. (*mc)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *