Farouk Minta Supaya TKI Yang Dikirim Ke Luar Negeri Harus Skilled Workers

Nusantarakini.com, Jakarta –

Tenaga Kerja Indonesia (TKI) yang bekerja di luar negeri banyak tersebar di Malaysia, China, Hong Kong, Taiwan, Arab Saudi, dan sejumlah negara Timur Tengah lainnya. Namun, hingga saat ini masih kerap terjadi perlakuan yang tidak semestinya yang menimpa para TKI di luar negeri. Akar persoalannya adalah banyak dari pekerja migran ini tidak memiliki keterampilan yang memadai atau “unskilled” dan banyak pula yang masuk ke negara lain secara ilegal atau menjadi ilegal setelah masuk kedalam.

Para TKI “unskilled” ini, khususnya yang “irregular workers” atau bahasa kasarnya “illegal workers” memang terpaksa meninggalkan Indonesia dalam kerangka untuk meningkatkan taraf hidup yang lebih baik, akibat keterbasan lapangan pekerjaan di dalam negeri.

Tak jarang, mereka akhirnya menghadapi banyak masalah hukum di negara tujuan, disamping mendapat tindakan tidak manusiawi dari majikan seperti kekerasan fisik dan psikis, pelecehan seksual untuk tenaga kerja wanita, dan tindakan diskriminatif lainnya.

Masih lekat dalam ingatan, ketika ada sekitar 300 mahasiwa asal Indonesia di Taiwan yang kedapatan dipekerjakan di sejumlah pabrik di negara pecahan Tiongkok itu. Kasus ini mencuat awal Januari 2019 lalu, berawal dari pengakuan anggota legislator Taiwan, Ko Chihen yang melaporkan kondisi memprihatikan ratusan mahasiswa Indonesia.

Setidaknya, terdapat enam universitas di Taiwan mengirim ratusan mahasiswa Indonesia ke pabrik manufaktur untuk menjalani kerja paksa. Ke-300 pelajar Indonesia yang masih dibawah usia 20 tahun itu dikirim oleh Hsing Wu University ke Distrik Linkou, New Taipei City, melalui seorang broker.

Sebelumnya, pada pertengahan Desember 2018, publik dikejutkan dengan insiden tenggelamnya kapal di Selat Malaka Kabupaten Bengkalis, Riau. Dalam insiden tersebut 16 orang meninggal. Faktanya para korban merupakan TKI ilegal yang hendak pulang dari Malaysia. Mereka nekad keluar dari negara jiran itu lantaran tidak bisa kembali melalui jalur resmi. Pasalnya, pekerja migrant ini adalah yang statusnya ilegal.

Farouk Abdullah Alwyni, Caleg DPR RI dari PKS Dapil DKI Jakarta II (Jakarta Pusat, Jakarta Selatan, dan Luar Negeri) ini, mengatakan, dari dua kasus di atas, setidaknya ada persoalan mendasar yang harus diurai oleh pemerintah agar peristiwa-peristiwa yang menyayat HATI anak bangsa ini tidak terus terulang. Terlepas dari keberadaannya yang tidak resmi, negara tetap berkewajiban memberikan pelayanan dan perlindungan pada para TKI di luar negeri karena bagaimanapun mereka adalah WNI yang berhak mendapatkan pelayanan dan perlindungan dari negara, disamping juga sebagai pahlawan devisa yang telah memberikan kontribusi pendapatan bagi negara. Negara perlu menjaga agar hak-hak mereka tetap terjaga dan tidak mendapat perlakukan yang tidak adil dan sewenang-wenang.

Ke depan, pemerintah harus serius menata persoalan TKI kita yang bekerja di luar negeri, khususnya bagaimana agar mereka bisa mengisi sektor-sektor pekerjaan dengan bekal keahlian yang mumpuni. “Di sini pemerintah harus beinvestasi untuk meningkatkan keahlian mereka dan serta juga meningkatkan kapasitas bahasa asing mereka,” katanya dari Penang (Malaysia) beberapa waktu lalu.

Ketua Biro Pelayanan Luar Negeri dan Diplomasi Publik DPP PKS ini juga menjelaskan, penempatan TKI yang terlatih dan terdidik ke negara penempatan tersebut harus benar-benar diperhatikan. Alasanya, bukan hanya menyangkut nasib TKI selama bekerja dalam menghadapi majikan yang berbeda budaya dan latar belakang tetapi juga menyangkut citra Indonesia di mata dunia. Sebagai gambaran, banyaknya TKW di Arab Saudi yang bekerja di sektor domestik yakni urusan rumah tangga menimbulkan kesan bahwa Indonesia adalah negara yang sangat terbelakang, tipikal negara dunia ketiga yang belum maju. Padahal sebenarnya Indonesia walaupun belum maju tetapi tidaklah seburuk itu. (red)