Nasional

Islam itu Penyelamat bagi Kaum Hawa

Nusantarakini.com, Jamaica Hills –Minggu kemarin ini di kota New York, persisnya di PBB New York berlangsung konferensi tentang wanita. Acara tahunan ini menjadi salah satu ajang penting PBB untuk membicarakan tentang kaum wanita, khususnya dalam konteks hak kaum hawa untuk memainkan peranan dalam kehidupan manusia.

Isu wanita memang selalu hidup. Karena diakui atau tidak, dunia akan sepi tanpa wanita. Wanitalah yang menjadikan dunia hidup dan dinamis. Wanita menjadi energi terpenting dari perputaran kehidupan manusia. Wanita seolah menjadi rujukan kehidupan bagi manusia.

Inilah realitanya kenapa dalam bahasa Islam wanita dinamai dengan tiga hal.

Pertama, wanita disebut “mar’ah”. Walau kata “mar’un” juga bisa diartikan seseorang atau seorang lelaki tapi umumnya lelaki lebih populer dengan sebutan “rajulun”. Sementara kata mar’atun lebih identik dengan seorang wanita. Kata mar’atun menjadi sangat penting karena dengan pelabelan mar’atun wanita diharapkan menjadi cerminan kehidupan.

Kedua, wanita disebut “nisaa”. Kata ini menjadi sangat penting dan mengandung makna yang dalam tentang kehidupan. Kata ini berkonotasi “sakinah” yang berarti ketenangan, ketentraman dan yang semakna. Rumah tangga juga memiliki cita-cita mulia untuk menghadirkan ketenangan dan ketentraman dalam kehidupan.

Ketiga, wanita ketika sudah menjadi Ibu disebut “ummun”. Nama ini juga sangat mendalam dan bermakna bagi kehidupan. Karena manusia memerlukan rujukan dalam kehidupan. Dan rujukan pertama manusia dalam kehidupan dunianya adalah ibunya. Sejauh-jauh kaki melangkah rujukan ini (Ibu) takkan pernah menghilang.

Pengaruh wanita begitu besar dan menentukan dalam sejarah kehidupan manusia. Wanitalah yang menjadi penyebab pembunuhan pertama dalam sejarah manusia (Habil dan Qabil). Wanita banyak menjadi pemain dalam sejarah, baik dengan lakon positif maupun negatif. Kita mengenal isteri nabi Luth yang menjadi aktor jahat dalam sejarah. Namun sebaliknya begitu banyak wanita yang telah memainkan peranan positif dalam sejarah kehidupan manusia.

Imra’atu Fir’aun atau isteri Fir’aun misalnya memainkan peranan yang mengharumkan sejarah. Asia menjadi wanita yang diabadikan dalam Al-Quran. Demikian juga imra’atu ‘Imran kakek nabi Isa AS yang juga terabadikan dalam Al-Qur’an.

Yang pasti begitu banyak orang-orang besar dalam sejarah yang dibesarkan oleh kaum hawa. Siapa yang tidak mengenal Ismail yang dibesarkan oleh Ibu Hajar. Atau sejarah Musa yang diperjuangkan dengan penuh rintangan oleh Ibu dan kakak wanitanya. Bahkan Rasulullah SAW juga diasuh sendiri oleh Ibunya Aminah hingga wafat menjemputnya.

Sayang dalam perkembangan peradaban manusia yang kehilangan jatidiri, wanita kemudian diperlakukan dengan perlakuan yang sangat rendah dan tidak manusiawi. Sejak peradaban China kuno ke peradaban India, bahkan Yunani, Romawi dan Persia, wanita telah ditempatkan pada posisi yang sangat tidak layak. Masa-masa itu wanita dipandang sebagai obyek pemuas nafsu kaum pria.

Hingga di saat-saat Rasulullah diutus di tanah Arab wanita telah diposisikan pada posisi yang tidak saja rendah. Tapi sangat jahat dan tidak manusiawi. Wanita dianggap properti yang layak di wariskan dan diperjual belikan. Bahkan puncaknya kaum pria malu memiliki anak perempuan karena dianggap beban dan memalukan. Akibatnya anak-anak perempuan ketika itu banyak yang dikubur hidup-hidup.

Demikian seterusnya hingga di saat manusia merasa atau mengaku memasuki era kehidupan modern yang dianggap beradab (civilized). Wanita justeru dipolesi dengan polesan-polesan semu. Namun hakikat dan realitanya wanita ditempatkan pada posisi “modern slavery” yang menyedihkan.

Perlakuan bangsa Eropa kepada kaum wanita, yang juga mendapat pembenaran dari tokoh-tokoh agama di masa lalu membawa kepada kebangkitan emansipasi wanita yang diakui sebagai gerakan pembebasan wanita. Gerakan emansipasi terlahir di Eropa dan oleh wanita Eropa yang merasa tidak mendapatkan hak-haknya sebagai manusia.

