Habib Rizieq Syihab, Geneologi Aksi Massa 212 dan Sisa Amanatnya

Nusantarakini.com, Jakarta –

Tak ada yang lebih fenomenal dalam sejarah gerakan massa Islam di kawasan Asia Tenggara selain gerakan massa 212. Gerakan ini menjadi sangat monumental dan menjadi inspirasi hingga melahirkan gerakan yang hampir serupa di Malaysia baru-baru ini, dengan julukan 812.

Figur utama penggerak dari gerakan massa ini tiada lain yaitu Habib Rizieq Syihab. Dia merupakan pemimpin sentral Front Pembela Islam (FPI), suatu ormas terkemuka dan pelopor advokasi hak-hak dan nasib umat Islam di Indonesia.

Bagaimana gerakan massa Islam 212 ini bermetamorfosis dari kecil hingga menjadi golongan politik yang sangat diperhitungkan seperti saat ini, mari kita lanjutkan uraiannya.

Benih gerakan massa 212 ini telah lama disemai oleh FPI. Dan ini hanya menunggu momentum saja. Ketika basis FPI yang tradisional dan marginal bergabung dengan unsur masyarakat Muslim urban yang heterogen, maka lahirlah massa besar 212. Proses kelahirannya tentu memakan waktu dan proses pengentalan yang tidak mudah dan tidak singkat. Konsolidasi massa sudah berjalan sejak kemunculan Ahok sebagai Wakil Gubernur DKI yang dipandang memboncengi Jokowi di altar kekuasaan. FPI dan FBR merupakan elemen paling menonjol yang menolak Ahok di pemerintahan DKI dengan alasan yang dapat mengancam masa depan Islam di ibukota.

Ahok sebenarnya dicalonkan berpasangan dengan Jokowi menjadi calon wakil gubernur DKI oleh Partai Gerindra dan PDIP. Suatu hal yang ironis ketika sekarang Gerindra berkoalisi dengan FPI untuk menantang Jokowi dalam Pilpres 2019. Ketika pasangan Jokowi-Ahok menang Pilgub 2012, FPI telah memberikan reaksi atas kecemasan yang dirasakan dari implikasi naiknya Ahok. FPI mulai melancarkan penolakan.

Pemilihan Umum Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta 2012 sendiri diselenggarakan pada Rabu, 11 Juli 2012 dan Kamis, 20 September 2012.

FPI semakin yakin bahwa Ahok hanyalah pintu masuk untuk menggeser tatanan politik yang ada, dimana kedudukan mayoritas muslim dalam peta politik akan dirombak. Semakin jelas lagi, manakala Jokowi melepaskan jabatan sebagai Gubernur DKI dan maju sebagai Calon Presiden. Hal itu berarti mengukuhkan pandangan curiga FPI selama ini bahwa Jokowi – Ahok hanyalah paket konspirasi untuk meminggirkan kedudukan politik umat Islam. Kecurigaan itu beralasan dan ditopang juga gelagat sosial yang makin tidak nyaman bagi golongan umat Islam yang berada dalam advokasi FPI.

Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia Tahun 2014 (disingkat Pilpres 2014) dilaksanakan pada tanggal 9 Juli 2014. Pada 22 Juli 2014, Jokowi terpilih menjadi Presiden RI. Ahok pun naik dengan mulus menjadi Plt Gubernur DKI, sampai akhirnya dia ditabalkan menjadi gubernur penuh definitif dengan wakil Gubernur berasal dari PDIP Blitar, Djarot.

Seiring dengan itu, perlawanan FPI makin kencang dan keras. Kampanye ancaman oligarki dan tirani minoritas makin bergema di dalam masyarakat.

Beberapa peristiwa perlawanan FPI dan pendukungnya terhadap Ahok yang mengawali serangkaian aksi hingga lahirnya gerakan 212 dapatlah disebut di sini, yaitu, munculnya Gerakan Masyarakat Jakarta yang diketuai oleh KH. Fahrurrozi Ishaq. GMJ ini merupakan embrio dari gerakan Gubernur Muslim untuk Jakarta yang sukses bermetamorfosis menjadi GNPF MUI yang menjadi tulang punggung dari gerakan massa 212.

Saat itu, Ketua Umum Gerakan Masyarakat Jakarta (GMJ) KH. Fahrurrozi Ishaq menegaskan bahwa seluruh elemen umat Islam, termasuk ormas dan para tokoh Betawi menolak Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok sebagai Gubernur DKI Jakarta.

Ulama Betawi yang dikenal tegas itu mengungkapkan bahwa penolakan masyarakat Jakarta terhadap Ahok lantaran ulahnya yang arogan.

“Selama ini yang dianggap menolak Ahok itu cuma FPI dan FUI, ternyata seluruh organisasi yang ada di Jakarta, organisasi Betawi khususnya 99% menolak Ahok karena ulahnya yang arogan, karena akhlaknya yang tidak baik, yang tidak bermoral dengan kata-katanya,” kata KH Fahrurrozi Ishaq dalam jumpa pers di kediamannya Jalan Masjid, Jatinegara, Jakarta Timur, Selasa (14/10/2014).

Semakin kuat penolakan masyarakat, Ahok bukannya mengendur, malahan makin kasar. Dia kerap menantang, mengolok-olok dan berkata tidak menentramkan di hadapan publik. Akibatnya, penolakan pun makin deras.

KH. Fahrurrozi Ishaq kemudian didaulat menjadi Gubernur DKI Jakarta pilihan rakyat pada hari Senin, 1 Desember 2014. Ini merupakan cara frontal untuk berhadapan dengan otoritas Ahok sekaligus sebagai cara untuk menggerus legitimasi publiknya.

