Ingin Perubahan, Ketua Jarnas Sumut Beberkan Keluhan Masyarakat

NUSANTARAKINI.COM _ Relawan Anies Baswedan terus bergerilya hingga menjelang akhir tahun. Tak ada hari yang dilewatkan demi meraih target kemenangan suara.

Relawan Jaringan Nasional (Jarnas) ABW Sumatra Utara misalnya, memanfaatkan seluruh sumber daya yang ada demi Anies mendulang kesuksesan di Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024. Namun, saat turun ke lapangan, selalu ada didapati keluhan yang dilontarkan oleh masyarakat.

Ketua DPW Jarnas Sumatra Utara, Andy Jaya Matondang mengungkapkan, umumnya keluhan itu hampir sama.

Pertama, menurut Andy, masyarakat melihat Indoensia “dimiskinkan” baik dari sumber daya alam (SDA) maupun sumber daya manusia (SDM).

“Untuk SDA, itu dikuras habis-habisan, tapi tidak bermanfaat bagi rakyat ke bawah. Sedangkan, SDM yang kehidupannya dulu berada di strata menengah, sekarang strata kehidupannya turun,” kata Andy pada Kamis (21/12/2022).

Dia mengambil contoh, subsidi Bahan Bakar Minyak (BBM), yang ditujukan bukan hanya untuk rakyat miskin, namun juga kelas menengah.

“Karena konsep yang dibangun oleh pemerintah sejak dulu adalah bagaimana supaya tumbuh ekonomi itu mulai dari bawah dengan pemberian kredit. Kan kita kayaknya seakan bangga ketika banyak kendaraan baru beredar di jalanan, seolah menunjukkan, strata manusia itu lebih baik,” jelasnya.

Andy menuturkan, padahal, itu didapat dengan cara kredit, yang mana belum tentu orang mengambil kendaraan didasarkan pada kemampuannya.

“Mungkin untuk gaya hidup, efisiensi pekerjaan, transportasi, dan lain-lain. Dengan dicabutnya subsidi, maka biaya untuk transportasi pas beli kendaraan itu sudah jadi beban, sehingga, mau tidak mau kehidupannya dikuras untuk menambah biaya transportasi itu,” terangnya.

Sementara, dia menerangkan, karena masih ada cicilan, bagaimana pun kredit tersebut harus dibayar agar tidak dibayar oleh leasing.

“Maka mau tidak mau dia harus bayar kredit, menambah biaya transportasi, dan harus berutang lagi. Sementara, gaji tidak bertambah, penghasilan pas-pasan,” ujarnya.

Andy berpendapat, orang yang dulu ada di strata menengah, jatuh menjadi miskin, sedangkan yang miskin menjadi fakir.

“Tapi, yang kaya tetap kaya karena mendapatkan fasilitas yang dimudahkan negara. Kalau dulu, jurang strata antara kaya dan miskin ditengahi kelas menengah, sekarang yang menengah sudah tidak ada,” urainya.

Akibatnya, Andy menilai, banyak rakyat yang dibawah itu merasa harus berubah.

“Tidak bisa lagi dengan konsep memimpin negara dengan suka-suka atau hanya mementingkan satu golongan, tapi tidak memikirkan konsep secara keseluruhannya,” tuturnya.

Berbeda dengan zaman Orde Baru, Andy menegaskan, saat itu rakyat merasa terayomi karena rakyat belum bisa bergerak secara maksimal, ditambah tidak terbukanya informasi soal SDA.

“Sekarang kan terbuka, rakyat semua tahu. Sebenarnya SDA kita sudah lebih dari cukup untk memakmurkan dan menyejahterakan rakyat Indonesia,” jelasnya.

Hanya saja, Andy mengungkapkan, cara pengelolaannya masih sama dengan Orba, yakni sumber pemasukan negara hanya bisa dinikmati oleh segelintir orang.

“Rakyat hanya bisa menonton dan kalau kritik, ditangkap melalui berbagai regulasi yang menjebak. Jadi, ini sudah kompleksitas persoalan bangsa dan negara,” ungkapnya.

Secara ideologi pun, Andy berpandangan, sudah tidak jelas, entah Pancasila, kapitalis, liberal, atau yang lainnya.

“Kalau dulu, ideologi kita pancasila, seluruh tatanan kehidupan kita bersumber, kalau disebut dulu, nilai-nilai butir Pancasila. Secara politik, mana partai atau ormas yang tidak dipecah belah oleh rezim ini?” tegasnya.

Andy menambahkan, apalagi ada wacana menjual pulau. Dia khawatir, ini akan membuat orang asing memiliki pulau tersebut.

“Pulau terluar itu pertahanan terakhir bangsa ini, tapi kalau dijual hanya untuk menutupi APBN yang defisit, dimana pola pikir pemimpin negara dengan cara menjual aset? Harusnya memikirkan bagaimana supaya SDA yang kita miliki, dikelola sendiri oleh negara bukan asing,” tambahnya.

Dia melanjutkan, bukan hanya pulau, nikel juga dijual. Seperti diketahui, Indonesia merupakan produsen nikel terbesar di dunia. Bahkan, GlobalData 2021 menemukan, dua dari sepuluh tambang nikel dengan produsen terbesar di dunia berada di Indonesia, yaitu Sorowako dan Weda Bay Project.

“Luar biasa memang rezim ini, tidak memikirkan bagaimana rakyat untuk hari ini dan ke depannya,” imbuh Andy.