Gerakan emansipasi wanita ini kemudian dibalik (twisted) seolah-olah terlahir untuk membebaskan wanita-wanita Muslimah. Sehingga seringkali gerakan atau organisasi-organisasi wanita Barat melakukan ekspansi ke dunia Islam dengan propaganda membebaskan dan mengangkat derajat kaum wanita. Padahal permasalahan mendasar dan esensial ada pada bagaimana mereka memperlakukan kaum wanitanya.

Wanita dalam Islam

Ada pandangan yang dikembangkan seolah wanita dalam Islam itu menjadi warga kelas dua (second class citizen). Pandangan ini tentunya sengaja dikembangkan untuk memburukkan ajaran Islam di satu sisi. Namun di sisi lain juga menjadi kritikan kepada masyarakat Islam yang jauh dari realita Islam yang sesungguhnya.

Untuk mengetahui posisi wanita dalam Islam, di bawah ini ada beberapa hal yang perlu kita ketahui.

Pertama, harus disadari bahwa equalitas atau kesetaraan jender tidak pernah dimaknai dengan kesamaan (sameness). Karena realita memang dua jenis manusia ini (pria wanita) tidak sama. Al-Quran menegaskan: “dan tidaklah sama lelaki dan wanita”.

Perbedaan itu tentu selain pada sisi fisikal, juga pada sisi kecenderungan kejiwaan. Hal ini kemudian mengantar kepada terjadi perbedaan-perbedaan dalam peranan dan tanggung dalam kehidupan.

Kedua, penekanan equalitas atau kesetaraan dalam pandangan Islam ada pada nilai (value) kemanusiaan yang didasarkan kepada tabiat dan kapasitas masing-masing. Karenanya peranan dan tanggung jawab kehidupan bisa berbeda. Tapi nilai dan value dalam kehidupan bisa sejajar. Seorang pria (suami) yang punya karir hebat di kantornya dan seorang wanita (isteri) rumah tangga di rumah bisa memiliki nilai/value yang sama. Dikarenakan kedua masing-masing memainkan peranan dan tanggung jawab sesuai kapasitasnya dan untuk tujuan yang sama (kebaikan kehidupan).

Ketiga, sejarah kesetaraan jender dalam Islam kembali ke sejarah awal kehidupan manusia. Gambaran kesetaraan itu disampaikan dalam Al-Quran ketika Allah memerintahkan Adam dan isterinya untuk tinggal dalam syurga. Keduanya diberikan kesempatan yang sejajar untuk menikmati syurga. Lalu keduanya secara sejajar diberikan aturan untuk tidak mendekati pohon terlarang itu. Selanjutnya ketika keduanya melanggar aturan maka konsekwensi pelanggaran berlaku secara setara kepada keduanya. Lihat Surah 2 ayat 35-37.

Keempat, Al-Quran menegaskan bahwa lelaki dan wanita diciptakan dari sumber yang sama. Yaitu tanah (turaab). Kalaupun ada pendapat yang mengatakan bahwa wanita diciptakan dari tulang rusuk lelaki, itu adalah penafsiran. Hadiths menyebut dengan dua versi. Ada penyebutan “dari” tulang rusuk. Tapi ada juga dengan sebutan “seperti” tulang rusuk.

Kelima, bahkan dalam beberapa hadits Rasulullah wanita mendapat posisi yang lebih tinggi dan tersanjung ketimbang kaum pria. Mencintai atau menghormati Ibu tiga banding satu dibanding untuk ayah. Syurga di bawah telapak kaki Ibu. Keduanya hanya contoh-contoh dari pengakuan kemuliaan wanita dalam Islam.

Keenam, dalam hal relasi suami dan isteri justeru dipandang sebagai relasi “saling melengkapi” dan saling menutupi. Itulah yang digambarkan dalam Al-Quran dengan kata-kata: “mereka adalah pakaian bagi kalian. Dan kalian adalah pakaian bagi mereka”. Lebih jauh wanita dan pria digambarkan bagaikan siang dan malam yang silih berganti untuk kelanjutan eksistensinya (Surah Al-lael).

Ketujuh, sejarah Islam penuh dengan tokoh-tokoh wanita yang menentukan. Siapa yang tidak kenal Khadijah sebagai isteri dan orang pertama yang mengimani Rasulullah SAW? Sumayyah wanita dan Muslim yang pertama gugur di jalan Dakwah. Lalu siapa yang tidak mengenal Aisyah dengan intelektulitasnya yang tinggi? Bahkan Universitas termasyhur dunia Islam, Al-Azhar, juga didirikan oleh Pemimpin wanita kala itu.

Akhirnya selamat Hari Wanita. Sukses konferensi wanita dunia. Semoga semua sadar bahwa Islam hadir tidak saja memberikan kebebasan dan kesetaraan kepada wanita. Tapi sejatinya Islam hadir sebagai salvation (penyelamatan) bagi kaum Hawa. [mc]

Jamaica Hills, 11 Maret 2023.

*Imam Shamsi Ali, Presiden Nusantara Foundation.

Terpopuler

To Top