Nasional

Morowali dan Mabuk Investasi

Nusantarakini.com, Jakarta –Presiden Jokowi tidak pernah menyembunyikan obsesinya terhadap investasi. “Jika ada investor masuk, pejabat daerah merem saja dan setujui,” kata Presiden.

Berkat UU Cipta Kerja yang kontroversial, izin investasi kini ditarik ke pemerintah pusat.

Dan di Morowali, Sulawesi Tengah, tempat terjadi insiden terakhir, pemerintah daerah bahkan tak bisa menyentuh pengusaha yang bermasalah.

Kerusuhan itu terjadi di lingkungan PT Gunbuster Nickel Industri (PT GNI), pabrik pengolahan nikel China yang berdiri pada 2019.

Insiden GNI pada dasarnya sengketa antara buruh dengan manajemen pabrik: tuntutan tentang keselamatan kerja, tentang gaji dan tentang perbedaan upah antara buruh Indonesia vs asing (China).

Sengketa seperti ini biasanya bisa dimediasi oleh Dinas Tenaga Kerja setempat. Tapi, di GNI, bahkan Dinas setempat mengeluh tidak bisa mendapat informasi paling elementer tentang jumlah buruh.

Di situ kita bisa melihat bagaimana kawasan industri khusus yang dibentuk pemerinath pada akhirnya mengurangi peran negara dalam melindungi warga sendiri; bahkan jika ada itikad ke situ.

Tak hanya menyangkut perlindungan buruh. Pemerintah juga melucuti kewajibannya sendiri untuk melindungi alam-lingkungan: polusi, pencemaran air tanah, dan kerusakan hutan dan sungai adalah akibatnya.

Dalam banyak kasus, rakyat miskinlah yang akan membayar paling mahal ketika terjadi bencana lingkungan. Sering harus membayar dengan nyawa mereka sendiri.

GNI hanya salah satu saja dari belasan pabrik pengolah nikel di Morowali mulai muncul pada era Susilo Bambang Yudhoyono dan diundang masuk besar-besaran pada era Jokowi.

Tidak semua punya masalah dengan buruh tapi dampak lingkungan mereka secara kolektif sangat serius.

Konsentrasi terbesar “kantong nikel” Morowali ada dalam kawasan industri milik Indonesia Morowali Insustrial Park (IMIP).

Pemerintahan Jokowi memang mendorong banyak pembentukan kawasan industri dan kawasan ekonomi khusus seperti ini.

IMIP dimiliki oleh dua perusahaan: Tsingshan Steel Holding (66,25 persen) dan Bintang Delapan Group (33,75 persen).

Tshingsan adalah perusahaan baja terbesar di dunia yang bermarkas di China.

Sementara Bintang Delapan adalah milik sejumlah pensiunan jenderal Indonesia, antara lain Sintong Panjaitan.

IMIP kantong yang sepenuhnya terpisah dari sekelilingnya. Pemerintah Daerah tak punya yurisdiksi di situ.

Kesan eksklusif juga diperkuat oleh statusnya sebagai proyek strategis nasional yang diamankan baik oleh polisi maupun tentara. Setiap ancaman terhadapnya akan dianggap sebagai ancaman terhadap negara.

Secara teoritis, IMIP ada dalam pengawasan Kementerian Perindustrian. Tapi dalam praktik, IMIP pada dasarnya “negara dalam negara”.

Di kawasan IMIP, perusahaan manapun yang ingin bikin pabrik di situ, hanya perlu berhubungan dengan IMIP (dan Tsingshan yang menguasai saham mayoritas).

Dan itulah memang tujuan pembentukan kawasan industri: tidak perlu ribet urusan dengan aturan maupun birokrasi pemerintah.

Selain Morowali, kantong nikel Indonesia ad di Halmahera, Maluku Utara. Di situ ad jawasan industri serupa: Indonesia Weda Bay Industrial Park (IWIP) dengan kepemilikan dan pengelolaan serupa seperti di Morowali.

Kawasan industri dan kawasan ekonomi khusus pada dasarnya “negara dalam negara” tempat pemerintah melucuti perannya untuk melindungi rakyatnya sendiri.

Pemerintah cenderung akan bisu dan tuli ketika mendengar protes serta keluhan warga.

Dan itu sepertinya memang disengaja. “Merem saja!” kata Presiden Jokowi. [mc]

*Farid Gaban, Ekspedisi Indonesia Baru.

Terpopuler

To Top