Bertempat di depan gedung DPRD DKI Jakarta, KH. Fahrurrozi Ishaq yang akrab disapa Bang Rozi itu pun menyampaikan sumpah jabatannya.

“Dalam rangka menegakkan kebenaran dan menghancurkan kezaliman, saya menerima amanah ini. Karena itu saya meminta seluruh anggota DPRD DKI Jakarta agar keinginan masyarakat Jakarta diperhatikan, gunakan hak interlapasi, hak angket secepatnya untuk menurunkan Ahok,” ungkap Bang Rozi disambut takbir ribuan Umat Islam yang melakukan aksi damai menolak Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok sebagai Gubernur DKI Jakarta.

Sampai kemudian Ahok pun memutuskan maju dalam Pilkada DKI. Di belakang Ahok, secara terang-terangan Presiden Jokowi, Kapolda Metrojaya, Irjen Pol Tito Karnavian, mendukung Ahok maju sebagai gubernur DKI. Sementara itu, kesannya para konglomerat yang sebagian besar etnik Cina juga mendukung penuh Ahok. Ditambah juga pada umumnya non Muslim dan media massa. Saat yang sama petinggi NU seperti Kyai Agil Siradj dan Nusron Wahid juga berdiri di pihak Ahok. Maka mengeraslah pertentangan politik di tingkat massa.

Penulis pernah diberitahu oleh KH. Muhammad Al-Khatthat, bahwa sebenarnya kelahiran GNPF MUI itu berlangsung spontan saja. Habib Rizieq Syihab, Al-Khatthat, Zaitun Rasmin, Bachtiar Nasir, dan lain-lain bertemu di Rumah Makan Abu Nawas dan berembug, lalu dipilihlah Bachtiar Nasir sebagai ketua, dan Habib Rizieq sebagai pembina. Fungsinya untuk menggalang massa demo penolakan Ahok sebagai calon gubernur DKI yang menista Al Maidah : 51.

Bachtiar Nasir dan Zaitun Rasmin berasal dari kelompok MPJ dengan figur utama KH. Didin Hafidhuddin. Kelompok ini memiliki basis massa muslim urban, yang sedikit lebih cair ketimbang basis massa FPI.

Sebagaimana dilaporkan media, menyongsong Pilkada DKI Jakarta 2017 mendatang, Majelis Pelayan Jakarta (MPJ) yang dibentuk oleh para ulama dan tokoh Islam menghimpun para calon gubernur Muslim.

Anggota Dewan Syura MPJ, Zaitun Rasmin mengatakan, selama ini seolah-olah dianggap tidak ada pemimpin Muslim yang bisa memimpin Jakarta. Tapi begitu muncul banyak tokoh, dibilang tidak bersatu dan berpecah.

“Nah, ini harus ada yang meramu. Makanya muncul Majelis Pelayan Jakarta untuk memperkuat bahwa banyak pemimpin Muslim yang bisa memimpin Jakarta,” ujar Zaitun kepada hidayatullah.com di Masjid Al-Azhar, Kebayoran Baru, Jakarta, Jumat, 5 Ramadhan 1437 (10/06/2016).

Acara deklarasi 7 tokoh calon pemimpin Muslim DKI tersebut juga dihadiri oleh anggota DPD RI AM Fatwa, Ketua Dewan Syura MPJ Didin Hafidhuddin, dan Ketua Umum McJAK Adnin Armas.

Sementara itu, Gubernur Muslim untuk Jakarta telah pula menyelenggarakan konvensi gubernur Muslim. Konvensi ini disosialisasikan dengan massif. Setiap gang-gang terpampang spanduk Gubernur Muslim untuk Jakarta. Gerakan ini digerakkan oleh Habib Rizieq Syihab, Al-Khatthat, KH. Khalil Ridwan, KH. Abdullah Rasyid Syafi’i, dst.

Dapatlah disimpulkan, kedua kelompok inilah yang menjadi cikal-bakal unsur pembentuk GNPF MUI yang telah sukses menggerakkan dan mengonsolidasikan massa muslim, baik pada 14 Oktober 2016, 14 November 2016 di Masjid Istiqlal, maupun 2 Desember 2016 di Monas.

Kampanye gerakan massa muslim itu sukses besar, tidak saja dari segi pengumpulan massa yang mencapai jutaan, tapi juga dari segi target yaitu menggagalkan Ahok jadi Gubernur DKI.

Sekarang, target itu telah tercapai. Tinggal bagaimana mengoptimalkan capaian sehingga gubernur yang sudah dipilih dapat memenuhi amanat historis gerakan massa tersebut.

Beberapa yang masih dibutuhkan ialah memastikan dan menjamin peranan massa muslim tetap menjadi penentu dalam setiap perubahan politik. Peranan itu hanya bisa dinikmati manakala massa muslim semakin meningkat derajat ekonomi, politik dan profesionalnya sehingga semakin kurang ketergantungannya dengan pihak lain. Massa muslim, dengan hadirnya gubernur pilihan mereka, hendaknya dapat membantu memastikan kemandirian ekonomi, politik dan sosial budaya mereka, sehingga tidak berulang mengalami nasib seperti sebelum-sebelumnya. Tentu itulah makna utama dari hadirnya gubernur pilihan dari massa 212 itu.

~ SED

Referensi:

https://m.hidayatullah.com/berita/nasional/read/2016/06/10/96210/tujuh-tokoh-islam-calon-pemimpin-dki-telah-disiapkan.html

https://www.panjimas.com/news/2014/10/15/ini-sederet-dosa-dosa-ahok-kepada-umat-islam-dan-warga-dki-jakarta/

https://www.panjimas.com/news/2014/12/02/sosialisasikan-pelantikan-gubernur-rakyat-jakarta-kh-fahrurrozi-ishaq/

Aktor dan Isu dalam Aksi Massa ‘Bela Islam’